Demonstrasi tolak UU Cipta Kerja, mahasiswa Pasaman Barat bertahan hingga malam

id berita pasaman barat,berita sumbar,demo

Demonstrasi tolak UU Cipta Kerja, mahasiswa Pasaman Barat bertahan hingga malam

Demonstrasi mahasiswa Pasaman Barat di halaman kantor DPRD berlangsung hingga Kamis (22/10) malam menolak UU Cipta Kerja. (antarasumbar/Istimewa)

Ketua DPRD Pasaman Barat lebih takut ke partainya dari pada kita yang datang menyampaikan aspirasi,
Simpang Empat (ANTARA) - Ratusan mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar) kembali melalukan demonstrasi sejak Kamis sore dan bertaham hingga malam di halaman DPRD Pasaman Barat.

Mereka menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR-RI dan menagih janji Ketua DPRD setempat yang sebelumnya berjanji kepada mahasiswa menolak UU Cipta Kerja.

Sejak awal demonstrasi berlangsung, hanya dua orang anggota DPPD Pasaman Barat yang menemui mahasiswa yakni Baharuddin R dan Syafridal. Sementara Ketua DPRD tidak terlihat.

Awalnya aksi demo dari mahasiswa berjalan dengan lancar. Namun saat demo berlangsung, sempat terjadi ketegangan ketika mahasiswa ingin masuk ke Kantor DPRD, akan tetapi tidak bisa karena pihak kepolisian, Sat Pol PP dan TNI telah melakukan penjagaan dengan ketat.

"Ketua DPRD Pasaman Barat lebih takut ke partainya dari pada kita yang datang menyampaikan aspirasi," kata salah seorang orator demonstrasi Warham Eka Putra.

Ia mengatakan hanya ingin menyampaikan aspirasi dan tidak anarkis. Pihaknya hanya menyampaikan aspirasi dengan baik-baik.

Sementara itu anggota DPRD Pasaman Barat, Baharuddin R mengatakan Ketua DPRD Pasaman Barat sampai saat ini tidak ada di kantor DPRD Pasaman Barat.

Namun mahasiswa tetap ngotot mau masuk kantor DPRD untuk menemui Ketua DPRD dan bertahan hingga Kamis malam.

Adapun tuntutan mahasiswa adalah menolak dengan tegas pengesahan UU Cipta Kerja, karena bertentangan dengan UU No. 15/2019 Bab II pasal 5 dan Bab XI pasal 96 tentang perubahan atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Kedua menolak upaya sentralisasi kekuasaan melalui konsep Omnibus Law , UU Cipta Kerja yang mencederai semangat reformasi dan otonomi daerah.

Ketiga, menolak penyederhanaan regulasi terkait perizinan Amdal dan aturan pertambangan yang mengancam kelestarian Sumber Daya Alam (SDA) jangka panjang serta mendesak untuk melaksanakan reforma agraria sejati.

Keempat menjamin kehadiran negara dalam terciptanya ruang kerja yang aman, bebas diskriminatif dan dapat memenuhi hak maupun perlindungan terhadap buruh.

Kelima menolak sentralisasi sistem pengupahan buruh, potensi maraknya tenaga kerja outsourcing, serta dikebirinya hak-hak buruh seperti cuti, jam kerja tidak jelas dan PHK sepihak.

Keenam meminta DPRD bersama menyatakan sikap bersama mahasiswa mengenai penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.

Terakhir meminta DPRD Pasaman Barat untuk menyampaikan aspirasi dan mendesak kepada Presiden RI untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang pencabutan Undang-undang Cipta Kerja.***2***