Legislator: teknologi pertanian BPTP jangan jadi "penghuni laci"

id teknologi pertanian,BPTP Sumbar,Bibit Bawang,True Seed of Shallot

Legislator: teknologi pertanian BPTP jangan jadi "penghuni laci"

Sejumlah petani membersihkan bawang merah hasil bibit dari biji di Taman Sains Pertanian oleh BPTP Sumbar. (ANTARA SUMBAR/Tri Asmaini)

Arosuka, (Antaranews Sumbar) - Ketua DPRD Kabupaten Solok, Hardinalis Kobal mengatakan teknologi pertanian yang diciptakan Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar, seperti budidaya bawang merah dengan menggunakan bibit dari biji, harus terapkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.

"Hasil penelitan atau inovasi teknologi pertanian yang cocok untuk Kabupaten Solok seharusnya ditindaklanjuti Dinas Pertanian dengan menyosialisasikannya, sehingga tidak terkesan jadi 'penghuni laci'," katanya di Arosuka, Selasa.

Teknologi pertanian, katanya membuat waktu petani lebih efisien dalam berbudidaya. Selain itu, mereka akan ikut merasakan keberadaan lembaga penelitian tersebut.

Menurutnya, selama ini Dinas Pertanian belum maksimal memanfaatan inovasi pertanian yang dihasilkan penelitian BPTP Sumbar. Banyak hasil penelitian dari BPTP hanya tersimpan dan nyaris tak pernah diterapkan oleh petani setempat.

Ia mengatakan BPTP telah memperkenalkan budidaya bawang merah menggunakan biji. Setelah dilakukan uji coba di Taman Sains Pertanian (TSP) Sukarami yang ternyata hasilnya jauh lebih besar dari pada menggunakan bibit dari umbi.

Penggunaan bibit dari biji, bisa menghasilkan 36 ton perhektar, sementara mengunakan bibit dari umbi hanya menghasilkan 15 ton perhektar.

"Keunggulan budidaya bawang merah menggunakan biji ini hendaknya secepat mungkin diperkenalkan ke petani bawang yang masih setia menggunakan bibit dari umbi. Harus segera disosialisasikan agar kebiasaan menggunakan bibit dari umbi bisa diubah," ujarnya.

Dalam budidaya bawang merah menggunakan bibit dari biji juga memiliki kelemahan. Kelemahannya penggunaan bibit dari biji butuh waktu lebih lama, yaitu 40 hari untuk persemaian. Kelemahan ini bisa ditutupi dengan membentuk kelompok tani khusus menghasilkan bibit dari hasil persemaian.

Sementara itu Kepala Bidang Kerja Sama Pelayanan dan Pengkajian Teknologi BPTP Sukarami, Ismon Lenin, mengatakan program teknologi pengembangan bibit bawang merah dengan biji atau metode True Seed of Shallot (TSS) dengan dua varietas Bima Brebes dan Trisula.

Ia menyebutkan sistem Proliga (Program Lipat Ganda) mampu menghasilkan panen mencapai tiga kali lipat, dan dapat menghemat biaya benih.

"Untuk satu hektare, hanya diperlukan biaya bibit Rp10 juta dan biaya penyemaian Rp5 juta, total Rp 15 juta. Sementara, jika bibit dari umbi satu hektare membutuhkan umbi 1,5 ton dengan biaya Rp60 juta. Jadi untuk benih, petani hemat Rp45 juta per hektare," ujarnya.

Selain itu, bibit dari biji juga memiliki berbagai keunggulan, seperti bibit dari biji kemungkinan kecil terkena hama dan penyakit bawaan. Lalu, ketersediaan bibit bisa berlangsung sepanjang tahun.

Karena bisa disimpan sekitar tiga tahun, sementara bibit dari umbi hanya mampu bertahan paling lama tiga bulan. Selain itu, bibit dari biji tidak terpengaruh dengan masalah cuaca dan iklim. (*)