Komnas HAM Kaji Penembakan Teroris Ciputat

id Komnas HAM Kaji Penembakan Teroris Ciputat

Komnas HAM Kaji Penembakan Teroris Ciputat

Penggrebekan teroris di Ciputat, Banten. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengkaji penembakan terduga teroris di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan pada malam tahun baru 2014 untuk mendalami apakah terdapat unsur-unsur pelanggaran HAM terkait dengan penembakan tersebut. "Kami melihat dan mendapat penjelasan terkait dengan bukti-bukti yang didapat di tempat kejadian perkara (TKP), baik di Ciputat maupun di Rempoa," kata Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila di Mabes Polri, Jakarta, Senin. Siti mengatakan bahwa pihaknya telah melihat kembali barang bukti, termasuk di TKP 1 saat terduga teroris Dayat Kacamata alias Daeng tertembak dalam keadaan menaiki sepeda motor dan TKP 2 di rumah kontrakan, lokasi lima terduga teroris lainnya tewas saat baku tembak dengan Densus 88 Mabes Polri. Menurut Siti, hal itu penting didiskusikan karena menyangkut ancaman di luar ancaman terorisme, terutama terkait dengan teologi, karena ini penting untuk dilihat pada ancaman apakah ini sampai pada ancaman ideologi bangsa atau tidak. Oleh karena itu, menurut dia, tidak cukup hanya meminta keterangan polisi, tetapi juga harus melibatkan pemerintah dan unsur terkait untuk dikaji secara serius. "Kami akan minta keterangan saksi. Jadi, kami sudah minta keterangan saksi anggota Densus yang tertembak, nanti kami juga akan mendengarkan (keterangan) keluarga korban (anggota Densus 88)," katanya. Namun, saat ini pihaknya belum pada kesimpulan karena masih mengumpulkan data dan keterangan terkait. "Kami belum pada kesimpulan karena ini bukti dan masih dalam olah TKP, kami akan meminta keterangan saksi, mengagendakan pertemnuan dengan Kapolri, jadi masih mengumpulkan semua. Seluruh keterangan akan kami rekonstruksi mana yang logis dan mana yang tidak," katanya. Pernyataan tersebut menyusul pro dan kontra penembakan terduga teroris yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan undang-undang yang berlaku karena terduga teroris tidak ditangkap hidup-hidup, tetapi langsung ditembak. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman mengatakan bahwa upaya tersebut untuk menyelamatkan nyawa petugas Densus 88 yang juga tengah diserang oleh para kawanan terduga teroris. "Polisi tidak akan menembak mati kalau tidak membahayakan. Jika membahayakan dan malah melempar bom, tentu kita tidak ingin jatuh korban lebih banyak," katanya. Hal senada juga disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Boy Rafli Amar yang menjelaskan bahwa prosedur negosiasi selalu dilakukan ketika penyergapan teroris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penanggulangan Terorisme. Dia mengatakan bahwa personel Densus 88 sudah melakukan beberapa upaya negosiasi, seperti mengimbau teroris untuk keluar dan menyerahkan diri. Namun, karena kondisinya mengacam nyawa, teroris tersebut juga melepaskan tembakan, terjadi saling tembak. "Sudah banyak contoh petugas-petugas kita meninggal dunia karena kalah cepat ditembak oleh mereka para terduga teroris itu," katanya. Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari yang menilai bahwa tindakan penembakan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dalam penangkapan terduga teroris di Ciputat tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak menjalankan prinsip-prinsip negara hukum. Menurut dia, tindakan Tim Densus 88 Antiteror yang menembak mati para terduga teroris saat penangkapan telah melanggar prinsip-prinsip supremasi hukum. "Saya hanya mengingatkan kepada Kepolisian RI, terutama Densus 88, akan bunyi UUD 1945 Pasal 1 Ayat (3) bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka, para terduga teroris itu boleh dihukum mati, tetapi harus melalui keputusan pengadilan. Itu baru namanya negara hukum," ujarnya. (*/jno)