Jakarta, (Antara Sumbar) - PT Pupuk Indonesia (PI) menjamin distribusi pupuk bersubsidi sampai ke petani, dengan menerapkan sistem distribusi tertutup untuk mencegah penyimpangan sarana produksi tersebut ke sektor lain.
Kepala Corporate Communication PT PI, Wijaya Laksana di Jakarta, Minggu mengatakan, pola distribusi tertutup sangat membantu mengurangi penyelewengan, menjamin pupuk diterima hingga ke petani sesuai prinsip enam tepat yaitu tepat waktu, jumlah, tempat, jenis, mutu dan harga.
"Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian, sistem distribusi pupuk bersubsidi menggunakan sistem tertutup dengan pola Rencana Defitinif Kebutuhan Kelompok (RDKK)," kata Wijaya Laksana melalui surat elektroniknya.
Dia menjelaskan, para produsen pupuk yang terdiri atas anak-anak perusahaan PI bertanggung jawab untuk menyalurkan pupuk bersubsidi hingga ke lini empat, atau sampai ke tingkat kios-kios di seluruh Indonesia.
"Kami juga melakukan pengawasan bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk memastikan pupuk ini sampai ke tangan petani," ujarnya.
Pola RDKK, tambahnya, dibuat untuk menjawab permasalahan yang dulu sering terjadi dalam distribusi pupuk. Dengan pola tersebut maka hanya mereka yang terdaftar dan tercatat sebagai petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang sudah ditentukan dan diverifikasi Dinas Pertanian setempat.
"Jadi tidak dilepas ke pasaran, namun diawasi betul-betul distribusinya dan hanya orang yang sudah tercatat yang berhak memperoleh pupuk bersubsidi," katanya.
Wijaya menyatakan, dengan pola RDKK maka petani harus bergabung dalam kelompok tani, kemudian menyusun RDKK mereka selanjutnya diajukan ke dinas setempat. Data kebutuhan ini yang selalu menjadi dasar penyaluran pupuk bersubsidi oleh produsen pupuk.
"Alurnya jelas, dari gudang lini satu sampai lini empat, kami bertanggung jawab atas penyalurannya. Bahkan masyarakat bisa turut memonitor distribusinya lewat website kami," ujarnya.
Menurut dia, pupuk bersubsidi merupakan salah satu upaya pemerintah membantu meringankan beban biaya produksi petani, karena rata-rata harganya bisa separuh dari harga pupuk di pasaran.
Harga Eceran Tertinggi (HET) Urea saat ini Rp1.800/kg, sedangkan bila tidak disubsidi bisa mencapai Rp3.600/kg, lanjutnya, untuk NPK bersubsidi hanya Rp2.300/kg jauh dibawah harga komersil yang mencapai Rp5.500/kg.
Hingga Juni 2017, menurut Wijaya, penyaluran pupuk urea bersubsidi secara nasional mencapai 1,91 juta ton atau 99 persen dari rencana penyaluran hingga Juni 2017. Untuk NPK mencapai 1,23 juta ton atau 10 persen dari rencana, dan SP36 sebanyak 441.538 ton atau 92 persen.
"Kami tidak menampik masih banyak kekurangan, namun ke depan kami benahi terus agar petani tidak dirugikan, " ujarnya. (*)
Berita Terkait
Solok Selatan tingkatkan pengawasan pupuk bersubsidi
Kamis, 7 Maret 2024 15:19 Wib
Pasaman Barat peroleh kuota pupuk bersubsidi tanaman pangan 20.156 ton
Rabu, 6 Maret 2024 18:43 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Polresta Padang ungkap kasus penyelewengan BBM Bersubsidi
Selasa, 23 Januari 2024 13:03 Wib
Kasus penyalahgunaan gas elpiji bersubsidi
Rabu, 13 Desember 2023 16:20 Wib
Penjualan paket sembako bersubsidi di Batam
Rabu, 1 November 2023 13:02 Wib
Benny Utama Kawal langsung Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi
Senin, 25 September 2023 18:05 Wib
Bupati Solok dukung penyaluran pupuk bersubsidi melalui Bumnag
Selasa, 12 September 2023 4:55 Wib