Kemkumham: Beri Perlindungan Hukum Pelapor Perdagangan Orang

id Kemkumham: Beri Perlindungan Hukum Pelapor Perdagangan Orang

Jakarta, (Antara) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengimbau untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap pihak yang membantu menemukan atau melaporkan tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum. "Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya," kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemkumham Wahiduddin Adam dalam diskusi yang bertajuk "Membangun dan Memperkuat Kolaborasi 'Stakeholder' dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang" di Gedung DPR, Jakarta, Kamis. Wahiduddin menyebutkan perlindungan hukum yang harus didapat masyarakat di antaranya, keamanan pribadi, kerahasiaan identitas diri dan penuntutan hukum sebagai akibat melaporkan secara bertanggung jawab terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Dia meyakini dengan terjaminnya perlindungan hukum, maka akan tercipta iklim yang kondusif dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk melaporkan tindak pidana tersebut kepada penegak hukum. Selain itu, menurut dia, paradigma masyarakat juga harus diubah terhadap tindak pidana perdagangan orang, yakni yang semula dianggap isu kriminal menjadi isu publik yang sensitif. "Sehingga, dalam jangka waktu cepat di masyarakat akan tumbuh kepedulian yang sama untuk mencegah dan memberantas persoalan ini secara bersama-sama," tukasnya. Hal itu, dia menambahkan, termasuk dalam upaya pencegahan dini (prevention) dengan cara menyosialisasikan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak terutama di wilayah pedesaan. Dia juga mengatakan dalam upaya perlindungan, bukan hanya perlindungan hukum, tetapi juga pemulangan kembali (repatriasi), pemulihan (rehabilitasi) dan reintegrasi korban kembali ke masyarakat. "Sementara itu, dalam proses penindakan (prosecution) terhadap pelaku, diperlukan kesungguhan dalam menyelidiki, investigasi dan menindak, termasuk menindak pejabat publik dan oknum aparat di daerah yang memfasilitasi kegiatan perdagangan orang itu," ucapnya. Namun, dia mengakui bahwa masih terbatasnya perlindungan bantuan hukum dan pendampingan bagi korban walaupun sudah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum serta pendelegasiannya, yakni PP Nomor 42 Tahun 2013 yang mensyaratkan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum. Selain itu, Wahiduddin juga mengatakan perbedaan persepsi dan koordinasi antarpenegak hukum antarnegara juga masih menjadi kendala. "Seringkali di negara tujuan korban dianggap imigran gelap, sementara di negara asal dilihat sebagai korban," tuturnya. Karena itu, dia mengimbau baik pusat maupun daerah harus menyiapkan perangkat hukum yang memadai. "Sehingga, tidak akan terjadi lempar tanggung jawab untuk menyelamatkan korban," tandasnya. (*/jno)