Pemerintah Programkan Peta Dasar Perhatikan Kebutuhan RDTR

id RDTR

Jakarta, (Antara) - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang memprogramkan penyediaan peta dasar berskala 1:5.000 untuk 219 lokasi yang setara dengan luasan sekitar 59 ribu kilometer persegi, dengan memperhatikan kebutuhan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

"Ketersediaan peta dengan spesifikasi yang sesuai kebutuhan merupakan prasyarat utama penyusunan RDTR," kata Plt Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang Budi Situmorang dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, pihaknya juga berkomitmen untuk melanjutkan pertemuan bersama "planners network" (jaringan perencana tata ruang) di dalam agenda terkait membahas penataan ruang lainnya.

Ia mengemukakan, terkait penyediaan peta dasar RDTR, akan dibentuk forum yang melibatkan "planners network" agar bisa secara aktif bersama mengawal dan memastikan penyediaan peta dasar memperhatikan kebutuhan penyusunan RDTR.

Untuk mempercepat proses penetapan RDTR, termasuk pemetaan, Ditjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang setuju dan mendorong pengembangan metode persetujuan substansi peta secara online bersama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG).

"Apabila langkah tersebut diimplementasikan dan didukung oleh semua pihak, harapannya target penyusunan RDTR menurut RPJMN 2015-2019 dapat tercapai," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menggandeng lembaga Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) untuk menilai potensi lahan tanah di lokasi pembangunan infrastruktur dalam rangka mereformulasi Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). "Profesi penilai (Mappi) ini banyak digunakan pemerintah di berbagai negara untuk menilai potensi lahan tanah," kata Ferry Mursyidan Baldan di Jakarta, Selasa (5/5).

Ferry mengatakan pemerintah membutuhkan keberadaan Mappi agar pemerintah dapat mengendalikan harga lahan tanah pada lokasi pembangunan infrastruktur.

Kehadiran Mappi, menurut Ferry untuk menghilangkan praktik percaloan jual beli lahan tanah yang dilakukan para spekulan.

"Dalam kontek ini keberadaan Mappi untuk kepastian tidak ada upaya yang merugikan masyarakat sebagai pemilik lahan," ujar Ferry.

Ferry menambahkan hasil kajian Mappi akan menjadi sumber rujukan untuk menilai suatu obyek lahan tanah. (*)