Padang, (Antara) - Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono, mengingatkan daerah di tingkat kabupaten dan kota di Indonesia harus mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang pemanfaatan lahan pangan secara berkelanjutan, sebagai diamanatkan Undang-undang.
"Kenyataan sampai saat ini masih banyak daerah yang belum memiliki Perda untuk memanfaatkan lahan terlantar menjadi berfungsi untuk meningkatkan produksi pangan," kata Haryono dalam pemaparan saat jadi pemateri pada Seminar Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-33 di Padang, Senin.
Padahal, tambah dia, pemerintah sudah menerbitkan UU Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjut, ditambah dengan empat Peraturan Menteri (Permen).
Secara logikanya, tentu minimalnya daerah sudah punya rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) tentang memfungsikan lahan pengan secara keberlanjutan. Namun, sekarang masih mengandalkan 60-70 persen lahan pangan yang ada di Pulau Jawa, tapi jangan lupa tingkat pengusutannya cukup luar biasa dari tahun ke tahun.
Karena itu, ia mengapresiasi upaya yang dilakukan Pemerintah Pravinsi (Pemprov) Sumbar sudah mau dan menggerakan eksentifikasi pangan dalam memfungsikan lahan-lahan pertanian yang ada.
Haryono mengatakan, saat ini secara keseluruhan di Indonesia dengan penduduk sekitar 248 juta jiwa, tapi lahan pengan yang ditanam secara masih hanya sekitar 13,44 juta hektare.
Artinya dengan jumlah penduduk tersebut, hanya 558 per kapita/segi/orang kepemilikan lahan, jauh berbeda dengan Thailand yang dengan penduduknya hanya sekitar 70 juta, tapi pengembangan lahan pertaniannya hampir 10 kali lipat dibandingkan Indonesia.
Justru itu, menurut dia, adanya regulasi yang dibuat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sehingga lahan - lahan terlantar dapat difungsikan sebagai perluasan lahan pertanian dalam mencapai ketahanan pangan.
Ia menjelaskan dalam pemaparannya, luas lahan yang tidak diusahakan (terlantar), berdasarkan data 2009 tercatat 14.902 hektare, lahan ladang/huma di tahun yang sama 5.453 hektare, dan lahan tegal/kebun/hutan rakyat 12.281 hektare.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan efektifitas UU Nomor 41 tahun 2009 dalam mencegah konversi lahan pertanian termasuk lahan sawah beirigasi.
Ia mengingatkan, ada dugaan krisis pangan akan terus berlanjut dan semakin terkait dengan krisis politik yang melanda berbagai negara dan tidak bisa lepas dari stabilitas ekonomi politik nasional maupun global.
Sebab, krisis pangan global akan mempengaruhi krisis ekonomi dunia yang telah melanda beberapa negara, Indonesia dalam kurun waktu 2014-2019 akan berada dipersimpangan jalan.
Maksud dipersimpangan jalan, kata dia, apakah Indonesia akan mampu menghadapi permasalahan dan tantangan tersebut dengan melakukan koreksi terhadap berbagai kebijakan yang memperlemah kebijakan produksi pertanian dan ketahanan pangan nasional secara jangka panjang.
Ia menambahkan, ataukah Indonesia akan larut dalam krisis pangan yang lebih parah dan yang pada gilirannya akan mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi dan politik di masa mendatang.(*/sir)
Berita Terkait
KPU Pasaman Barat tekankan netralitas PPK saat Pilkada 2024
Sabtu, 18 Mei 2024 17:24 Wib
BMKG: Sumbar harus miliki sistem peringatan dini banjir bandang
Jumat, 17 Mei 2024 9:20 Wib
Menko PMK: Harus ada perhatian khusus tangani bencana di Sumbar
Rabu, 15 Mei 2024 4:36 Wib
Menkominfo: Jurnalistik harus investigasi jangan dilarang
Selasa, 14 Mei 2024 13:48 Wib
Akademisi: Pilgub Papua Barat Daya harus kedepankan kepentingan bangsa
Senin, 13 Mei 2024 21:57 Wib
Ingin tampil di Olimpiade, pelatih Guinea U-23: Kami harus menang
Kamis, 9 Mei 2024 18:11 Wib
Enrique: PSG harus cetak gol duluan jika ingin kendalikan Dortmund
Selasa, 7 Mei 2024 5:59 Wib
Pakar tegaskan Starlink harus kantongi izin operasional resmi
Senin, 6 Mei 2024 14:46 Wib