Sumbar butuh penguatan SOP penanganan gempa-tsunami

id penanganan bencana,SOP penanganan tsunami,DPRD Sumbar

Sumbar butuh penguatan SOP penanganan gempa-tsunami

Anggota DPRD Sumbar, Hidayat. (ANTARASUMBAR/Istimewa)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Anggota DPRD Sumatera Barat Hidayat mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat standar operasi atau SOP penanganan gempa dan tsunami karena potensi bencana itu sangat tinggi di provinsi tersebut.

"Jika gempa dan tsunami seperti di Palu itu terjadi di Padang dan semua infrastruktur lumpuh, harus ada panduan yang bisa dipedomani semua pihak dalam penanganannya," katanya di Padang, Rabu.

SOP itu misalnya mengatur pemindahan tampuk pimpinan daerah secara otomatis jika pascabencana gubernur atau wakil gubernur tidak bisa dihubungi.

Hal itu berlaku juga untuk Polri dan TNI di Sumbar. Pimpinan dua institusi itu harus secara otomatis dialihkan pada pejabat lain yang langsung memimpin anggotanya dalam penanganan bencana, baik pengamanan maupun membantu evakuasi.

"Dalam keadaan normal hal itu tentu tidak mungkin. Namun dalam situasi darurat pascabencana, harus bisa dilakukan dan masuk SOP," katanya.

Juga harus dipertimbangkan kemungkinan runtuhnya infrastruktur kesehatan seperti RSUP M.Djamil dan rumah sakit yang berada di pusat kota yang hanya berjarak sekitar 1-2 kilometer dari bibir pantai.

Harus ada rumah sakit cadangan yang secara otomatis berfungsi sebagai pusat penanganan korban bencana, misalnya di RS HB Saanin Padang yang letaknya relatif jauh dari pantai.

Tidak perlu ada perintah dari manapun. Rumah sakit itu harus beroperasi secara otomatis. Pucuk pimpinan juga secara otomatis sudah ada untuk mengorganisir kerja.

Petugas kesehatan dari daerah penyangga seperti Solok, Sawahlunto dan sekitarnya secara otomatis pula, tanpa menunggu perintah, harus bergerak ke rumah sakit cadangan itu untuk memberikan bantuan medis.

Demikian juga di bidang pendidikan dan kemasyarakatan. Jika gempa terjadi, guru-guru sekolah harus secara otomatis menuju shelter terdekat. Shelter itu adalah yang disepakati dengan orang tua siswa sehingga pascabencana, jelas kemana harus mencari siswa dan guru.

Hidayat menyebut SOP penanganan bencana saat ini tentu sudah ada, tetapi ia meyakini itu jauh dari kata maksimal.

Belajar dari gempa Palu dan Donggala, saat ini adalah momen yang tepat untuk memperkuat SOP tersebut.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar, Rumainur dihubungi dari Padang menyebutkan SOP penanganan bencana itu sebenarnya sudah ada dan selalu disampaikan dalam pelaksanaan simulasi bencana setiap tahun.

Namun ia mengakui memang perlu adanya "pembiasaan" agar SOP itu bisa berjalan secara otomatis jika bencana terjadi.

SOP itu diantaranya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya evakuasi mandiri.

Jika terjadi bencana gempa yang cukup kuat, tiga menit setelahnya akan ada peringatan dini dari BMKG apakah berpotensi tsunami atau tidak.

Kalau peringatannya berpotensi, secara otomatis kepala daerah atau petugas BPBD yang sedang piket akan segera menekan tombol serine peringatan tsunami yang harus ditindaklanjuti masyarakat dengan lari meninggalkan pantai.

Atau jika tidak ingin menunggu tiga meit setelah gempa, masyarakat bisa segera menyelamatkan diri dengan evakuasi horizontal (jalan evakuasi) atau vertikal (shelter).

Yang perlu diingat, anggota keluarga harus telah memiliki kesepakatan mengenai titik kumpul, jika terjadi bencana agar tidak panik saling cari.

Sementara untuk pimpinan daerah jika gubernur dan wagub tidak ada, sudah ada aturannya.

Penanganan pascabencana dilakukan satu hari setelah bencana dengan rapat penentuan status bencana. Pada saat itu rantai komando langsung ditetapkan. (*)