Padang, (Antara Sumbar) - Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno menilai tindakan korupsi yang dilakukan kepala daerah bisa diminimalkan jika sebagian atau seluruh atau sebagian besar pembiayaan saat menjadi calon kepala daerah ditanggung negara.
"Biaya yang harus dikeluarkan calon sangat besar. Salah satu contohnya untuk membayar saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Belum lagi untuk operasional dan kampanye," katanya usai menghadiri acara pencanangan pemasangan pin anti gratifikasi di Padang, Kamis.
Menurutnya untuk pemilihan kepala daerah di Sumbar saja yang penduduknya 4,5 jiwa, ada sekitar 11 ribu TPS. Satu TPS butuh satu saksi dengan honor masing-masing Rp200 ribu. Anggarannya sekitar Rp2,2 miliar.
"Itu belum untuk kampanye. Coba bayangkan untuk provinsi lain yang punya jumlah penduduk puluhan kali lebih banyak dari Sumbar. Atau bandingkan dengan Pemilihan Presiden," katanya.
Selain itu, menurutnya saat menjadi kepala daerah, seharusnya ada perangkat aturan yang memudahkan pemimpin membantu rakyatnya.
"Dulu ada namanya bantuan sosial dan hibah. Tapi untuk Sumbar sejak 2013 tidak bisa lagi karena belum bisa memenuhi kebutuhan wajib seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Padahal saat mengunjungi masyarakat, banyak yang meminta bantuan, tetapi anggarannya tidak ada," kata dia.
Maka, jika ada masjid yang butuh bantuan, maka kepala daerah tidak bisa langsung membantu. Demikian juga jika ada warga miskin yang meminta bantuan secara langsung.
Menurutnya banyaknya tuntutan dan kebutuhan anggaran seperti itulah yang bisa mendorong kepala daerah untuk mencari peluang pembiayaan lain sehingga rentan korupsi.
Ia mengatakan hal-hal seperti itu harus menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dalam membentuk peraturan terkait pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sementara itu Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono menyebutkan wacana yang diapungkan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno tersebut memang bisa menjadi salah satu langkah mencegah perilaku korupsi. Namun membutuhkan anggaran yang sangat besar dan kemungkinan belum bisa ditanggung negara.
Meski demikian, ia mengatakan wacana itu bisa menjadi salah satu pertimbangan nantinya.
Saat ini, menurut dia yang menjadi persoalan di Indonesia adalah krisis keteladanan. Pemimpin belum bisa memberikan contoh yang baik pada bawahan dan masyarakatnya, terutama terkait korupsi. Hal itu dibuktikan banyaknya gubernur, bupati dan wali kota yang tersandung kasus korupsi di KPK.
Tercatat 17 gubernur dan 58 bupati/wali kota di Indonesia yang berurusan dengan KPK. Untuk itu perlu didorong supaya kepala daerah lain untuk benar-benar memberikan contoh anti korupsi, sehingga pegawai di bawahnya tidak tertular, katanya. (*)
Berita Terkait
KPK tangkap tersangka kasus suap pajak di Sulsel
Kamis, 11 November 2021 8:59 Wib
STKIP Adzkia resmi jadi Universitas, Irwan Prayitno jabat Rektor
Jumat, 1 Oktober 2021 13:35 Wib
Irwan Prayitno luruskan informasi terkait polemik anggaran mobil dinas Mahyeldi-Audy
Selasa, 17 Agustus 2021 20:42 Wib
Hasil Survei Parameter Politik Indonesia: Prabowo Subianto capres terkuat
Sabtu, 5 Juni 2021 14:25 Wib
Irwan Prayitno menjadi Guru Besar Luar Biasa di UNP
Senin, 15 Februari 2021 13:52 Wib
KPU Sumbar nilai status tersangka tidak pengaruhi elektabilitas calon kepala daerah
Senin, 1 Februari 2021 11:30 Wib
KPU Sumbar nilai MK tidak berwenang mengadili gugatan Mulyadi
Senin, 1 Februari 2021 10:46 Wib
KPU Limapuluh Kota tunjuk Sudi Prayitno jadi pengacara di MK
Sabtu, 23 Januari 2021 18:02 Wib