Tindak Pelanggar, Polda Sumbar Tunggu Revisi Permen KP 71/2016

id Kapal bagan

Tindak Pelanggar, Polda Sumbar Tunggu Revisi Permen KP 71/2016

Nelayan berada di kapal bagan mereka yang bersandar di Muara Penjalinan, Padang, Sumatera Barat, Selasa (2/1). (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc/18.)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Kepolisian Daerah Sumatera Barat masih menunggu revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 tahun 2016 turun sebelum melakukan penindakan terhadap pelanggaran perizinan pengambilan ikan di daerah itu.

"Kami masih memonitor kegiatan penangkapan ikan menggunakan bagan di atas 30 grosston (GT) di wilayah laut Sumbar sampai revisi turun, kami tidak akan melakukan penindakan," kata Wakil Direktur Kepolisian Air dan Udara (Pol Airud) Polda Sumbar AKBP Azaz Siagian ketika dihubungi dari Padang, Rabu (10/1).

Menurutnya Polda Sumatera Barat telah menerima surat dari Gubernur dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) setempat yang meminta keringanan terkait persoalan ini.

"Kami telah melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, nelayan, terkait persoalan ini. Jika sudah ada revisi baru kami kembali melakukan penindakan terkait izin," kata dia.

Ia mengimbau kepada para nelayan agar kembali melaut untuk mencari ikan di perairan Sumbar sambil melengkapi aturan yang ada. Apabila revisi telah turun diharapkan seluruh nelayan dapat memenuhi aturan yang telah dibuat.

"Apabila aturan itu telah direvisi kita akan tegas melakukan penindakan terkait perizinan, jenis alat tangkap dan seluruh item yang telah ditentukan," ujarnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri mengimbau nelayan bagan di atas 30 grosston (GT) untuk mengurus izin karena Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memberikan keringanan persyaratan untuk bisa melaut kembali sambil menunggu revisi Peraturan Menteri KP Nomor 71 Tahun 2016.

Kendala pengurusan izin bagi nelayan bagan selama ini adalah penggunaan mata jaring yang tidak sesuai aturan, ukuran lampu dan pengadaan Vessel Monitoring System (VMS) atau alat pantau pergerakan kapal.

Mata jaring yang biasa digunakan nelayan bagan Sumbar berukuran empat milimeter sesuai dengan kegunaannya untuk menangkap ikan ukuran kecil. Sedangkan ukuran mata jaring yang diperbolehkan adalah 2,5 inci, sehingga izin tidak bisa diperoleh.

Nelayan juga kesulitan untuk memenuhi syarat pengadaan Vessel Monitoring System (VMS) atau alat pantau pergerakan kapal karena harganya relatif mahal, sekitar Rp20 juta.

"Setelah adanya keringanan diharapkan nelayan bagan kita segera mengurus izin karena legalitas itu sangat penting," kata Yosmeri. (*)