Diplomat Eropa kunjungi keluarga Palestina yang terancam pengusiran di Jerusalem

id Keluarga Palestina

Diplomat Eropa kunjungi keluarga Palestina yang terancam pengusiran di Jerusalem

Keluarga Palestina yang terancam pengusiran di Jerusalem. (cc)

Jerusalem, (Antaranews Sumbar) - Beberapa diplomat Uni Eropa pada Senin (21/1) mengunjungi keluarga Sabbagh, yang terancam pengusiran dari rumahnya di permukiman Sheikh Jarrah di Jerusalem Timur, yang diduduki, untuk kepentingan pemukim Yahudi.

Mereka memperingatkan bahwa kegiatan pembangunan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki tidak sah berdasarkan hukum internasional.

Pengadilan Tinggi Israel menolak permohonan banding terakhir 15 November untuk menolak pengusiran keluarga Sabbagh dari rumahnya di Sheikh Jarrah setelah klaim oleh para pemukim bahwa mereka memiliki tanah tempat rumah Sabbagh berada meskipun kenyataan bahwa keluarga Sabbagh mengajukan dokumen yang membuktikan kekeliruan klaim pemukim Yahudi bahwa rumahnya didaftarkan atas nama mereka.

Pengadilan tersebut telah memutuskan tindakan hukum di dalam gugatan terhadap pemukim telah kadaluarsa sehingga pengadilan menolak gugatan itu.

"Jika pengusiran dilakukan, itu akan menjadi pengusiran sebanyak 32 anggota keluarga Sabbagh, termasuk enam anak kecil," kata kepala misi Uni Eropa di Jerusalem dan Ramallah di dalam satu pernyataan mengenai kunjungan tersebut, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi. Ditambahkannya, rencana pembangunan permukiman lebih lanjut termasuk pengusiran diajukan di Sheikh Jarraf.

"Misi Uni Eropa di Jerusalem dan Ramallah mengingatkan mengenai Kesimpulan Dewan Urusan Luar Negeri dan pernyataan tempat Uni Eropa telah berulangkali menyampaikan penentangan kuat terhadap kebijakan permukiman Yahudi dan tindakan yang dilakukan sehubungan dengan konteks tersebut, termasuk pengungsiran dan penghancuran. Kebijakan perluasan dan pembangunan permukiman, termasuk di Jerusalem Timur, tidak sah berdasarkan hukum internasional, dan berlanjutnya kegiatan tersebut merusak kelangsungan hidup penyelesaian dua-negara dan prospek bagi perdamaian yang langgeng," demikian kesimpulan pernyataan itu. (*)