Tiga orang petani mengatasnamakan JPSN perjuangkan nasib petani nonmitra ke Ombudsman RI

id JPSN,petani sawit non mitra,Ombudsman Republik Indonesia

Tiga orang petani mengatasnamakan JPSN perjuangkan nasib petani nonmitra ke Ombudsman RI

Tiga orang petani kelapa sawit yang tergabung dalam Jaringan Petani Sawit Nasional (JPSN) mengadukan nasib petani sawit non mitra ke Ombudsman Republik Indonesia, Selasa. (Antara/Altas Maulana).

Simpang Empat (ANTARA) - Tiga orang petani kelapa sawit yang tergabung dalam Jaringan Petani Sawit Nasional (JPSN) mengadukan nasib petani sawit non mitra ke Ombudsman Republik Indonesia terkait belum membaiknya harga Tandan Buah Sawit hingga saat ini.

"Ada lima tuntutan yang kami adukan ke Ombudsman Republik Indonesia," kata salah seorang petani asal Pasaman Barat Jasmir Sikumbang di Simpang Empat, Selasa.

Ia mengatakan kelima tuntutan itu adalah turunkan besaran pungutan ekspor CPO dan hanya dilakukan satu pintu, bubarkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), tindak tegas Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang membeli TBS petani di bawah harga Dinas Perkebunan, turunkan harga pupuk dan bebaskan atau lepaskan kawasan status kawasan hutan pada lahan petani sawit.

"Tuntutan itu langsung kami sampaikan ke kantor Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta bersama perwakilan dari petani Kalimantan Timur dan petani Kalimantan Tengah," katanya.

Menurutnya semenjak pelarangan ekspor CPO oleh pemerintah yang berakibat anjloknya harga TBS membuat petani sawit menderita.

"Jangankan sekolahkan anak biaya makan saja mereka susah," katanya.

Ia menyebutkan berbagai cara telah dilakukan baik disampaikan ke Menteri Perekonomian maupun pemerintah daerah namun tidak juga memberikan hasil.

Untuk itu, katanya, maka petani mengadukan nasibnya ke Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta.

Ia menjelaskan disamping berbicara tentang harga TBS dan pupuk, pihaknya juga meminta ombudsman RI untuk merekomendasikan amandemen Udang Undang Perkebunan No. 39 tahun 2014 yang membolehkan HGU diperpanjang di depan 90 tahun.

"Jika itu terus berlanjut dan diberlakukan maka itu sama saja dengan penjajahan bagi masyarakat," tegas Jasmir Sikumbang.

Ia meminta agar HGU itu hanya 25 tahun dan setelah masanya habis dikembalikan kepada negara untuk digunakan menyejahterakan rakyatnya sebagaimana amanah UUD 45 Pasal 33.

"Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyatnya," katanya. ***1***