Modal Nekat Omzet Ramalius Kini Rp150 Juta

id wirausaha

Modal Nekat Omzet Ramalius Kini Rp150 Juta

Ramalius (kanan) pemilik usaha kerupuk merah Tiga Putri memberikan arahan kepada pekerja yang sedang menjemur kerupuk. (Foto :Ikhwan Wahyudi/antarasumbar)

wirausaha
Padang, (Antara) Hanya berbekal kenekatan setelah melihat peluang pasar yang cukup besar, Ramalius memilih meninggalkan profesinya sebagai pedagang makanan harian keliling untuk hijrah menjadi pembuat kerupuk merah pada 2004.

Meski tak pernah punya keahlian membuat kerupuk merah, ia belajar sendiri dengan mengamati langsung di tempat lain.

Dengan modal awal hanya Rp15 juta, kini setelah 11 tahun menggeluti usaha itu, tak kurang dari 30 ton kerupuk merah yang diproduksi dengan omzet mencapai Rp150 juta per bulan.

Memang kerupuk merah hanya makanan pelengkap yang lazim dijumpai saat menyantap lontong sayur, lontong pecal, nasi goreng, soto , mi goreng hingga mi rebus hingga nasi ampera.

Akan tetapi, berkat kejeliannya saat menjadi penjaja makanan harian keliling yang melihat tingginya permintaan, kini kerupuk merah buatan Ramalius dengan merek Tiga Putri sudah dipasarkan hingga ke Bandung dua ton setiap bulan.

"Kerupuk merah susah mendapatkannya, permintaan tinggi dengan modal nekat saya coba membuatnya sendiri," ucap pria kelahiran Surian Solok 30 November 1972 itu.

Ditengah kesibukan membuat kerupuk merah di pabrik kecilnya di komplek perumahan Unand Gadut Kota Padang, bapak empat anak itu menceritakan awalnya sama sekali tidak punya ilmu membuat kerupuk merah, sehingga ketika dicoba pertama kali kerupuk yang dibuat gagal karena salah dalam mengaduk adonan.

"Pengalaman pertama membuat kerupuk hasilnya keras, saya rugi Rp6 juta," ujarnya yang kini telah memiliki tujuh karyawan.

Ternyata ada yang tidak diajarkan oleh orang tempat ia belajar membuat kerupuk karena Ramalius hanya mengamati saja.

Rupanya kesalahannya saat mengaduk dan mencampurkan adonan tepung tapioka, garam dan pewarna makanan menjadi salah satu kunci agar kerupuk merah yang dihasilkan bagus, lanjut dia.

Tidak patah arang, Ramalius terus mencoba menyempurnakan kerupuk buatannya, hasilnya dalam satu bulan ia mampu memproduksi hingga setengah ton sebulan.

"Saat itu semua masih manual, belum ada mesin , untuk bisa setengah ton sebulan saja repot," kata suami dari Yasnida itu.

Untuk pemasaran ia sudah punya jaringan saat itu sehingga tidak sulit menjual kerupuk yang dibungkus dalam kemasan lima kilogram yang kini dijual Rp48 ribu.

Musibah Datang

Dua tahun berjalan usaha kerupuk merah yang dirintis berkembang karena Ramalius mulai menggunakan mesin dalam produksi sehingga dapat menghasilkan dua ton per bulan.

"Semua mesin saya rancang sendiri karena belum ada pabrik yang membuat mesin khusus untuk memproduksi kerupuk merah," kata dia.

Namun musibah datang menghampiri Ramalius, karena kompor meledak tempat usahanya terbakar pada 2006 menyebabkan seluruh alat produksinya ludes.

Tidak hanya peralatan kaki Ramalius juga sepat disambar api sehingga mengalami luka bakar ketika itu.

"Uang habis, oven dan semua peralatan produksi juga tidak bisa dipakai," keluhnya.

Karena ingin terus melanjutkan usahanya yang telah menghidupinya , Ramalius mencoba mencari pinjaman modal untuk mulai kembali.

Berdasarkan anjuran tetangga ia mengajukan permohonan bantuan modal usaha ke Lembaga Amil Zakat (LAZ) PT Semen Padang.

"Alhamdulillah permohonan ditanggapi LAZ Semen Padang dibantu Rp10 juta yang langsung dibelikan alat alat, berupa mesin potong , alat pengaduk dan oven," kata dia.

Usai musibah itu Ramalius kembali memulai produksi kerupuk merah dan produknya mendapatkan pasar yang cukup luas.

Setelah tiga tahun berjalan ia pun membeli satu mobil boks untuk memaksimalkan pemasaran sehingga usaha semakin berkembang.

"Karena ingin maju keuntungan sebagian saya tabung akhirnya bisa beli mobil boks untuk mengantar kerupuk, dulu hanya menunggu orang menjemput, dengan ada mobil pemasaran lebih mudah," paparnya.

Kini rata-rata sehari ia mampu memproduksi kerupuk merah hingga satu ton dibantu tujuh orang karyawan. Meski usahanya sudah besar, Ramalius tetap terlibat langsung dalam proses produksi demi menjaga kualitas.

Sambil terus mengaduk campuran adonan tepung tapioka, tepung kanji, garam dan pewarna makanan dalam gentong berwarna biru menggunakan sendok kayu berukuran satu meter, Ramalius mengawasi setiap proses pembuatan hingga menjemur.

Setelah adonan tercampur dengan sempurna beberapa pekerja mulai mempersiapkan oven besar berukuran 1x2 meter untuk memasak adonan itu dengan kayu bakar .

"Walaupun pengadukan sudah bagus pengapian tidak baik maka hasilnya akan jelek," kata dia.

Adonan berbentuk bubur itu dimasak dalam cetakan berbentuk batangan dengan panjang satu meter direbus selama tujuh jam dan setelah dingin didiamkan selama dua hari.

Setelah batangan kerupuk didinginkan selama dua hari dilanjutkan dengan memotong tipis menggunakan mesin yang ia ciptakan sendiri.

"Usai dipotong kerupuk akan dijemur memanfaatkan panas matahari dimana jika cuaca bagus bisa 45 ton sebulan diproduksi," katanya.

Setiap pagi proses kerja akan dimulai dari memotong batangan yang sudah didinginkan untuk dijemur, dilanjutkan dengan membuat adonan hingga memasaknya.

Ramalius mengakui produksi kerupuk bergantung cuaca karena harus dijemur , sebelumnya ia mencoba membuat mesin pengering tapi jebol, akhirnya saat ini kalau hujan akan menghambat pembuatan.

Saat ini untuk pemasaran saat ini Ramalius sudah punya pasar sendiri bahkan ia mengaku kewalahan memenuhi permintaan.

"Pelanggan biasanya menelpon minta berapa lalu diantar dengan mobil boks, ada juga yang menjemput ke pabrik," kata dia.

Ia mengatakan kerupuknya dipasarkan di Padang, Dharmasraya hingga ke Jambi dan Bandung.





Sinergi Usaha

Memaksimalkan pemasaran kerupuknya, Ramalius menjalin kerja sama dengan produsen mi kuning.Ia membantu memasarkan mi sebaliknya pengusaha mi juga menolong pemasaran kerupuknya.

"Kalau orang butuh mi, pasti perlu kerupuk sebagai pelengkap, berapa mi terjual sebanyak itu pula kerupuk diperlukan," ucapnya.

Ia bahkan mengaku belum sanggup memenuhi tingginya permintaan karena masih banyak yang belum terlayani.

"Kerupuk yang dibuat hari ini sudah dipesan dua minggu lalu, kalau pesan sekarang baru dua pekan ke depan diantar," kata dia.

Untuk bahan baku saat ini ia juga sudah bekerja sama dengan pabrik yang ada di Medan yang langsung mengantarkan ke pabrik miliknya.

"Dulu susah karena membeli sendiri ke pasar, sekarang sudah ada yang mengantar, setiap bulan sekitar 45 ton tepung diantar," ucapnya.

Terkait suka duka dalam menjalankan usaha Ramalius menceritakan yang paling sulit mengelola karyawan.

"Sulit ditebak apa maunya, kalau ingin gaji besar diberi borongan tapi juga tidak maksimal, kalau harian kurang giat bekerja," kata dia.

Akhirnya ia mencoba membangun komunikasi dengan karyawan agar paham apa yang diinginkan .

Belajar dari pengalamannya mengelola usaha ia menemukan satu kunci yaitu menjaga kualitas barang agar tetap konsisten.

" Kalau barang tidak bagus orang tidak mau lagi membeli, pembeli akan memilih mana kerupuk yang bagus" ujarnya.

Untuk itu ia selalu disiplin mengawasi setiap proses apalagi jika produksi sudah banyak peluang hasil tidak bagus juga besar.

Ke depan ia punya rencana untuk memperluas usahanya dengan membuat pabrik baru agar produksi lebih meningkat.

Ia mengharapkan LAZ Semen Padang memberikan bimbingan soal manajemen dan pengembangan usaha.

Selama ini pihak LAZ sering datang , namun ia ingin pendampingan lebih fokus bagaimana mengefisienkan tenaga kerja dan mengatasi cuaca.

Manfaat Zakat

Kepala Pelaksana Harian LAZ Semen Padang Muhammad Arif mengemukakan pihaknya fokus mengembangkan program pemberdayaan ekonomi bagi penerima zakat sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan sehingga menjadi lebih berdaya.

"Ada tiga program pemberdayaan ekonomi yang digulirkan yaitu peduli ekonomi, pengembangan potensi dan usaha serta pengembangan ekonomi komunitas," sebut dia.

Ia menjelaskan program peduli ekonomi ditujukan kepada penerima zakat yang memiliki usaha kecil atau mereka yang belum ada usaha untuk diberi bantuan modal.

Ini diberikan kepada pedagang sayur, makanan ringan atau mereka yang skala usaha masih kecil, ujar dia.

Kemudian, program pengembangan potensi dan usaha ditujukan kepada penerima zakat yang telah memiliki usaha, atau mereka yang sudah punya usaha namun sempat bangkrut dengan memberikan penguatan modal.

"Usaha kerupuk merah yang dikelola Ramalius merupakan bentuk nyata program pengembangan potensi usaha," kata dia.

Untuk kriteria masyarakat yang akan dibantu yang paling utama adalah mereka yang masuk kategori fakir atau miskin yang dari segi penghasilan tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal, kata dia.

"Selain itu juga akan dilihat kemauan untuk berusaha dan keinginan untuk membantu diri sendiri. Kalau memberikan bantuan semua orang siap menerima, tapi belum tentu siap untuk maju," kata dia.

Ia menyebutkan pada 2014 pihaknya telah menyalurkan bantuan untuk program pemberdayaan ekonomi sebesar Rp2,7 miliar kepada 794 penerima zakat dari total Rp12,1 miliar dana zakat yang dihimpun.

Penyaluran dilakukan kepada masyarakat yang berada pada ring I perusahaan meliputi 15 kelurahan yang ada di Semen Padang, ring II untuk Kota Padang dan ring III untuk di luar Padang.

Berdasarkan evaluasi sekitar 75 sampai 80 persen usaha usaha yang dibantu berhasil dan lebih berkembang, lanjut dia.

Perbaikan Manajemen

Sementara, praktisi bisnis yang saat ini memimpin 12 unit usaha pada CT Corp Donny Oskaria menilai dalam memulai usaha orang Minang sudah punya modal karakter yaitu, pantang menyerah dan kemampuan adaptasi yang baik.

"Dua faktor ini menyebabkan orang Minang mampu bertahan menjadi wirausaha karena ini adalah syarat mutlak," ucap dia.

Akan tetapi saat ini memang belum ada satu pun perusahaan di Sumbar yang dapat berkembang pesat dan besar dalam jangka waktu lama.

Kesulitan usaha di Ranah Minang adalah soal manajemen, karena itu jika usaha ingin berkembang harus dikelola dengan cara yang pendekatan keilmuan yang profesional, kata dia.

Setelah itu para pelaku usaha harus mampu melakukan pengembangan produk sebagai syarat memenangkan persaingan di pasar, lanjut dia yang juga menjabat Komisaris Garuda Indonesia.

Ia mengatakan pengalaman selama ini mengapa usaha yang ada di Sumbar belum tumbuh besar karena kualitas manajemen yang belum bagus.

Apalagi, tantangan mengelola usaha hari ini jauh lebih berat karena tingginya persaingan karena itu kuncinya adalah bekal yang memadai tentang pengetahuan mengelola usaha.

Untuk itu ia mengusulkan agar sejumlah institusi seperti Hipmi, Kadin, BUMN hingga pemerintah daerah memfasilitasi para pelaku usaha yang sudah sukses untuk berbagi pengalaman sehingga akan tumbuh pengusaha Minang yang kelas nasional dan besar.