Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa kasus korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung, menjadi peringatan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyaring calon pimpinan yang kompeten.
"Memang kasus ini penting, juga menjadi suatu peringatan ke KPK untuk betul-betul memenuhi segala ketentuan dan hati-hati untuk memenuhi syarat (capim) itu," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
Putusan MA yang mengabulkan kasasi mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) itu merupakan produk hukum yang harus dihormati oleh semua pihak, kata Wapres.
"Itu adalah kewenangan MA yang kita harus hormati. Walaupun benar juga bahwa MA itu tidak 100 persen hakimnya sependapat. Tapi bagaimana pun, kita harus menghormati keputusan itu," tambahnya.
Kasus BLBI sudah berproses selama hampir 20 tahun dan mendekati daluarsa. Sehingga apabila ada pihak yang ingin menggugat putusan MA tersebut, kata Wapres, diharapkan dapat memikirkan dampak terhadap kredibilitas hukum di Indonesia.
Menurut Wapres, apabila putusan MA tersebut digugat lagi, maka bisa muncul ketidakpercayaan terhadap kepastian hukum di Indonesia.
"Kalau sudah dibebaskan begitu sesuai aturan perundangan, kemudian masih diperkarakan lagi, nanti masyarakat atau para pengusaha atau pihak dari luar akan mengatakan tidak ada kepastian hukum di Indonesia. Itu juga penting," jelasnya.
Putusan MA tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, yang mengatakan bahwa berdasarkan putusan Syafruddin harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Selain dibebaskan dari jeratan hukum, kemampuan, harkat dan martabat Syafruddin harus dipulihkan dan dikeluarkan dari tahanan.
Syafruddin A. Temenggung terbukti bersalah atas kasus korupsi dengan merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis bersalah dan memberikan hukuman 13 tahun penjara kepada Syafruddin. Syafruddin sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan permohonan tersebut ditolak serta diperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara.
Berita Terkait
Dikunjungi Presiden Jokowi, Dirut PLN paparkan kesiapan ekosistem kendaraan listrik di Booth PLN di PEVS 2024
Sabtu, 4 Mei 2024 15:49 Wib
Presiden harap semangat memajukan pendidikan terus berkobar
Kamis, 2 Mei 2024 12:13 Wib
KSP: Program JKP bentuk komitmen negara jaga kesejahteraan buruh
Rabu, 1 Mei 2024 14:28 Wib
Prabowo ajak buruh berjuang bersama wujudkan Indonesia Emas
Rabu, 1 Mei 2024 14:28 Wib
Jokowi nobar Indonesia vs Uzbekistan bersama menteri dan relawan
Senin, 29 April 2024 20:16 Wib
Kadin harap Presiden dan Wapres terpilih wujudkan Indonesia Emas
Rabu, 24 April 2024 20:38 Wib
Mahfud Md ucapkan selamat ke Prabowo-Gibran atas penetapan KPU
Rabu, 24 April 2024 15:56 Wib
Gibran kunjungi Rusun Muara Baru usai ditetapkan jadi Wapres terpilih
Rabu, 24 April 2024 14:08 Wib