Tokoh Adat: Perempuan Minang perlu hidupkan lagi tradisi "manjujai"

id Manjujai, bundo kanduang,Minang,Minangkabau

Tokoh Adat: Perempuan Minang perlu hidupkan lagi tradisi "manjujai"

Bundo kanduang Sumbar, Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P. (ANTARA/Miko Elfisha)

Padang (ANTARA) - Kearifan lokal Minangkabau berupa tradisi "manjujai" perlu kembali dihidupkan untuk menjaga generasi emas Minangkabau yang cerdas dan memiliki kepekaan sosial.

Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat, Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P di Padang, Jumat, menyebutkan pendidikan dalam tradisi "manjujai" sejatinya telah diberikan orang tua dan lingkungan keluarga sejak bayi berada dalam kandungan.

Manjujai merupakan bentuk stimulasi berupa nyanyian, syair, atau kata dengan nilai-nilai kebaikan.

Mengikuti tradisi itu, perilaku ibu termasuk perkataan benar-benar diatur sejak masa kehamilan. Ibu harus menjaga sopan santun, menjaga perkataan serta mengajak bayi berbicara meski masih dalam kandungan.

Bagi masyarakat Minangkabau yang berfalsafah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, perlu pula didukung dengan mendengarkan dan melafalkan ayat Al Quran.

Ia mengatakan masyarakat Minangkabau percaya bahwa bayi dalam kandungan telah bisa mendengar dan merespon lingkungan. Jika selama dalam kandungan selalu mendengar yang baik-baik, maka akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan psikologis saat lahir ke dunia.

"Sekarang banyak kasus anak terlambat pandai bicara, salah satu penyebab karena orang tua sudah terlalu acuh dengan kesibukan sendiri terutama dengan gawai sehingga lupa mengajak anak dalam kandungan berkomunikasi," ujarnya.

Tradisi itu berlanjut saat anak telah lahir ke dunia. Salah satunya dalam bentuk permainan tradisional di antaranya bermain ciluk-ba, tepuk ambai-ambai, mendendangkan, meninabobokan anak dan lainnya di lingkungan keluarga untuk merangsang pertumbuhan fisik, motorik, kecerdasan, dan sosial anak.

Saat itu ibu juga mulai menanamkan prinsip moral kepada anak agar mulai belajar salah dan benar berdasarkan adat budaya dan agama.

Dengan demikian, pondasi anak akan terbentuk sehingga tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang negatif.

Raudha Thaib mengatakan salah satu peran perempuan Minangkabau berada pada basis moral yang mengawal dan bertahan pada nilai-nilai, norma-norma, kepatutan dan kepantasan, tidak hanya di dalam keluarga inti tetapi juga lebih luas di dalam kaum.

Hal itu dimungkinkan karena peran dan posisinya yang tinggi di dalam adat Minangkabau sebagai Mande Sako.

Membangkit kembali peran perempuan Minangkabau salah satunya dengan menghidupkan tradisi "manjujai", akan mengembalikan generasi emas yang pernah malang melintang tidak hanya di pentas nasional tetapi juga Internasional.

Sementara itu Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi mengatakan sebagian tradisi yang berakar dari sejarah dan budaya Minangkabau saat ini sudah berada di penghujung pewaris.

Karena itu perlu upaya bersama untuk melindungi, memanfaatkan, mengembangkan dan membina dari setiap kekayaan adat dan budaya serta tradisi sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Upaya pelestarian tidak cukup hanya dengan menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan secara reguler, namun juga diikuti dengan memberikan pemahaman tentang filosofi dan nilai dari keberadaan objek budaya yang dimiliki kepada masyarakat termasuk Bundo Kanduang (Ibu).

Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan adat dan budaya Minangkabau adalah dengan memberikan bimbingan teknis peningkatan kapasitas bagi tokoh masyarakat termasuk Bundo Kanduang.

"Kita telah melakukan hal ini dan berharap adat dan budaya Minangkabau bisa terus lestari," ujarnya.*

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tokoh Adat: Perempuan Minang perlu hidupkan lagi tradisi "manjujai"