Legislator minta pemerintah lebih memperhatikan pendidikan penyandang disabilitas

id Ledia Hanifa Amaliah

Legislator minta pemerintah lebih memperhatikan pendidikan penyandang disabilitas

Anggota Komisi X DPR, Ledia Hanifa Amaliah. (cc)

Sayangnya RPP ini sama sekali tidak menyinggung soal pembentukan Unit Layanan Disabilitas tersebut
Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah meminta pemerintah lebih memperhatikan hak pendidikan bagi para penyandang disabilitas, dengan merevisi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Akomodasi yang Layak Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas.

Dalam siaran persnya yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, Ledia Hanifa yang juga anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu menyoroti secara tajam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Akomodasi yang Layak Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas yang sedang disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ledia secara tegas meminta pemerintah khususnya Kemdikbud untuk segera merevisi RPP tentang Akomodasi yang Layak Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas dengan mengacu kembali pada ruh pasal-pasal Undang-undang No 8 Tahun 2016 Tentang Disabilitas berikut amanat peraturan turunannya.

"RPP ini nampak 'kosong' dan seolah dibuat tanpa memahami ruh Undang-undang rujukannya yaitu UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Saya khawatir, hak pendidikan penyandang disabilitas kelak akan tetap sulit terakomodasi secara optimal kalau RPP ini tidak diperbaiki," Kata Ledia.

Ledia menjelaskan ruh Undang-undang No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas adalah pemenuhan hak bagi para Penyandang Disabilitas yang terjabar dalam 22 hak termasuk hak pendidikan.

Dalam Undang-undang tersebut, para penyandang disabilitas memiliki kesamaan kesempatan untuk menjadi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan pun penyelenggara pendidikan.

Untuk melaksanakan Undang-Undang pemenuhan hak bagi para penyandang disabilitas ini para penyedia layanan harus melakukan "penyesuaian" yang diperlukan yang dalam undang-undang disebut sebagai "akomodasi yang layak", yaitu modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Untuk mendukung sekolah dan perguruan tinggi memenuhi akomodasi yang layak ini Undang-Undang pun mengamanatkan pembentukan unit layanan disabilitas yang menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk level pendidikan dasar menengah serta kewajiban perguruan tinggi untuk level pendidikan tinggi.

"Sayangnya RPP ini sama sekali tidak menyinggung soal pembentukan Unit Layanan Disabilitas tersebut," ujarnya.

Ledia menambahkan, undang-undang secara eksplisit menyebutkan bahwa upaya merencanakan, menyelenggarakan dan mengevaluasi segala upaya pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas merupakan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah.

"Salah satunya adalah dengan memfasilitasi berdirinya unit layanan disabilitas (ULD). Kalau hal ini tidak dicantumkan dalam RPP maka bagaimana hak pendidikan bagi penyandang disabilitas bisa terwujud, karena ULD inilah yang akan mengatur, menyiapkan dan menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas sesuai dengan ragam disabilitas siswa," katanya.

Ledia juga mengingatkan setiap sekolah tidak boleh menolak siswa penyandang disabilitas tetapi di saat yang sama juga tidak semua sekolah mampu memberikan akomodasi yang layak bagi siswa penyandang disabilitas.

"Maka unit layanan disabilitas inilah yang akan menyiapkan kebutuhan khusus dan penyesuaian bagi penyandang disabilitas di wilayahnya. Termasuk menyiapkan sarana-prasana, guru dan pendamping siswa. Kalau pembentukan ULD ini tidak 'include' diatur dalam RPP akomodasi yang layak, bayangkan calon siswa penyandang disabilitas tidak mampu, yang bersekolah di sekolah reguler desa yang fasilitasnya pun terbatas, maka dapat dipastikan siswa ini tidak akan mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar hingga akhirnya terancam putus sekolah," ujarnya. (*)