Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan menjelaskan saat ini MPR RI sedang menggulirkan sistem perencanaan pembangunan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sehingga lembaganya sedang mendalami wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan dihidupkannya kembali GBHN.
"Ada beberapa kelompok masyarakat yang berpandangan sebaiknya GBHN dimasukkan dalam UUD NRI Tahun 1945. Dengan pandangan seperti itu, sebaiknya dilakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 hanya khusus soal GBHN," kata Syarief Hasan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu dikatakannya secara virtual dalam acara Temu Tokoh Nasional kerjasama MPR dengan Majelis Taklim Al-Mukhlisin Depok di MUI Depok, Jawa Barat, Jumat (11/12).
Terkait dengan dihidupkannya kembali GBHN, menurut dia, ada dua pandangan yang mengemuka, yakni: pertama, sebaiknya GBHN dimasukkan dalam UUD NRI Tahun 1945 sehingga perlu dilakukan amandemen UUD NRI Tahun 1945 hanya pada soal GBHN.
"Alasannya, siapa pun presidennya tidak akan mengubah haluan negara. Setiap calon presiden harus mengajukan strategi pembangunan agar haluan negara bisa tercapai," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, pandangan GBHN diatur dan ditetapkan dengan undang-undang. Hal itu tidak berbeda jauh dengan apa yang sudah dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yaitu pembangunan berpedoman pada UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Namun, Syarief mengungkapkan bahwa ada pandangan lain yang menginginkan dalam perubahan UUD NRI Tahun 1945 agar tidak hanya soal GBHN saja.
"Ada juga pandangan yang mengatakan tidak hanya soal GBHN, misalnya ada keinginan memperkuat kewenangan DPD. Kalau ini yang terjadi, akan terjadi perubahan sistem ketatanegaraan," katanya.
Secara umum, kata dia, ada empat pandangan tentang wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945, yakni: pertama adalah pandangan bahwa tidak perlu dilakukan perubahan kembali UUD NRI Tahun 1945.
Menurut dia, ada pandangan yang menginginkan agar konstitusi tetap seperti sekarang dan tidak perlu dilakukan perubahan.
"Alasannya, persoalannya bukan pada konstitusinya, melainkan pada pelaksanaannya, bagaimana pemerintah bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia," ujarnya.
Kedua, pandangan yang mengatakan agar pembangunan memiliki arah dan lebih komprehensif. Maka, perlu dilakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 hanya soal GBHN saja.
Pandangan ketiga, menginginkan agar dilakukan perubahan secara keseluruhan pada UUD NRI Tahun 1945. Kalau itu dilakukan, terjadi pergeseran terhadap sistem ketatanegaraan.
"Keempat, pandangan yang mengatakan lebih baik kembali ke UUD 1945 yang asli," katanya.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa saat ini MPR sedang mengkaji secara mendalam dengan mencari masukan dari masyarakat terkait dengan wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945.
Oleh karena itu, Syarief mengunjungi berbagai universitas, bertemu gubernur, organisasi kemasyarakatan, pesantren, dan kelompok masyarakat lainnya untuk mendapatkan masukan.
Ia memastikan MPR tidak akan terburu-buru mengambil kebijakan terkait dengan wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945 karena UUD adalah konstitusi berbangsa dan bernegara sehingga perubahannya harus sesuai dengan aspirasi dan harapan dari rakyat.
Berita Terkait
Mendikbudristek: Gerakan Merdeka Belajar upaya majukan pendidikan RI
Kamis, 2 Mei 2024 10:41 Wib
Fajar/Rian gandakan keunggulan RI atas Inggris pada fase grup
Sabtu, 27 April 2024 20:23 Wib
UEA dan RI kolaborasi dukung pengembangan pencak silat
Jumat, 26 April 2024 18:58 Wib
13 desa wisata di Pariaman ikuti ADWI 2024
Jumat, 26 April 2024 14:33 Wib
Menteri ESDM paparkan upaya RI kurangi emisi di forum WECBelanda
Kamis, 25 April 2024 21:05 Wib
Kemenkominfo RI publikasikan prestasi berhasil diraih Pemkab Solok
Kamis, 25 April 2024 5:34 Wib
Personel Lapas Bukittinggi terbatas, Legislator DPD RI lakukan peninjauan
Rabu, 24 April 2024 15:38 Wib
LSF RI edukasi masyarakat Agam tentang gerakan nasional budaya sensor mandiri
Rabu, 24 April 2024 14:27 Wib