Pengurus terpilih 374 KSU Air Bangis Semesta Pasbar pertanyakan penyerahan lahan plasma ke pemerintah oleh pengurus lama

id berita pasaman barat,berita sumbar,lahan

Pengurus terpilih 374 KSU Air Bangis Semesta Pasbar pertanyakan penyerahan lahan plasma ke pemerintah oleh pengurus lama

Sekretaris Terpilih KSU 374 Air Bangis Semesta Effendi Efendra (kiri) saat menyampaikan keberatannya terkait penyerahan lahan plaska ke pemerintah oleh pengurus lama. (Antarasumbar/Altas Maulana)

Kami mempertanyakan penyerahan lahan itu pada 15 Februari 2021 dihadapan penyidik Polres Pasaman Barat dengan alasan lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan produksi,
Simpang Empat (ANTARA) - Pengurus terpilih plasma 374 Koperasi Serba Usaha (KSU) Air Bangis Semesta Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), Sumatera Barat mempertanyakan adanya penyerahan lahan plasma seluas 374 hektare kepada pemerintah dari pengurus lama tanpa melalui keputusan atau persetujuan Rapat Anggota Tahunan (RAT).

"Kami mempertanyakan penyerahan lahan itu pada 15 Februari 2021 dihadapan penyidik Polres Pasaman Barat dengan alasan lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan produksi," kata Sekretaris Terpilih KSU 374 Air Bangis Semesta Effendi Efendra di Simpang Empat, Selasa.

Menurutnya alasan penyerahan lahan itu tidaklah masuk akal, sebab lahan plasma seluas 374 hektare itu adalah milik anggota KSU 374 Air Bangis Semesta yang berjumlah 3.768 orang.

"Lahan itu sudah dimanfaatkan selama kurang lebih 15 tahun yang dikelola melalui wadah koperasi," sebutnya.

Ia mengatakan sejak tahun 2018, pengurus tidak pernah lagi mengadakan RAT yang akhirnya berujung kepada mosi tidak percaya anggota kepada pengurus yang lama.

Hal itu mengakibatkan lahan seluas 374 hektare terlantar dan tidak dipanen karena arogansi pengurus yang tidak bersedia untuk diawasi oleh perwakilan anggota.

"Saat itu pengurus dengan arogannya menyampaikan dihadapan pemerintah daerah bahwa biarlah lahan 374 hektare itu hancur daripada harus diawasi oleh anggota. Sehingga sampai sekarang lahan itu tidak ada lagi perawatan dan dibiarkan begitu saja," ujarnya.

Atas dasar itulah, katanya saat ini pengurus baru yang terpilih melalui RAT Luar Biasa pada Kamis (29/7) meminta kepada pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya untuk memberikan titik terang mengenai status lahan plasma 374 yang berada dibawah binaan bapak angkat PT Bintara Tani Nusantara (BTN).

Sebab, katanya status lahan plasma itu adalah legal yang didukung dengan legalitas yang jelas seperti adanya surat perjanjian kerjasama antara PT BTN dengan KSU Air Bangis Semesta dalam pembangunan kebun plasma pada 30 Agustus 2003.

Kemudian, adanya izin prinsip untuk pembukaan lahan kebun plasma Nagari Air Bangis tanggal 7 Juli 2004 dan adanya rekomendasi kelayakan pembangunan kebun oleh Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan tanggal 21 Desember 2004.

Setelah itu adanya rekomendasi pelaksanaan land clearing oleh Bupati Pasaman Barat tanggal 21 Desember 2004 serta pencairan fasilitas kredit dari Bank Mandiri dengan nomor akta perjanjian kredit Nomor 169 tanggal 23 Februari 2005.

Dengan demikian, katanya hal tersebut telah memenuhi syarat adanya pembangunan kebun plasma dan juga sah sebagai legalitas kebun.

"Akan tetapi seandainya menurut instansi terkait lahan 374 itu berada di kawasan hutan produksi tentu tidak serta-merta menerima begitu saja, karena kami punya legalitas yang jelas dari awal perjanjian dengan PT BTN," tegasnya.

Pihaknya juga memberi ruang kepada pemerintah daerah untuk mengusut tuntas siapa dalang dibalik proses terjadinya pembangunan plasma 374 itu.

Ia menekankan kalau memang itu adalah daerah kawasan hutan produksi, pihaknya berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum mengusut tuntas proses terjadinya pembangunan plasma 374 itu.

"Jangan warga atau anggota plasma kami yang ditangkap ketika kami menuntut hak kami sebagai anggota plasma yang jelas-jelas itu adalah hak kami sesuai kesepakatan dengan pihak PT BTN. Untuk itu kami berharap kepada pemerintah daerah agar menindaklanjuti hal ini sampai tuntas," tegasnya.

Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya menghormati undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini.

Namun ia berharap agar apa yang sudah menjadi hak mereka yaitu 10 persen dari total lahan yang dijadikan perkebunan oleh PT BTN menjadi lahan kebun plasma masyarakat untuk diberikan. Karena disana bergantung hidup orang banyak dan keluarganya masing-masing.

Pihaknya tidak mempermasalahkan apabila hal itu memang sudah diputuskan sebagai kawasan hutan produksi.

Namun, ia meminta agar hak mereka yaitu lahan kebun plasma seluas 374 hektare agar diberikan gantinya.

"Karena sepengetahuan kami dulu kerjasamanya adalah untuk mengembangkan dan mengelola perkebunan dalam artian yang kami terima adalah kebun, bukan hutan atau semacamnya," sebutnya.