Sumbar deflasi 0,10 persen, ini penyebabnya

id Sumbar Deflasi

Sumbar deflasi 0,10 persen, ini penyebabnya

Bank Indonesia. (FOTO ANTARA)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Bank Indonesia perwakilan Sumatera Barat mencatat indeks harga konsumen di provinsi itu pada Februari 2018 mengalami deflasi sebesar 0,10 persen atau mengalami penurunan dibandingkan Januari yang tercatat inflasi 0,46 persen.

"Besaran deflasi pada Februari 2018 menjadikan Sumbar sebagai provinsi terendah ke-11 dari 14 provinsi yang mengalami deflasi di seluruh Indonesia," kata Kepala BI perwakilan Sumbar Endi Dwi Tjahjono di Padang, Selasa.

Menurutnya deflasi bulanan Sumbar berasal dari turunnya harga kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dan kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices).

Pada kelompok bahan pangan bergejolak deflasi bulan Februari 2018 tercatat sebesar 0,83 persen menurun signifikan dari bulan Januari 2018 yang mengalami inflasi sebesar 0,93 persen, kata dia.

Ia mengatakan deflasi disebabkan turunnya harga beras, daging ayam ras dan bawang merah yang disebabkan terjaganya pasokan seiring masuknya musim panen sehingga harga beras dan bawang merah turun.

Sementara itu, turunnya harga komoditas daging ayam ras disebabkan menurunnya permintaan masyarakat setelah berakhirnya puncak permintaan pada akhir tahun lalu.

Sejalan dengan kelompok barang diatur pemerintah juga mencatat deflasi sebesar 0,02 persen dengan sumbangan terbesar berasal dari penurunan harga angkutan udara.

Berakhirnya periode musim padat penumpang liburan sekolah akhir tahun menjadi penyebab utama turunnya harga komoditas tersebut, meski demikian penurunan harga kelompok barang diatur pemerintah tertahan dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi, ujar dia.

Sementara itu, kelompok barang inti mencatat inflasi sebesar 0,24 persen atau lebih rendah dibandingkan realisasi bulan Januari 2018 sebesar 0,46 persen.

"Kenaikan harga kelompok inti disumbang oleh batu bata dan harga emas perhiasan," ujarnya.

Ia menilai kenaikan harga emas perhiasan terjadi akibat naiknya harga emas perhiasan, sebagai imbas pelemahan dolar Amerika Serikat serta sentimen terhadap komitmen The Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan.

Kemudian untuk Maret 2018 diperkirakan pergerakan harga Sumbar meningkat dan mengalami inflasi pada level moderat.

Ia menyampaikan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM nonsubsidi diperkirakan menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi Sumbar pada Maret 2018,.

Selain itu, tekanan inflasi juga berasal dari meningkatnya harga pada kelompok volatile food terutama pada komoditas yang rentan terhadap gangguan cuaca seperti cabai merah dan beras, lanjut dia.

Apalagi berdasarkan perkiraan BMKG, curah hujan Sumbar pada Maret 2018 intensitasnya menengah hingga tinggi sehingga akan mengganggu proses penjemuran gabah, serta berisiko menyebabkan gangguan produksi cabai merah yang rentan terhadap kondisi lembab dan basah, ujarnya.

Mencermati risiko inflasi tersebut ia mendorong Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumbar melakukan berbagai upaya dalam pengendalian inflasi daerah.

Upaya yang bisa diambil yaitu melanjutkan peta jalan Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 - 2019 melalui pengendalian harga komoditas pangan, terutama beras, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras, kata dia.

Kemudian mendorong swasembada pangan dan menjaga kestabilan harga pangan melalui Gerakan massal Nagari Mandiri Pangan di seluruh wilayah Sumbar dan mengupayakan perdagangan antar kabupaten dan kota dan antarprovinsi melalui koordinasi TPID Provinsi dan TPID kabupaten dan kota.

Lalu mengembangkan sistem peringatan dini untuk menjaga kestabilan harga pangan dengan melakukan kebijakan intervensi pasar oleh kabupaten dan kota dengan memanfaatkan teknologi informasi berupa database berbasis website untuk memantau rencana produksi komoditas pangan, katanya menambahkan.