Gafatar Sesalkan Pengusiran di Kalimantan Barat

id Gafatar, Pengusiran

Gafatar Sesalkan Pengusiran di Kalimantan Barat

Sejumlah warga eks-Gafatar meninggalkan permukiman mereka yang dibakar massa saat hendak dievakuasi dari kawasan Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Selasa (19/1). Permukiman di lahan seluas 43 hektar tersebut dibakar sejumlah oknum masyarakat sebelum 796 warga eks-Gafatar berhasil dievakuasi pemda setempat. (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

Jakarta, (AntaraSumbar) - Mantan pengurus dan juru bicara Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Wisnu Windhani menyesalkan aksi pengusiran anggota Gafatar di sejumlah wilayah seperti di Mempawah, Kalimantan Barat.

"Kami menyesalkan peristiwa ini. Sebab mantan anggota Gafatar berada di beberapa wilayah di Kalimantan Barat hanya untuk bertani," kata Wisnu lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu.

Di Mempawah, kata dia, massa membakar permukiman dan mobil milik Gafatar di Desa Moton pada 19 Januari. Mobil dibakar warga di depan Kantor Bupati Mempawah saat kendaraan itu dipakai 10 orang bekas Gafatar guna menghadap bupati.

Sementara itu, lanjut dia, lebih dari 700 orang bekas Gafatar yang bermukim di Kabupaten Mempawah diminta meninggalkan rumah mereka. Rencananya, mereka akan dipulangkan ke Semarang, Jawa Tengah dan Surabaya, Jawa Timur.

Kejadian serupa, masih kata Wisnu, juga terjadi di Desa Simbak Jaya, Binjau Hulu, Kabupaten Sintang dan Desa Sukadana, Kayong Utara, Kabupaten Ketapang. Seribuan mantan pengikut Gafatar dievakuasi untuk dikirim kembali ke daerah asalnya.

"Salah satu mantan Gafatar Kabupaten Sintang berbicara kepada sejumlah media Nasional, yakni Rohim (48). Dia mengaku resah atas masa depannya, karena tempat tinggal dan lahan pertaniannya harus dia tinggalkan begitu saja. Sementara itu, dia tidak lagi memiliki dana untuk kembali ke daerah asalnya," katanya.

Wisnu mengatakan, nasib yang sama juga dirasakan oleh ribuan bekas Gafatar lainnya di Kalimantan Barat. Mereka tidak lagi memiliki dana untuk berpindah tempat tinggal. Tidak hanya itu, pertanian yang selama ini mereka kelola juga harus ditinggalkan begitu saja.

"Ini bertolak belakang dengan hak asasi manusia yang berlaku di seluruh dunia. Dalam hak asasi pribadi, setiap orang bebas untuk berpindah tempat tinggal. Begitupun dengan bekas Gafatar yang memilih untuk tinggal dan bercocok tanam di Kalimantan Barat," katanya.

"Kami sama sekali tidak mengusik warga, apalagi berbuat anarki ataupun terorisme. Apa salah kami?," kata dia.

Gafatar sendiri semakin disorot belakangan ini atas tuduhan penyebab hilangnya beberapa orang dari Yogyakarta, Jawa Tengah dan Banten. Padahal, Gafatar telah membubarkan diri pada Agustus 2015.

Atas tuduhan sebagai dalang hilangnya sejumlah orang, masyarakat seolah tidak menerima keberadaan bekas Gafatar di sejumlah wilayah Indonesia. Para mantan anggota Gafatar kini ditolak dan diusir oleh masyarakat setempat. (*)