Jakarta, (Antara Sumbar) - Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN di Vientiane, Laos, baru-baru ini terkait penanganan konflik di Laut China Selatan, kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BBPK) Kementerain Luar Negeri Dr Siswo Pramono.
"Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN di Vientiane ialah Laut China Selatan, selain banyak isu lain di ASEAN," kata Siswo kepada wartawan di sela lokakarya internasional bertema Finding Solutions for South China Sea Disputes from ASEAN Persepective di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, masing-masing delegasi dari negara anggota ASEAN termasuk delegasi Indonesia mengeluarkan pernyataan nasionalnya.
Setelah melihat realitas di lapangan, delegasi Indonesia menilai bahwa negara-negara anggota ASEAN memiliki pandangan yang sama tentang perlunya pemiliharaan stabilitas keamanan di kawasan, kata Siswo.
"Inisiatif-inisiatif Indonesia diterima para anggota ASEAN," ucapnya.
Ditambahkan, delegasi Indonesia memandang putusan Mahkamah Arbitrase Tetap (PCA) pada 12 Juli melibatkan Filipina dan Tiongkok terkait klaim kepemilikan pulau di Laut China Selatan.
Keputusan PCA di Den Haag antara lain mengaskan bahwa klaim wilayah Laut China Selatan berdasarkan sembilan garis putus (nine dash lines) yang diakui China tidak sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
China menolak keputusan itu dan berupaya sekeras mungkin agar ASEAN tidak membuat pernyataan soal itu. Kasus tersebut diajukan Filipina, salah satu negara anggota ASEAN yang memiliki klaim wilayah di Laut China Selatan pada 2013. Dengan dasar sejarah China mengklaim hampir seluruh wilayah perairan Laut China Selatan.
ASEAN beranggota Brunei Darussalam, Filipina, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Singapura.
Selain Filipina, negara ASEAN lain yang memiliki klaim wilayah di kawasan itu ialah Vietnam, Brunei dan Malaysia.
Pertemun menlu ASEAN di Vientiane, Laos, pada 25 Juli 2016 sempat mengalami kebuntuan namun akhirnya memutuskan untuk tak menyebutkan putusan Mahkamah Arbitrase di Den Haag dalam pernyataan bersama mereka.
Sebelumnya Filipina meminta putusan menlu ASEAN menjadi bagian dari hasil pertemuan menlu ASEAN. Tapi kemudian Manila bersedia menarik pernyataannya. Filipina melakukan itu setelah Kamboja yang merupakan sekutu China keberatan atas permintaan Manila tersebut.
Isu Laut China Selatan memang sensitif di kalangan anggota ASEAN karena masalah ini menyangkut hubungan anggota perhimpunan tersebut, dengan China yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat saat ini.
Lokakarya
Pusat Kajian Asia Tenggara (CSEAS) menyelenggarakan lokakarya sehari dengan menghadirkan berbagai pakar dari dalam dan luar negeri dan para peserta dari kedutaan, univesitas dan akademisi.
"Lokakarya ini bertujuan untuk mencari cara-cara terbaik mengelola perselisihan di Laut China Selatan, mencari solusi damai dan mengurangi ketegangan antara paara pihak yang mengklaim (claimants)," tutur Direktur Eksekutif CSEAS, Arisman.
Lokakarya dikemas dalam tiga sesi: Current Development in the South China Sea, ASEAN and the South China Sea dan Peaceful Solutions for South China Sea Disputes. (*)
Berita Terkait
BNI jembatani kerja sama pelaku usaha Indonesia dengan Jepang
Rabu, 7 Desember 2022 18:59 Wib
BNI tawarkan kemudahan bagi pengguna "Local Currency Settlement"
Kamis, 7 Oktober 2021 19:01 Wib
China kirim pasukan lengkap ke Laut China Selatan dan Selat Taiwan
Jumat, 21 Agustus 2020 8:57 Wib
Indonesia Aktif Dorong Kemajuan Penyusunan COC LCS
Senin, 10 April 2017 11:51 Wib
Indonesia Yakinkan Asean Soal LCS
Rabu, 27 Juli 2016 6:02 Wib
Indonesia Berharap Ketegangan LCS Tidak Ganggu Perdagangan
Senin, 18 Juli 2016 16:31 Wib
Indonesia Desak Perdamaian di Laut China Selatan
Rabu, 13 Juli 2016 18:23 Wib
Indonesia Serukan Perdamaian-Stabilitas Jelang Putusan Arbitrase LCS
Selasa, 12 Juli 2016 14:19 Wib