Menilik sejarah eratnya hubungan persaudaraan Indonesia-Rusia

id Indonesia-Rusia, Jokowi-Putin, HUbungan Indonesia-Rusia

Menilik sejarah eratnya hubungan persaudaraan Indonesia-Rusia

Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30-6-2022). ANTARA FOTO/BPMI-Laily Rachev/rwa.

Jakarta, (ANTARA) - Hubungan Indonesia dengan Rusia bukan hanya relasi bisnis antardua negara, melainkan persahabatan erat layaknya dua bersaudara yang telah berlangsung selama 77 tahun sejak tahun 1945.

Hubungan persahabatan dua negara, tidak terkecuali Indonesia-Rusia, harus terus dipertahankan guna merawat perdamaian. Tidak ada satu pun pihak atau kelompok yang boleh mencegah atau merusak persahabatan dua negara ini.

Dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Arief Setiawan menilai hubungan persaudaraan kedua negara ini tidak dapat dipisahkan dari relasi Uni Soviet (USSR) dengan Indonesia pada masa pemerintahan Presiden pertama Indonesia Soekarno pada tahun 1956.

Saat itu Uni Soviet membantu Indonesia dalam penyediaan alutsista untuk kepentingan pembebasan Irian Barat serta terkait di bidang pendidikan.

Menurut alumnus Master People's Friendship University of Russia itu, salah satu contoh di bidang pendidikan, yakni pada tahun 1960, saat Uni Soviet mengumumkan rencana membuka People's-Friendship University.

Uni Soviet juga membantu Indonesia dalam pembangunan Stadion Gelora Bung Karno serta Rumah Sakit Persahabatan. Uni Soviet bahkan memberikan Tugu Tani sebagai hadiah untuk Indonesia.

Kedekatan persaudaraan Indonesia dengan Rusia tercermin dari banyaknya lagu Indonesia pada era Soekarno yang diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia, seperti lagu “Rayuan Pulau Kelapa” dan “Naik Delman”.

Indonesia dan Uni Soviet saat itu dianggap bersaudara karena kedekatan keduanya. Bahkan ketika Bung Karno berpidato di Kremlin tahun 1956, umat Islam di negara itu berbondong-bondong datang karena merasa menjadi bagian dari Indonesia.

Mengutip data Kementerian Luar Negeri RI, sebenarnya pada era kemerdekaan, Uni Soviet banyak membantu Indonesia. Pada masa perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945-1950, Uni Soviet merupakan salah satu negara yang menyambut baik upaya kemerdekaan Indonesia.

Saat itu Uni Soviet mendorong forum PBB untuk mendesak Belanda menghentikan agresi militernya di Bumi Nusantara.

Puncak Persaudaraan

Tahun 1956-1962 adalah puncak dari hubungan intim antara Indonesia dan Uni Soviet. Hal ini tercermin dari eratnya hubungan kedua kepala negara melalui kegiatan saling kunjung.

Pada tanggal 28 Agustus--12 September 1956 Presiden Soekarno mengunjungi Moskow. Dalam kunjungan tersebut, pada tanggal 11 September 1956, di hadapan Presiden Soekarno dan pejabat tinggi Uni Soviet seperti Mikoyan, Voroshilov, Kaganovich, dan Malenkov, Menteri Luar Negeri Indonesia Ruslan Abdulgani dan Wakil Menteri Luar Negeri Soviet Gromyko menandatangani pernyataan bersama.

Kemudian pada bulan Februari 1960 Sekretaris Pertama Partai Komunis Uni Soviet Nikita Khrushchev juga mengunjungi Indonesia dan menerima sambutan hangat Presiden Soekarno. Berdasarkan foto-foto yang beredar di internet, tampak Soekarno dan Nikita menikmati sigaret bersama seperti dua sahabat.

Berkat kunjungan tersebut dicapai kesepakatan untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, dan militer, seperti pencairan bantuan keuangan, pembangunan berbagai proyek, dan pasokan peralatan militer dari Uni Soviet ke Indonesia.

Secara politik, kedekatan antara Indonesia dan Uni Soviet sebenarnya sempat padam pada era Presiden kedua Indonesia Soeharto karena isu komunisme di Indonesia. Akan tetapi secara sosial budaya, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet tetap terjaga, misalnya, masih banyak universitas di Uni Soviet, kala itu, salah satunya MGIMO University (Moscow State Institute International Relations), masih mengajarkan Bahasa Indonesia di Rusia.

Namun, hubungan itu juga cepat dipulihkan dengan kunjungan Presiden Soeharto ke Moskow pada tahun 1989.

Diplomasi Pangan

Sejarah hubungan baik dan persaudaraan antara Indonesia dan Rusia tidak hanya untuk dikenang, tetapi penting untuk dijaga dan ditingkatkan terus di berbagai sektor dan dalam berbagai hal, salah satunya melalui pengenalan kepada generasi muda kedua negara.

Arief menyatakan untuk menjaga dan meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Rusia, diplomasi gastronomi yang meliputi kuliner dan budaya, perlu ditingkatkan.

Diplomasi gastronomi lebih penting daripada pendekatan politik yang umumnya didasarkan pada kepentingan.

Diplomasi budaya dilakukan oleh masyarakat sehingga, menurut dia, sulit dihentikan. Sebagai contoh, saat hubungan Indonesia-Rusia sempat meregang pada masa Soeharto, secara politik hubungan kedua negara tidak berkembang, tetapi secara sosial budaya masih masih berlangsung.

Selama ini, diplomasi budaya dan gastronomi telah dilakukan KBRI Moskow, misalnya, dengan pertunjukan wayang kulit termasuk festival kuliner Indonesia di Moskow.

Gastronomi merupakan salah satu tren diplomasi kontemporer. Pengenalan makanan khas suatu negara ke negara asing merupakan hal penting, agar masyarakat kedua negara mengenal secara baik tradisi dan budaya kedua negara.

Jadi, apa yang dilakukan KBRI Moskow sudah tepat dan relevan namun perlu ditingkatkan, agar lebih masif.

Mendorong generasi muda

Direktur Ikatan Pemuda Indonesia-Rusia (Irya) Dr. Nikita Kuklin mengatakan bahwa poin utama untuk menjaga dan meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Rusia, termasuk Rusia dan ASEAN, dengan menciptakan jaringan yang lebih luas bagi masyarakat, generasi muda, diplomat, jurnalis, politikus, aktivis, dan pakar dari kedua negara.

Perlu juga membuka jaringan luas kepada mereka, yang bisa memberikan contoh nyata dan berbagi pengalaman satu sama lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah aspek budaya yang tidak hanya berbicara aspek budaya arus utama, tetapi juga dari sudut analisis budaya yang mendalam satu sama lain.

Nikita menyatakan terdapat pertanyaan mengenai konsep filosofis dan pertukaran tradisi serta pandangan dunia dan cara berpikir. Profesional muda dapat berinteraksi pada tingkat ikatan kemanusiaan langsung.

Hal ini dapat mendorong dialog politik dan kerja sama dalam membangun bisnis bersama di Rusia dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, serta mengembangkan program pendidikan, start-up, hingga proyek kreatif atau kegiatan yang berkaitan dengan pendekatan keagamaan.

Pariwisata dan budaya

Penjabat Direktur ASEAN Center di Universitas MGIMO Dr. Ekaterina Koldunova menyebutkan peluang peningkatan hubungan Indonesia-Rusia dapat dilakukan dengan memperluas jaringan informasi kedua negara.

Dalam hal ini, masyarakat Rusia sangat mengharapkan kemudahan menuju destinasi pariwisata, misalnya, dengan dikembalikannya penerbangan langsung pergi-pulang antara Indonesia dan Rusia. Dengan demikian arus wisatawan dari kedua negara dapat kembali normal dan segala informasi antarkedua negara mudah diperoleh.

Budaya, pendidikan, dan promosi sangat penting, misalnya, seperti fesyen dan film akan lebih mudah diterima oleh masyarakat awam.

Promosi dan pengenalan budaya Indonesia yang telah dilakukan KBRI Moskow selama ini, menurut dia, harus terus dilanjutkan.

Pada Agustus 2022 terdapat festival musik, tarian, dan budaya di jantung Kota Moskow. Hal tersebut harus dilakukan secara teratur.

Indonesia, menurut dia, sangat menarik dan menghadirkan banyak peluang untuk bisnis, budaya, pendidikan dan kegiatan lainnya.

Indonesia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN dan sebagai Ketua KTT ASEAN 2023, diharapkan dapat memberikan inisiatif yang kuat bagi kawasan untuk memperkuat dialog dengan Rusia.

Dalam situasi sulit seperti saat ini, hubungan Indonesia dengan Rusia masih berjalan baik. Ia berharap melalui keketuaan Indonesia pada KTT ASEAN, akan terjadi dialog politik yang lebih intensif sehingga hubungan ekonomi dapat berkembang lebih baik dan dinamis.

Indonesia diharapkan memiliki keterlibatan yang erat dengan Rusia dalam diplomasi publik sehingga tercipta gelombang baru untuk meningkatkan hubungan antarmasyarakat melalui program pendidikan dan pertukaran pelajar.

Budaya timur Rusia

Bagi yang belum pernah ke Rusia, mungkin ada yang belum tahu kalau Rusia juga memiliki budaya timur, seperti halnya orang Asia.

Arief Setiawan yang pernah belajar politik di Rusia setidaknya 3 tahun, pada tahun 2011-2014, mengatakan bahwa Rusia memiliki tradisi seperti orang timur.

Budaya timur Rusia menjadi salah satu faktor terciptanya hubungan persaudaraan antara Indonesia dan Rusia.

Salah satu contoh budaya timur yang dimiliki masyarakat Rusia, yakni ketika berkunjung ke tempat seseorang. Jika berbicara tradisi barat, umumnya kunjungan ke tempat orang lain tidak perlu membawa buah tangan. Namun di Rusia layaknya orang timur, tamu membawa buah dan oleh-oleh untuk diberikan.

Arief mengatakan bahwa Rusia juga dipengaruhi oleh tradisi Asia Tengah, termasuk Muslim.

Selama ini stigma tentang Rusia telah terdistorsi oleh media barat. Pandangan awam ketika berbicara Rusia selalu tentang komunis dan orang-orang yang tidak memiliki sopan-santun, adalah salah satu contoh informasi yang terdistorsi mengenai Rusia.

Ada hal lain bila mengenal orang Rusia lebih dekat. Masyarakat Rusia bukan orang yang mudah tersenyum pada orang asing, tetapi ketika sudah mengenal lebih dekat, maka senyum itu akan didapatkan. Apalagi jika sampai berkunjung ke rumah dan berbincang di dapur, maka artinya orang itu sudah dianggap sebagai saudara.

Budaya timur Rusia terlihat jelas jika berinteraksi langsung dengan warga Rusia.

Berdasarkan pengalaman wartawan ANTARA di Moskow saat mengikuti program internship InterRussia yang diselenggarakan oleh Gorchakov Fund, Sputnik News Agency dan ASEAN Center di MGIMO University, dari 11 September 2022 hingga 9 Oktober 2022 dan diikuti 11 jurnalis ASEAN, orang Rusia memang memiliki kebiasaan yang mirip dengan warga Asia.

Misalnya, di angkutan umum, termasuk kereta bawah tanah Moskow, orang Rusia terbiasa memberikan kursi kepada orang-orang yang lebih membutuhkan seperti orang tua, wanita, dan mereka yang berkebutuhan khusus.

Masyarakat Rusia juga akan menjaga pintu stasiun tetap terbuka untuk memberi jalan bagi orang lain yang berada di belakang mereka hingga saling berbagi sigaret di jalan untuk membantu melawan hawa dingin. Bahkan ada juga beberapa orang Rusia yang membelikan makanan dan minuman kepada para jurnalis ASEAN di sebuah kedai makan, hanya untuk menghormati kehadiran orang Asia di tanah kelahiran mereka di tengah situasi global saat ini.

Orang Rusia jauh dari stigma yang disajikan media barat. Menurut Arief, orang Rusia memiliki semacam filosofi, bahwa satu teman hari ini lebih baik dari 1.000 teman di masa depan. Oleh karena itu, orang Rusia akan menjaga hubungan persahabatan dengan sebaik-baiknya dan tidak akan mudah melupakan sahabatnya.

Terdapat banyak kesamaan masyarakat dua negara itu. Maka tidak heran jika hubungan persaudaraan antara Indonesia dan Rusia dapat bertahan baik hingga saat ini. (*)

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengulik rahasia hubungan persaudaraan Indonesia-Rusia