Mendorong penggunaan anggaran yang efektif untuk kesejahteraan rakyat

id bpk , anggaran, kesejahteraan rakyat

Mendorong penggunaan anggaran yang efektif untuk kesejahteraan rakyat

Foto udara pembangunan konstruksi jalan tol Padang - Sicincin di KM 25 Jalan Bypass, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (3/2/2020) (Antara/Iggoy El Fitra)

Padang, (ANTARA) - Sebuah baliho besar terpasang di salah satu jalan utama di Sumatera Barat menayangkan gambar salah seorang kepala daerah yang tersenyum menerima hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian.

Tidak hanya di baliho, sang kepala daerah juga menyosialisasikan kabar gembira tersebut lewat pemberitaan di media bahkan memasang advetorial untuk menunjukan kinerjanya dalam mengelola anggaran dengan prestasi tertinggi yakni wajar tanpa pengecualian.

Masyarakat di daerah setempat pun senang karena kepala daerah yang mereka pilih saat pilkada telah amanah dalam mengelola Anggaran Pendapat Belanja Daerah dengan mengedepankan prinsip transparan dan itu dibuktikan dengan ganjaran opini dari Badan Pemeriksa Keuangan, lembaga yang berkompeten menilai laporan keuangan.

Namun, tiba-tiba saja terdengar kabar sang kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sontak warga bertanya-tanya dan heran sang kepala daerah sudah mendapatkan predikat WTP namun kenapa bisa tersangkut kasus korupsi. Siapakah yang salah ?. Apakah pemeriksaan BPK sudah benar dan akurat?.

Pertanyaan semacam itu terus berulang terjadi ketika ada kepala daerah yang hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berstatus WTP namun masih terjerat kasus korupsi.

Bahkan berdasarkan data yang dihimpun dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2018 terdapat 10 kepala daerah penerima opini WTP yang jadi tersangka korupsi.

Artinya opini WTP sekalipun belum menjadi jaminan bebas dari perilaku korupsi.

Menjawab pertanyaan tersebut Kepala BPK perwakilan Sumatera Barat Yusnadewi menyampaikan pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK didesain bukan untuk mencari penyimpangan namun penyajian laporan keuangan sudah sesuai standar.

"WTP bukan mencari kebenaran, tapi kewajaran," ujarnya.

Oleh sebab itu ia menyampaikan kalau daerah sudah berstatus WTP bukan berarti tidak ada salah karena laporan tersebut dinilai wajar dan jika ada kesalahan tidak mempengaruhi pembacaan laporan.

Ia melihat selama ini jika ada kepala daerah yang tersangkut korupsi itu berada di luar lingkup pemeriksaan BPK dan lebih banyak yang terjadi adalah kasusnya berupa suap dan gratifikasi.

"BPK tugasnya memotret laporan keuangan dan kalau buram maka hasilnya juga buram, kalau ingin bagus maka pemerintah daerah yang harus mengupayakan agar bisa mendapatkan WTP," ujarnya.

Untuk mengoptimalkan pemakaian anggaran dan meminimalkan potensi penyimpangan pihaknya melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dengan memberikan rekomendasi usai melakukan pemeriksaan.

Rekomendasi tersebut merupakan bentuk pembinaan yang harus ditindaklanjuti karena kami memeriksa setelah penggunaan anggaran selesai, katanya lagi.

Ia mengingatkan kepala daerah jangan berpuas diri dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah karena hal itu baru penyajian laporan sesuai dengan ketentuan yang ada.

"Tetapi apakah penggunaan keuangan negara efektif, efisien dan tepat sasaran masih ada lanjutannya yang perlu diperhatikan," katanya.

Menurut dia kalau sudah mendapatkan predikat WTP jangan langsung puas karena tujuan akhir dari penggunaan uang negara adalah sejauh mana manfaat dan kemakmuran bagi masyarakat.

"Ini yang harus diperhatikan dan menjadi visi dan misi daerah," kata dia.

"Akan tetapi pandangan yang berkembang di masyarakat kalau suatu daerah sudah mendapatkan WTP maka pemikiran yang berkembang adalah sudah bagus," kata dia.

Ia mengatakan seharusnya WTP itu merupakan suatu keharusan dan bukan dipandang sebagai prestasi karena pemerintah daerah memang harus menyajikannya demikian.

"Justru kalau tidak WTP seharusnya diberi sanksi," ujarnya.

Yusnadewi menyampaikan di Sumbar secara umum semua daerah sudah menyandang predikat WTP dan pada 2019 ada satu daerah yang turun status.

Efektivitas Anggaran

Terkait penggunaan anggaran yang efektif dan efisien tidak hanya sebatas penyajian laporan yang tepat ia mengingatkan semua penyelenggara pemerintah di daerah memperhatikan hal ini.

Penggunaan anggaran yang efektif dimulai dari perencanaan yaitu saat musyawarah rencana pembangunan di tingkat terendah yaitu kelurahan atau desa.

Dengan demikian tidak ada lagi pembangunan yang salah sasaran menghabiskan anggaran namun setelah selesai tidak bermanfaat dan tepat guna, kata dia.

Oleh sebab itu DPRD juga harus berperan mengawal agar penggunaan anggaran tepat sasaran terutama saat melakukan pembahasan dan perencanaan dengan eksekutif.

Di sisi lain untuk memastikan anggaran tepat guna BPK juga melakukan audit kinerja apakah misalnya dalam membangun suatu gedung sudah tepat sasaran.

Jangan sampai lebih besar pula biaya konsultasi dan lainnya ketimbang pembangunan fisik dan dipastikan pembangunan tersebut memang dibutuhkan masyarakat.

Jika semua pihak bersinergi untuk memastikan penggunaan anggaran tepat sasaran, efisien dan efektif akan berujung pada hadirnya kesejahteraan masyarakat.

Ketika pemerintah daerah daerah membuat program mengentaskan kemiskinan maka dipastikan apakah program itu berhasil, berapa pengurangan orang miskin dan bukan hanya mengucurkan dana tapi jumlah penduduk miskin tak kunjung berkurang.

Dan sudah saatnya pemerintah daerah tidak hanya berlomba-lomba mendapatkan opini WTP dalam laporan keuangan namun juga mulai menerapkan penggunaan anggaran yang efektif dan efisien .