Lubukbasung (ANTARA) - Selasa (11/3) sekitar pukul 21.30 WIB, Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, bersama Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) Baringin sampai Taruyan, Nagari (Desa) Tigo Balai, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, di lokasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang memangsa ternak warga.
Kedatangan petugas BKSDA tersebut untuk melakukan pemantauan ke kandang jebak yang telah dipasang di daerah itu usai berbuka puasa bersama Tim Pagari Baringin.
Tidak lama berselang, ada bunyi -bunyian terdengar di lokasi kandang dan juga ada auman harimau.
Petugas BKSDA Sumbar beserta Tim Pagari Baringin dan warga sekitar mencoba untuk melihat kandang jebak dari jarak 100 meter menggunakan penerangan.
Namun tidak bisa, karena lokasi terhalangi dengan daun pohon yang cukup rindang dan ditambah cukup gelap, sehingga hanya bersiaga di pemukiman warga sekitar.
"Kita memantau dan tidak mungkin melihat ke kandang karena hari malam dan penerangan cukup terbatas," kata Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar, Ade Putra.
Keesokan harinya, Rabu (12/3) sekitar pukul 07.00 WIB, petugas BKSDA Sumbar bersama Tim Pagari Baringin dan masyarakat sekitar mencoba melihat kandang jebak yang dipasang di lokasi anak kerbau dimangsa harimau.
Ternyata benar, di dalam kandang jebak dengan panjang sekitar dua meter dan lebar sekitar 90 centimeter dan tinggi satu meter ada seekor harimau sumatera yang mengeluarkan auman saat petugas sampai di lokasi.
Petugas BKSDA beserta Tim Pagari Baringin membersihkan kayu yang sengaja dipasang di lokasi itu sembari membuang bangkai kerbau yang digunakan untuk umpan harimau.
Dari pengamatan petugas, harimau mengalami cacat pada kaki kiri depan dan sudah satu tahun konflik dengan manusia di daerah itu diduga individu yang sama.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Antonius Vevri mengatakan harimau berkelamin betina itu konflik dengan memangsa ternak warga jenis kerbau, sapi dan lainnya yang terjadi di Kabupaten Agam dan Limapuluh Kota diduga dengan individu yang sama.
Khusus di Agam terjadi di Kecamatan Palembang, Matur dan Palupuh. Sementara di Kabupaten Limapuluh Kota di Kecamatan Gunung Omeh.
Ia mengakui konflik tersebut cukup tinggi akibat kaki kiri bagian depan dari satwa langka dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah Undang-Undang 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengalami puntung akibat terjerat.
Dengan kondisi itu, kemampuan harimau untuk berburu turun dan cenderung mencari mangsa atau makanan di sekitar pemukiman dengan memangsa ternak warga yang digembalakan di lokasi tidak jauh dari kawasan hutan.
Senin (10/3), BKSDA Sumbar mendapatkan laporan dari pemerintah nagari (desa) terkait kerbau warga Taruyan, Nagari (Desa) Tigo Balai, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam diduga dimangsa harimau.
Mendapatkan laporan itu, Tim BKSDA Sumbar dan Tim Patroli Anak Nagari (Nagari) Baringin melakukan verifikasi lapangan dan ternyata kerbau dimangsa harimau, karena banyak jejak kaki dan cakaran pada kerbau tersebut.
Setelah itu, BKSDA Sumbar memasang kandang jebak di lokasi kerbau dimangsa untuk mengevakuasi harimau karena lokasi berdekatan dengan pemukiman.
Harimau sempat mendekati kandang jebak untuk memakan bangkai kerbau di dekat kandang pada Senin (10/3) malam.
Namun harimau itu tidak masuk, karena hanya berada di bangkai kerbau yang ada di belakang pintu.
Dengan kondisi itu, pintu kandang diganti ke lokasi munculnya dan bangkai kerbau dipindahkan ke pintu semula dengan ditutupi dengan kayu dan daun-daunan.
Harimau masuk dalam kandang jebak pada Selasa (11/3) sekitar pukul 19.30 WIB.
Ini merupakan harimau puntung kedua di Agam. Sebelumnya juga ditemukan harimau puntung yang mati terjerat di Sungai Pua, Kabupaten Agam pada 2023.
Untuk itu, masyarakat diimbau untuk tidak memasang jerat babi di sekitar kebun yang berdampak terhadap satwa dilindungi itu
Apabila satwa mengalami cacat, berkemungkinan konflik cukup tinggi yang berdampak terhadap keselamatan ternak warga
Harimau dievakuasi TMSBK
Pada pukul 10.00 WIB, Tim Medis dari Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi, sampai di lokasi untuk mengevakuasi harimau sumatera.
Tim Media TMSBK Bukittinggi menyiapkan peralatan dan bahan untuk membius harimau dan setelah selesai, Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar, Ade Putra meniupkan bius dan jarum melekat bagian tubuh harimau
Sekitar 30 menit, bius bereaksi dan harimau tertidur, sehingga petugas bersiap untuk mengeluarkan harimau dari kandang untuk dibawa ke mobil menggunakan tandu.
Setelah itu, harimau disimpan dikandang yang telah disediakan di dalam mobil khusus telah disiapkan BKSDA Sumbar.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Antonius Vevri mengatakan harimau dievakuasi ke Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi untuk diobservasi.
Satwa diobservasi di TMSBK Bukittinggi sampai bisa bertahan hidup di habitatnya dan butuh pengamatan untuk beberapa bulan kedepan.
Namun akan terus mempelajari sejauh mana kemampuan berburu mangsanya dan kalau kesulitan di lapangan maka akan dititipkan di TMSBK Bukittinggi sebagai indukan.
"Kita akan melihat nanti dan apabila tidak mampu berburu maka dititip di TMSBK untuk indukan," katanya.
Dokter Hewan Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan Kota Bukittinggi Drh Yoli Zulfanedi mengatakan harimau yang masuk kandang jebak milik BKSDA Sumbar di Taruyan, Nagari (Desa) Tigo Balai, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Rabu (12/3), berkelamin betina dengan usia sekitar 3-4 tahun.
Harimau masih remaja dan belum pernah melahirkan anak. Harimau dalam kondisi sehat, hanya mengalami luka pada bagian tubuh dan bisa ditangani atau disembuhkan.
Untuk telapak kaki tergelupas dan kaki depan bagian kiri mengalami luka sisa terkena jerat.
Setelah itu jari kaki depan bagian kiri puntung atau terputus terkena jeratan, sehingga hanya memiliki satu jari.
Harimau betina tersebut diberinama Si Mauang oleh tokoh masyarakat dan tokoh adat di daerah itu
