Masyarakat Pasaman "Diminyaki" Pinus

id Masyarakat Pasaman "Diminyaki" Pinus

Kabupaten Pasaman merupakan daerah yang memiliki kawasan hutan terbesar di Provinsi Sumbar. Saat ini berdasarkan data Dinas Kehutanan setempat terdapat sekitar 367 ribu hektare kawasan hutan atau 67 persen dari luas daerah yang dimiliki.

Di dalam hutan yang lebat tersebut terdapat banyak jenis pepohonan dan kayu yang pada umumnya dimiliki oleh berbagai daerah di Sumbar, baik yang bisa diolah maupun tidak, termasuk pohon pinus.

Di Kabupaten Pasaman, selain keindahan alam, ternyata pohon pinus mampu memberikan dampak dalam peningkatan ekonomi bagi sebagian masyarakat, terutama pada kalangan yang belum memiliki lahan yang cukup untuk mengembangkan pertanian.

Pada umumnya masyarakat di tanah Tuanku Imam Bonjol itu hidup sebagai petani, terutama tanaman padi kolam ikan dan karet. Tidak heran, kalau kabupaten yang terletak di bagian paling Utara Sumbar yang berbatasan langsung dengan Riau dan Sumut tersebut menjadi daerah yang mengalami surplus beras tiap tahunnya.

Di samping itu, Pasaman juga menjadi pemasok ikan yang telah menguasai berbagai pasar baik di Sumbar maupun di beberapa Provinsi tetangga di Pulau Sumatera.

"Saat ini pohon pinus sudah mulai diolah oleh masyarakat dan menjadi salah satu bagian dalam pendapatan ekonomi masyarakat di Pasaman melalui penyadapan getahnya layaknya pengolahan batang karet," kata Asisten Manager Penyadapan Pinus Kabupaten Pasaman Arifin Siregar di Lubuk Sikaping, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, pengolahan getah pinus memiliki sedikit kelebihan dari karet. Dimana pengerjaannya dapat dilakukan kapan saja karena hasilnya keluar berbentuk minyak yang nantinya dapat dibekukan, sementara karet hasilnya keluar berupa getah yang tidak bisa diolah pada saat hari sedang hujan.

"Walaupun hujan turun, masyarakat pengolah pinus tidak akan rugi, pasalnya minyak pinus tidak akan pernah menyatu dengan air," kata dia.

Dalam pengolahan minyak pinus, selain menggunakan pisau yang biasanya dilakukan pada batang karet, juga dapat dilakukan dengan cara mengupas kulit pohon tersebut dengan menggunakan pisau biasa.

"Nanti, minyak yang keluar dari pohon pinus dapat ditampung dengan wadah seperti tempurung kelapa dan ember," jelasnya.

Pengolahan pinus di Pasaman sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu, persisnya pasca penanaman yang dilakukan pada era 80-an. Dimana pengolahan tersebut dilakukan masyarakat melalui naungan BUMN yang bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan.

"Maraknya pengolahan minyak pinus ini dilakukan masyarakat setempat sejak 2004 hingga saat ini. Sayangnya, belum banyak pemberitaan mengenai hal ini sehingga masyarakat belum begitu tertarik untuk mengolahnya," kata dia.

Ia menyebutkan saat ini pengolahan minyak pinus di Pasaman sudah mampu menghasilkan sekitar 30 ton dalam sebulan dari 240 hektare lahan tanaman pinus. Dari 12 Kecamatan di Pasaman pengolahan terbesar terdapat di Kecamatan Rao yakni seperti dikawasan Polongan Duo dan Muaro Cubadak.

Sementara itu, penjualan satu kilogram getah pinus yang di sadap masyarakat dapat dibeli dengan harga Rp2.500.

"Dalam setiap hari masyarakat mendapatkan penghasilan sedikitnya Rp.75.000 karena rata-rata satu orang mampu mengeluarkan getah pinus sebanyak 30 kilogram," kata dia.

Belum Diminati

Pada saat ini, hasil pengolahan minyak pinus masih dalam bentuk bahan baku karena belum ada pabrik di daerah tersebut yang dapat melakukan pengolahan produk ini dalam bentuk barang jadi sehingga harganya dapat terjual lebih mahal. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat belum begitu banyak yang berminat untuk melakukan usaha menyadap pinus.

Padahal, dari pengolahan hasil pinus dapat menghasilkan berupa Gondorukan dan Terpentine. Dari Gondorukan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjadi pernis, semir sepatu dan batique. Sementara terpentine biasanya dijadikan minyak wangi dan campuran cat.

"Saat ini produksi minyak pinus masyarakat Kabupaten Pasaman di distribusikan ke Kota Medan Sumatera Utara untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut," kata dia.

Disamping itu, pengolahan minyak pinus belum begitu diminati juga disebabkan persepsi masyarakat yang masih rendah dalam memahami hal tersebut. Dimana mereka masih lebih tertarik untuk mengolah getah karet karena harga jualnya melebihi Rp10.000.

Dari sisi pemberitaan, belum banyak media yang malakukan ekspose mengenai manfaat dari pohon tersebut, sehingga masyarakat tidak begitu mengetahuinya. Padahal, di Sumbar sendiri termasuk kawasan yang memiliki banyak pohon pinus.

Walaupun begitu, saat ini sudah terbentuk kelompok masyarakat yang bersedia untuk memproduksi pinus tersebut.

"Kami berharap hal ini dapat diketahui oleh masyarakat dan menjadi alternatif mata pencarian rakyat yang dikembangkan di Sumbar, khususnya Kabupaten Pasaman," katanya.

Perlu Pemeliharaan

Pemerintah Kabupaten Pasaman, memberikan dukungan terhadap masyarakat dalam memproduksi minyak pohon pinus untuk menjadi salah satu sumber ekonomi. Pasalnya, melalui upaya tersebut akan menjadikan hutan pasaman dapat bermanfaat dalam merealisasikan "hutan lestari masyarakat sejahtera".

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman Yozarwardi mengatakan, pemerintah setempat mengapresiasi masyarakat yang mau melakukan pengolahan minyak pinus agar keasrian hutan Pasaman dapat selalu terjaga.

Menurut dia, pemeliharaan pohon pinus dapat memberikan keuntungan dan manfaat yang banyak bagi masyarakat. Apalagi pohon pinus berdampak baik dalam upaya konservasi hutan di Pasaman sehingga mampu menampung air sebagai salah satu sumber kebutuhan masyarakat.

Hingga saat ini, air dari Kabupaten Pasaman masih dapat mengalir dengan baik. Bahkan, mata air yang berasal dari Kabupaten Pasaman menjadi kebutuhan masyarakat hingga ke Provinsi Riau.

"Hal ini merupakan salah satu langkah yang tepat dalam mempertahankan luas, penjagaan dan pemberdayaan hutan di Pasaman," kata dia.

Dikatakan, sebagai salah satu bentuk dukungan dalam pelestarian pinus, Pemerintah Kabupaten Pasaman membentuk berbagai kelompok masyarakat yang bersedia untuk melakukan penjagaan hutan yang hingga saat ini masih menjadi terbaik di Sumbar sejak dua tahun belakangan tersebut.

"Yang menjadi kekhawatiran bagi kita semua hanya apabila hutan tidak diberlakukan secara benar oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selama tidak melakukan pembalakan liar, masyarakat dipersilahkan untuk mengolah hutan," kata dia. (*/wij)