Painan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat menegaskan Surat Edaran (SE) tentang Program Indonesia Pintar (PIP) adalah menjawab klaim sekelompok orang yang mengaku mengurus bantuan tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Salim Muhaimin menyampaikan dalam video berdurasi 2.44 detik yang diunggah akun facebook widdayunia itu menyebutkan jika bantuan berdasarkan perjuangan salah seorang Anggota Komisi X DPR-RI dari Dapil Sumbar I.
"Tidak demikian adanya. PIP itu ada sistem dan alurnya. Karena itu kami terbitkan SE agar tidak ada politisasi dan klaim sepihak," tegasnya di Painan.
Pada video yang berlokasi di BRI Kecamatan Koto XI Tarusan itu seorang perempuan tampak sedang membagikan kartu PIP sambil mengatakan bantuan berasal dari Anggota Komisi X DPR-RI, Lisda Hendrajoni.
Ia juga memperlihatkan selembar kertas pada kamera sembari menyampaikan pada Lisda Hendrajoni jika telah membagi kartu pada penerima, bahkan menegaskan pada orang tua siswa, itu bukan dana sekolah.
Akan tetapi berasal dari dana Pokok Pikiran Lisda Hensrajoni dan melarang ibu-ibu yang hadir untuk tidak memberikan informasi macam-macam di luar, tanpa menyebutkan jenis informasinya.
Perempuan itu juga meminta penerima agar ingat Lisda Hendrajoni. Tak sampai di situ saja, ia juga mengklaim bakal mengurus bantuan bagi siswa yang belum terdata dalam penerima PIP.
"Ini Pokir Ibu Lisda Hendrajoni, bukan dari sekolah. Jika ada yang belum menerima, berikan datanya pada saya. Kita data lagi. Tapi ingat, infornasinya ke luar jangan macam-macam," sebutnya.
Salim melanjutkan aksi itu telah membuat gaduh di tengah masyarakat dan bahkan terkesan mempolitisir program pemerintah pusat, sehingga pihaknya mengeluarkan SE sebagai upaya menetralisirnya.
Padahal data penerima yang dibagikan itu sudah merupakan usulan dari pihak sekolah pada Dinas Pendidikan dan Kamenag Pesisir Selatan, kemudian yang mereka minta pada sekolah dan diklaim sebagai usulannya.
"Jadi, SE yang kami terbitkan justeru guna menetralisir, sehingga tidak ada politisasi terkait bantuan biaya pendidikan melalui program PIP,"
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam laman resminya merilis penerima PIP adalah siswa yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Keluarga miskin dan rentan miskin, para pemegang kartu keluarga harapan, anak yatim atau piatu dari sekolah panti asuhan atau panti sosial, terkena dampak bencana dan putus sekolah.
Menderita kelainan fisik, korban musibah, orang tua di PHK, berada di daerah konflik, keluarga kena pidana, mempunyai saudara lebih dari tiga orang. Berasal dari lembaga kursus atau pendidikan non formal.
Persyaratan tersebut kemudian dicocokan dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di tiap-tiap sekolah dan jenjang pendidikan, mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga SMA sederajat.
Jika tidak sesuai dengan persyaratan, siswa dipastikan tidak akan menerimanya. Meski begitu sekolah bisa mengusulkan kembali jika memenuhi syarat sesuai yang telah ditetapkan pemerintah.
Tahun ini siswa penerima PIP untuk jenjang SD 10.306 siswa yang Masing-masingnya menerima Rp450 ribu per tahun. Jenjang pendidikan SMP 4.696 siswa, Rp750 ribu per tahun.
"Jenjang pendidikan SMA tercatat sebanyak 2.296 siswa dan SMK 984 siswa penerima, dengan berasan bantuan biaya pendidikan yang mereka terima mencapai Rp1 juta per siswa per tahun," terang Salim.
Ia juga menegaskan hingga kini pihaknya belum menerima surat resmi dari pihak Kemendikbudristek maupun Kementerian Sosial terkait adanya penambahan kuota PIP untuk Pesisir Selatan.
Informasi penambahan yang beredar baru hanya sebatas klaim dari pihak tertentu, namun tidak disertai dengan surat resmi dan besaran jumlah kuota yang ditambah untuk tahun ini.
Memurutnya pemerintah kabupaten tentu akan sangat senang hati jika memang ada penambahan kuota untuk daerah, karena bantuan tersebut sangat membantu para orang tua siswa.
Karena itu dirinya mengimbau pada semua pihak agar tidak menjadikan program PIP sebagai komoditi politik, karena itu adalah hak mereka sebagai warga negara yang memang layak menerima.
Apalagi pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat, sehingga menjadi urusan wajib bagi pemerintah pusat daerah, sejalan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Nah, bagi yang merasa berhak, tapi belum menerima, segera lengkapi persyaratan di kantor nagari (desa). Kemudian berikan pada sekolah," sebut Salim.