Kampus disarankan miliki penerjemah jurnal ilmiah

id kampus

Kampus disarankan miliki penerjemah jurnal ilmiah

Ilustrasi - Kampus. (Antara)

Saya sarankan, agar tiap kampus ada penerjemah untuk membantu menerjemahkan karya ilmiah sehingga dosen maupun profesor tetap menulis dalam Bahasa Indonesia
Jakarta, (Antaranews Sumbar)- Ilmuwan Indonesia di luar negeri menyarankan agar setiap kampus perguruan tinggi di Tanah Air memiliki penerjemah jurnal ilmiah dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris.

"Saya sarankan, agar tiap kampus ada penerjemah untuk membantu menerjemahkan karya ilmiah sehingga dosen maupun profesor tetap menulis dalam Bahasa Indonesia," ujar Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4), Profesor Deden Rukmana, saat dihubungi dari Jakarta, Senin.

Deden yang merupakan profesor penuh di Universitas Savannah, Georgia, Amerika Serikat itu menambahkan jangan menjadi bahasa sebagai kendala dalam menulis jurnal ilmiah.

Sebelumnya, Anggota Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Asep Saifuddin mengatakan para dosen dan profesor mengalami kendala menulis dalam bahasa Inggris yang mudah dibaca, sehingga jurnal tersebut ditolak meskipun substansinya bagus.

"Saya lihat, memang budaya menulis jurnal ilmiah di kampus di Indonesia masih didominasi kampus-kampus seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) maupun Universitas Gadjah Mada (UGM)," tuturnya.

Deden juga mendukung adanya Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor, karena dinilai mendorong agar dosen-dosen rajin menulis.

"Mungkin profesor yang tua-tua komplain, tetapi mendorong dosen yang muda-muda untuk terus menulis dan berkarya."

Dalam Permenristekdikti 20/2017 disebutkan bahwa tunjangan kehormatan profesor akan diberikan jika memiliki paling sedikit memiliki satu jurnal internasional bereputasi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2015-2017).

Jika tak memenuhi persyaratan maka tunjangan tersebut akan dihentikan sementara. Namun peraturan tersebut kemudian direvisi dan pemberlakuannya baru akan dimulai pada November 2019.

"Kalau saya sendiri dalam setahun, rata-rata menghasilkan dua karya ilmiah bereputasi internasional. Bahkan banyak yang sains, yang jurnal ilmiah internasionalnya lebih banyak lagi," papar dia.

Deden juga menyarankan agar dalam menyusun karya ilmiah, dosen-dosen di Tanah Air melakukan kolaborasi dengan dosen di kampus lain dan luar negeri sehingga memudahkan dalam penyusunan karya ilmiah.