Memerangi Perdagangan Telur Penyu Di Sumbar

id Perang, Dagang, Telur, Penyu, Sumbar

Memerangi Perdagangan Telur Penyu Di Sumbar

ANTARA FOTO (Ilustrasi)

Padang, 23/1 (Antara) - Tertangkapnya kawanan pedagang telur penyu di Pondok Kota Padang, Sumatera Barat oleh kepolisian setempat pada 19 Januari lalu merupakan langkah kecil pemerintah dalam memerangi pedagang gelap telur penyu di provinsi tersebut.

Sebelum itu masih banyak kasus penjualan telur dari salah satu satwa langka di dunia tersebut yang telah ditangani aparat keamanan, bahkan sebagian sudah dimejahijaukan di pengadilan.

Secara khusus pemerintah pusat telah lama mengeluarkan peraturan tentang pelarangan penjualan hewan yang dilindungi yang termaktub dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 terkait pengelolaan satwa yang dilindungi di Indonesia.

Di samping itu melalui bagan otonomi daerah, setiap provinsi atau kabupaten dan kota juga gencar mengeluarkan peraturan daerah mengenai perlindungan terhadap hewan reptilia tertua di dunia tersebut.

Meskipun begitu ketat dan berlapisnya pasal yang mengatur hal tersebut, perdagangan telur penyu masih saja berlangsung di beberapa daerah di Provinsi Sumbar.

Menurut Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Padang (BPSPL) R. Andry Indryasworo Sukmoputro faktor sulitnya memberantas perdagangan telur penyu karena saat ini sistemnya telah berubah.

"Bila dulu sistemnya menjual terbuka, saat ini para pedagang bermain belakang dan sembunyi-sembunyi menunggu pesanan datang," kata dia.

Selain itu jangkauan perdagangan penyu saat ini juga sudah tidak melingkupi daerah lokal kota Padang, Pariaman atau Kabupaten Pesisir Selatan.

Melainkan telah masuk pasar antar-pulau bahkan internasional, dan pasokan telur yang dijual di Sumbar bukan lagi diambil dari daerah namun dari wilayah lain semisal Kalimantan.

Secara hukum daerah tersebut masih lemah penanganannya terhadap kasus penjualan telur penyu tersebut.

"Dalam hal ini perlu adanya upaya selain hukum untuk memutus mata rantai mafia tersebut," lanjut Andry yang mengaku memiliki blog pribadi atau halaman di internet khusus membahas masalah penyu.

Ekowisata Penyu

Kementerian Perikanan dan Kelautan melalui BPSPL, kata Andry, telah mencoba melakukan langkah alternatif selain jalur hukum yakni melalui sistem persuasif dan penyuluhan.

Dalam hal ini BPSPL mencoba memutus mata rantai tersebut dengan menginisiasi masyarakat yang bersangkutan dengan telur penyu tersebut untuk melakukan pengembangan ekowisata penyu.

Sebagai contoh apa yang sedang dilakukan BPSPL di Pulau Penyu Kabupaten Pesisir Selatan yakni melakukan mediasi dan promosi tentang pengembangan wisata kepada masyarakat yang disinyalir sering menjual telur penyu.

"Dengan meyakinkan bahwa keuntungan dari ekowisata lebih besar dari penjualan telur, diharapkan dapat menjadi faktor penarik agar masyarakat tersebut beralih tidak menjual telur," kata Andry.

Lebih lanjut konsepnya seperti yang ada di Pulau Pangumbahan Jawa Barat, di mana masyarakat dapat berwisata dengan hanya melihat momen saat penyu mendarat dan bertelur.

Tentunya hal ini tidak bisa dilakukan atas inisiasi BPSPL saja, seperti di Pangumbahan butuh konsorsium dari perusahaan besar untuk mewujudkan hal tersebut.

Namun setidaknya upaya positif diharapkan dapat lebih efektif ketimbang melakukan upaya hukum untuk menekan sekaligus menghapuskan perdagangan telur penyu tersebut.

"Akan tetapi bila hal ini tidak berjalan sesuai yang direncanakan, BPSPL dan Kementerian Kelautan tetap akan mengembalikan upaya pemberantasan mafia kepada pihak keamanan dan diproses secara hukum," ujar Andry yang mengaku tahun ini telah berkoordinasi dengan Polda Sumbar mengatasi persoalan telur penyu tersebut.

Di sisi lain Polda Sumbar telah mengupayakan penangkapan pelaku dan pemberantasan jalur perdagangan telur dan penyu tersebut sejak beberapa tahun ke belakang.

Bahkan kata Wakil Direktur Reskrimsus Polda Sumbar AKBP Hengki pihaknya telah mengurus kasus penjualan telur penyu ini pada 2015 hingga mencapai empat kasus.

Di mana sebagian di antaranya berakhir di meja hijau karena bagian dari jaringan perdagangan telur penyu, imbuhnya.

Selain itu Polda juga mengusut dan mengidentifikasi aktivitas penjualan telur penyu tersebut pada beberapa daerah rawan penjualan antara lain di Padang, Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan dan Pasaman Barat.

Namun begitu tambah Hengki, Polda masih melacak pergerakan perdagangan telur penyu yang sumbernya berasal dari luar.

Beberapa hasil telur yang pernah diciduk dari pelaku pencurian, tercatat bahwa asal telur dari Sumatera Utara, Kalimantan dan daerah lainnya.

Sayangnya, kata dia, sejauh ini Polda belum bisa menindak tegas pelaku atau penjual telur tersebut karena membutuhkan bukti dan asas kuat untuk membuktikan bahwa para pelaku bagian dari mafia tersebut.

"Namun diharapkan upaya preventif yang dilakukan Polda ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku penjual yang notabene sebagian besar masyarakat ekonomi kelas bawah," ujar Hengki.

Di samping upaya pusat dan keamanan, langkah pemberantasan mafia telur penyu ini juga datang dari pemerintah daerah.

Sebagai contoh apa yang dilakukan wali kota Padang Mahyeldi Ansharullah dengan memerintahkan Satuan Polisi Pamong Praja dibantu Kepolisian untuk merazia kios atau warung yang menjual telur penyu.

Kemudian upaya yang dilakukan Pemkot Pariaman dalam mendirikan pusat konservasi penyu.

Kesemua langkah ini tentunya menjadi modal awal berharga untuk memutus jalur perdagangan telur penyu yang tentunya telah terkait perdagangan gelap dunia

Dampak Berbahaya

Pemerintah bukan tanpa alasan melakukan pelarangan aktivitas perdagangan telur penyu di wilayah negara ini, jika tidak menemukan efek bahayanya.

Secara aspek keseluruhan penggunaan telur penyu sangat membahayakan baik bagi manusia maupun ekosistem.

Menurut beberapa penelitian dari perguruan tinggi di Malaysia dan Australia terindikasi bahwa telur penyu mengandung senyawa racun "polychlorinated biphenyl" atau sejenis logam berat mampu memicu timbulnya beberapa penyakit mengerikan seperti kanker, stroke, kerusakan syaraf dan gangguan hormonal.

Di samping itu secara kandungan, telur penyu memiliki kadar protein yang jauh dari telur lain semisal ayam serta tidak adanya kandungan lain yang istimewa.

Bahkan Peneliti Kemaritiman dari Universitas Andalas (Unand) Padang Dr. Indra Junaidi Zakaria mengaku setelah memakan telur penyu tersebut beberapa butir, badan menjadi sakit seperti demam, kepala pusing dan harus istirahat.

Menurutnya hal ini mengindikasikan bahwa mitos yang menyebutkan potensi telur penyu untuk meningkatkan vitalitas tubuh tidak terjadi atau tidak benar.

"Yang ada seperti narkoba, mungkin saja racunnya menyerang kita sesaat dan berdampak pada tubuh seketika," ujar Indra yang mengaku waktu muda sering mengonsumsi telur penyu untuk meningkatkan vitalitas.

Di samping berbahaya untuk kesehatan manusia, dampak negatif lain dari perdagangan dan konsumsi telur penyu yakni dapat merusak ekosistem laut.

Menurut pakar Lingkungan asal Unand Dr. Ardinis Arbain, penyu merupakan hewan yang dikatakan langka karena mampu menjadi penyeimbang dari ekosistem laut.

Secara habitat penyu menyukai tempat yang bersih dan teratur, sehingga secara ekosistem kehadirannya menjadi indikator bahwa perairan tersebut bersih atau tidak.

Selain itu penyu dikatakan satwa langka dan dilindungi karena diperkirakan telah hidup sejak zaman purbakala.

Dengan adanya penjualan telur penyu tersebut, kata dia, itu berarti ada upaya memusnahkan jenis satwa tersebut dari muka bumi.

"Perbuatan ini amat keji dan hanya mafia yang mampu melakukannya, sehingga perlu upaya keras negara dan masyarakat secara bersama untuk memberantasnya," kata Ardinis.