Padang, (ANTARA) - Budayawan Sumatera Barat, Edy Utama menyayangkan rumah yang sempat ditempati Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno saat melakukan perjalanan dari Bengkulu ke Sumatera Barat di Kota Padang diruntuhkan oleh pemiliknya.
"Jajaran pemerintahan di Sumatera Barat tidak tahu dengan "labu nan kamek" atau labu yang enak. Lebih sibuk dengan kemasan, minus dengan gagasan," kata dia di Padang, Kamis.
Menurut dia rumah kediaman Ema Idham dulunya milik Dr Woworuntu yang dibangun pada tahun 1930 dan rumah tersebut pernah ditempati oleh Soekarno pada tahun 1942. Bangunan itu merupakan bangunan cagar budaya yang diruntuhkan pemiliknya saat ini pada pekan lalu.
Ia menjelaskan selama lima bulan lebih di Kota Padang usai perjalanan darat dari Bengkulu, Soekarno bermukim di rumah sahabat lamanya asal Manado, Woworunto yang kini kondisi rumahnya telah runtuh. Saat itu, Soekarno belum seorang presiden dan masih seorang tokoh asal Pulau Jawa,” kata dia.
Ketua Bidang Kebudayaan PDI Perjuangan Sumatera Barat, Edy Utama mengatakan dalam kurun waktu yang relatif singkat itu sejarah mencatat, Soekarno diterima dengan baik oleh masyarakat Minang bahkan sampai bertemu dengan Syekh Abdullah Abbas di Padang Japang, Kabupaten Limapuluh Kota.
Menurut dia Soekarno, di saat itu, juga sudah jadi orang yang disegani bala tentara Jepang.
“Dalam konteks hari ini bagi Sumatera Barat yang telah mencanangkan tahun kunjungan pariwisata melalui jargon Visit Beautiful West Sumatera (VBWS) 2023. Sejarah keberterimaan orang Jawa yang diwakili dengan ketokohan Soekarno di tengah masyarakat Minang, merupakan sebuah peristiwa yang layak dikemas sebagai magnet kunjungan wisatawan nusantara terutama ke para Soekarnoisme,” kata dia.
Ia mencontohkan Haul Bung Karno di Kota Blitar dan pada bulan Juni setiap tahunnya, Kota Blitar dibanjiri puluhan ribu pengunjung yang akan menghadiri haul presiden pertama Republik Indonesia itu.
Hal serupa juga dilakukan Kota Bengkulu yang menjadikan rumah pengasingan Soekarno menjadi sebuah museum dan setiap tahunnya, museum ini jadi magnet wisatawan ‘Soekarnoisme’ datang berkunjung ke Bengkulu.
“Di Kota Padang, Sumatera Barat, kediaman Sukarno dengan segala sejarah yang pernah melingkupinya, malah dibiarkan runtuh. Salah satu magnet wisata itu kini dibiarkan tak berbekas. Ini sebuah tragedi bagi sebuah daerah yang telah mencanangkan tahun kunjungan wisatawan,” kata dia.
Menurut dia sampai hari ini, populasi Soekarnoisme itu sangat banyak di Pulau Jawa dan diketahui bersama orang Jawa itu yang terbanyak di negara ini.
"Tentunya, mereka adalah pasar potensial kita dalam konteks industri pariwisata. Sayang, salah satu magnetnya dibuang begitu saja di Sumatera Barat,” kata dia. (*)