Melihat akulturasi budaya Muslim India dan adat Minang dalam pernikahan

id Prosesi pernikahan etnis India,alkulturasi prosesi pernikahan India

Melihat akulturasi budaya Muslim India dan adat Minang dalam pernikahan

Kedua pengantin etnis keturunan muslim India mengenakan baju pengantin adat Minangkabau. (ANTARA SUMBAR/Melani Friati)

Jumat pagi (6/7) itu, keluarga Ismail Ibrahim, salah seorang Warga Padang keturunan muslim India, terlihat sibuk mempersiapkan hantaran pernikahan ke rumah calon besannya.

Sebagai keluarga mempelai wanita, keluarga Ismail harus membawa hantaran komplet agar proses penjemputan calon mempelai pria dapat berjalan lancar.

Etnis muslim India, salah satu etnis yang sudah ada dan menetap di Kota Padang, Sumatera Barat, sejak abad ke-17. Kedatangan mereka dengan membawa misi dagang sekaligus berdakwah menyebarkan agama Islam.

Menikah dengan warga lokal atau wanita tempatan, merupakan salah satu cara menyebarkan agama Islam kala itu.

Meski telah hidup lebih dari lima keturunan di tanah rantau, namun warga etnis muslim India Padang tidak meninggalkan budaya nenek moyang mereka.

Salah satu budaya yang sampai kini terus mereka lestarikan dapat dilihat dari prosesi pernikahan. Etnis muslim India yang menikah dengan komunitas mereka selalu menggunakan adat India dalam upacara pernikahan maupun pesta perkawinan.

Namun, yang unik dalam prosesi pernikahan etnis keturunan tersebut, mereka tidak saja menggunakan budaya India, tapi juga memadukan adat Minangkabau dalam prosesinya.

Masuknya adat Minangkabau ke dalam prosesi pernikahan etnis India adalah keluarga mempelai perempuan yang menjemput laki-laki. Dalam prosesi penjemputan mempelai pria tersebut, salah satu bahan bawaan adalah carano yang berisikan daun sirih, pinang, tembakau, gambir, dan kapur sirih.

Sebelum akad nikah, keluarga calon mempelai wanita, membawa hantaran ke rumah keluarga mempelai pria, yang berisi pakaian lengkap India yang biasa disebut Sherwani atau jubah pengantin pria. Hantaran itu ditaruh di baki.

Carano lengkap ini salah satu syarat wajib yang harus dibawa keluarga calon pengantin wanita ke keluarga calon pengantin pria.

Selain itu dalam baki juga ada Shurma atau penghias mata lengkap dengan tempatnya. Shurma ini biasa digunakan untuk penghias mata atau celak.

Yang juga tidak boleh ditinggal, yaitu sisir dan bedak padat, yang akan dipakaikan ke pengantin pria. Dan pelengkapnya ada topi India yang dihiasi bunga melati dan mawar yag sudah dirangkai.

Jika salah satu syarat dalam hantaran tidak lengkap, proses penjemputan calon pengantin pria menjadi terhalang.

Hantaran yang dibawa keluarga pihak wanita tersebut diperiksa oleh dua orang pria yang bertugas sebagai pengiring penganten pria, yang disebut Tolemar. Tolemar biasanya ditugaskan kepada pria yang baru menikah.

Sedangkan di Minangkabau, pengiring pengantin wanita disebut sebagai sumandan, yang terdiri dari empat orang wanita yang baru menikah.

Menurut Ismail Ibrahim, proses pernikahan dengan menggabungkan budaya uslim India dengan adat Minang telah berlangsung secara turun menurun.

"Sudah sejak dulu kami pakai adat Minang sebagai bagian simbol budaya tempat kami tinggal. Adat Minang kami gunakan sebagai pendamping budaya India," katanya.

Sebelum melangsungkan pernikahan, kedua keluarga calon pengantin membuat kesepakatan untuk menentukan pihak mana yang akan menggunakan adat India,

dan adat Minang dalam resepsi pernikahan.

Usai akad nikah, kedua pengantin baru disuguhi susu. Selain itu, keluarga pengantin juga membagikan cendana yang diasah kepada tamu undangan pria.

Cendana tersebut kemudian diusapkan ke leher sebagai wujud rasa syukur atas kelancaran acara pernikahan.

Jika dalam adat Minang, datuak dan niniak mamak sangat berpengaruh dalam proses pernikahan, bagi etnis keturunan muslim India, peran datuak dan niniak mamak digantikan oleh tetua keluarga.

Salah seorang yang dituakan dalam keluarga tersebut, Abdul Rais mengatakan akulturasi budaya muslim India dengan adat Minangkabau dalam pernikahan sesama keturunan India, dilakukan sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya lokal, tempat mereka lahir dan dibesarkan.

"Tujuan kami menggunakan adat Minang dan India dalam pesta pernikahan, selain untuk menghargai budaya Minang, juga untuk menyenangkan tamu," ujar nya.

Karena banyaknya orang keturunan India yang menikah dengan wanita Minang pada zaman dahulu, mereka pun lebih senang disebut orang Minang karena menurut adat Minangkabau garis keturunan dalam suku Minangkabau menganut sistem matrilineal, atau garis keturunan ibu.

Di Kota Padang, etnis keturunan India ini hidup membaur dengan warga lokal dan tersebar hampir disetiap kecamatan.

Namun, mereka lebih banyak tinggal di sekitar kawasan Pondok, tepatnya di Pasa Gadang.

Selain pesta pernikahan, budaya muslim India yang sampai hari ini masih terus dirayakan, adalah tradisi serak gulo, yang digelar setiap satu Jumadil Akhir dalam penanggalan Hijriyah.

Tradisi serak gulo, merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, atas rezeki yang didapat sepanjang tahun. (*)