Problematika ePUPNS

id epupns#asn#



Pemerintah melalui Badan Kepegawaian Negara mengeluarkan sebuah kebijakan dengan sasaran seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kebijakan tersebut dinamakan Sistem Pendataan Ulang PNS Elektronik 2015 atau yang disingkat dengan ePUPNS. ePUPNS merupakan proses pendataan ulang PNS melalui sistem teknologi informasi yang meliputi tahap pemutakhiran data oleh setiap PNS, serta validasi dan verifikasi data secara menyeluruh oleh instansi pusat/daerah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Hal ini merupakan sebuah langkah untuk melakukan monitoring dan evaluasi data kepegawaian untuk meningkatkan dan memelihara keakurasian data. Implementasi ePUPNS berpijak pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang ini mengharuskan pemerintah untuk melakukan penataan ulang sistem informasi kepegawaian karena dinamika perubahan organisasi dan pemekaran wilayah serta adanya perubahan dalam manajemen kepegawaian termasuk di dalamnya manajemen ASN. Kegiatan PUPNS terakhir dilakukan pada tahun 2003 dan pemerintah mengatakan perlu dilakukan PUPNS secara periodik minimal setiap 10 tahun sekali.

Kehadiran ePUPNS bertujuan untuk memperoleh data yang akurat, terpercaya dan terintegrasi, sebagai dasar kebutuhan dalam mengembangkan sistem informasi kepegawaian ASN yang mendukung pengelolaan manajemen ASN yang rasional sebagai sumber daya aparatur negara. Disamping itu juga perlu membangun kepedulian dan kepemilikan (sense of awareness/ownership) PNS terhadap data kepegawaiannya. Sedangkan bentuk data yang dibutuhkan adalah berupa data pokok kepegawaian, data riwayat, data sosial ekonomi, self assessment (penilaian diri), dan lainnya.

Dalam melakukan pengisian ePUPNS terdapat beberapa hambatan yang dirasakan oleh ASN. Kendala yang paling sering dikeluhkan adalah server sibuk. Kondisi ini memaksa ASN untuk bersabar dan bekerja ekstra bahkan hingga larut malam. Pemerintah telah berupaya melakukan pembagian jadwal pengisian sesuai wilayah kerja Badan Kepegawaian Negara akan tetapi server masih saja sibuk. Ditambah dengan batas waktu yang diberikan oleh masing-masing verifikator sangat singkat sehingga membuat ASN menjadi panik.

Kondisi demikian tidak perlu terjadi apabila BKN sungguh-sungguh menjalankan fungsinya. Salah satu fungsi BKN adalah melakukan penyimpanan informasi pegawai ASN yang telah dimutakhirkan oleh instansi pemerintah serta bertanggungjawab atas pengelolaan dan pengembangan sistem informasi ASN. Data kepegawaian ASN mulai dari tahun pertama pengangkatan, pelantikan sebagai pejabat negara, pindah tugas, tugas belajar hingga pensiun sudah terangkum pada program kerja Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan untuk seterusnya disampaikan kepada BKN sesuai regional masing-masing. Apabila BKN menjalankan fungsinya dengan baik, maka pengisian ePUPNS cukup dilakukan oleh BKN regional masing-masing daerah tanpa dibebankan pada masing-masing ASN.

Hambatan lain yang membuat pengisian ePUPNS belum berjalan dengan optimal adalah kurangnya sosialisasi. Sosialisasi menjadi penting dan berguna sebagai bentuk pengenalan program dan sekaligus membimbing ASN mengenai tatacara pengisian data. Sosialisasi juga merupakan wadah mengajukan pertanyaan bilamana ada hal yang kurang dipahami atau hal penting yang ingin diketahui. Namun sangat disayangkan, sosialisasi belum pernah dilakukan. Hal ini membuat para ASN kewalahan dan bertanya pada teman seprofesi yang belum tentu kebenarannya.

Kendala selanjutnya adalah masih terdapat ASN yang gagap teknologi (gaptek). Hal ini berakibat pada kesulitan untuk mengisi data. Pada sebuah sekolah, sejumlah guru menyuruh operator sekolah untuk mengisi ePUPNS masing-masing guru. Tentunya hal ini memberatkan operator dan membutuhkan waktu yang lama ditambah dengan server yang selalu sibuk. Jika satu sekolah memiliki 10 orang guru, maka operator bekerja ekstra untuk mengisikan data 10 orang guru tersebut, sedangkan batas waktu yang diberikan masing-masing SKPD sangat terbatas.

Bertolak belakang dengan hambatan yang dirasakan oleh ASN, Pemerintah memberikan sanksi tegas kepada ASN yang tidak tercatat dalam database ASN Nasional di BKN. Sanksi yang diberikan berupa tidak akan mendapat layanan kepegawaian. Disamping itu dinyatakan berhenti/pensiun. Pemberlakuan punishment tersebut tidak sejalan dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu sanksi tersebut tidak bijak dan tidak memiliki nilai edukatif. Sebaiknya BKN turun ke lapangan untuk melakukan monitoring perkembangan pengisian ePUPNS dan sekiranya menemukan adanya sejumlah ASN yang gagap teknologi diberikan pelatihan dan dibimbing agar mampu mandiri mengerjakan pengisian ePUPNS.

Berdasarkan tujuan yang ingin diraih, program ePUPNS sangat bagus dalam hal manajemen kepegawaian. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan suatu organisasi, karyawan dan masyarakat sebagai user (pengguna) dari layanan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa diterapkannya manajemen yang bagus, termasuk melakukan pendataan ulang ASN yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara.

Program ePUPNS yang tengah berjalan masih jauh dari kata optimal karena masih terbendung dengan problematika teknis, kualitas ASN yang tidak sepenuhnya menguasai teknologi informasi, serta kurangnya komunikasi antara BKN dengan ASN pada masing-masing daerah. Semoga kedepannya BKN mampu melakukan pembenahan dan mencarikan solusi yang bijak dan mendidik agar tujuan program ePUPNS dapat tercapai dengan optimal. (Penulis: Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Unand)