Padang (ANTARA) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang, Sumatra Barat (Sumbar) menggelar sidang perdana terhadap perkara dugaan korupsi proyek pengadaan pada Dinas Pendidikan Sumbar, Kamis (3/10).
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut dipimpin oleh majelis hakim yang diketahui oleh Akhmad Fazrinoor Sosilo, beranggotakan Juandra dan Hendri Joni.
"Perbuatan para terdakwa secara bersama-sama telah merugikan kerugian negara atau perekonomian negara sebesar Rp5.522.079.927," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pitria Erwina Cs dalam dakwaan yang dibacakan di Padang.
Dalam sidang perdana itu Jaksa Penuntut menghadirkan tujuh terdakwa secara langsung, mereka menjalani persidangan dengan mengenakkan kemeja putih.
Para terdakwa terbagi dalam beberapa kelompok yakni kelompok rekanan pengadaan, pihak Dinas Pendidikan Sumbar, serta Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Provinsi.
Pihak rekanan adalah terdakwa Syarifudin (Direktur CV Inovasi Global), Erika (Direktur CV Bunga Tridara), Suherwin (Wakil Direktur CV Bunga Tridara).
Sementara dari dinas adalah Raymon yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan SMK sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), lalu Rusli Ardion selaku Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK), dan Syaiful Abrar (Guru SMK).
Terdakwa terakhir adalah Doni Rahmat Samulo selaku mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pemerintah provinsi Sumbar.
Mereka menjalani sidang didampingi oleh penasehat hukum masing-masing, kecuali terdakwa Syafrudin yang tidak didampingi oleh pengacara.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa ketujuh terdakwa dengan dakwaan prime melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian dakwaan subsider melanggar pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 yang sama, Juncto (Jo) pasal 18, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaannya Jaksa menjelaskan bahwa perkara itu berawal ketika Dinas Pendidikan Sumbar melaksanakan pengadaan peralatan praktik utama untuk siswa SMK di provinsi setempat pada 2021.
Anggaran bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan pagu anggaran sebesar Rp18,072 miliar.
Pengadaan terbagi dalam empat paket pengadaan yakni pengadaan untuk sektor industri, kedua sektor ketahanan pangan, ketiga kemaritiman, dan terakhir untuk sektor pariwisata.
Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proses tender tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pekerjaan itu sebenarnya sudah ada pelaksanaan tender di awal yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) V hingga ditentukan perusahaan pemenang.
Hanya saja hasil tender itu kemudian dibatalkan untuk diulang kembali, Pokja V malah diganti dengan Pokja VII yang ditunjuk untuk menangani proyek.
Diduga dalam proses tender itu telah terjadi "persekongkolan" atau manipulasi antara para terdakwa sehingga proyek akhirnya dimenangkan oleh perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Syaiful Abrar ke terdakwa lainnya.
Terdakwa Syaiful Abrar yang merupakan guru SMK meminjam perusahaan CV Inovasi Global, CV Bunga Tridara, PT Indotek Sentral Karya, dan CV Sikabaluan Jaya untuk mengikuti tender.
Akibatnya jaksa mendakwa perbuatan para terdakwa itu telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian negara.
Dalam proses penyidikan sebelumnya, salah satu terdakwa yakni Syarifudin telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan sebesar Rp60 juta sebagai barang bukti.
Sidang akan dilanjutkan pada 14 Oktober dengan agenda mendengarkan eksepsi (keberatan) dari pihak terdakwa terhadap dakwaan JPU.
Tim JPU yang menyidangkan perkara itu berasal dari Kejati Sumbar yakni Pitria Erwina, Arif Fansuri, dan Irisan Nadeja.
Pada bagian lain, dalam sidang perdana itu sejumlah terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan penangguhan penahanan ke Pengadilan.
Menanggapi hal itu Hakim sekaligus Pejabat Humas Pengadilan Padang Juandra mengatakan pihaknya akan mempelajari permohonan penangguhan penahanan itu.
"Permohonannya akan diteliti dan dipelajari terlebih dahulu, nanti Ketua Pengadilan yang akan memutuskan apakah (permohonan) diterima atau tidak," katanya.