Kapolri Baru Dituntut Tuntaskan Kasus Udin

id Kapolri Baru Dituntut Tuntaskan Kasus Udin

Padang, (Antara) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Sumatera Barat (Sumbar), menuntut Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang baru, Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Sutarman yang menggantikan Jenderal (Pol) Timur Pradopo dapat secepatnya menuntaskan kasus wartawan Udin. Kami minta kepada Kapolri yang baru, Komjen (Pol) Sutarman agar bisa menuntaskan kasus jurnalistik yaitu kasus Udin, kata Direktur LBH Pers Sumbar Ronny Saputra di Padang, Minggu (27/10). Ia menyebutkankan, Komjen (pol) Sutarman tampaknya akan memiliki problem internal, karena dia bukanlah figur yang diusulkan pendahulunya untuk menjabat Trunojoyo 1. Tentu saja, problem internal itu harus segera diatasi, agar tidak mengganggu kinerja Polri yang memang banyak disorot oleh masyarakat, tambahnya. Polri sebenarnya memiliki peta jalan untuk memperbaiki diri, seperti tercantum dalam buku biru reformasi menuju Polri yang profesional. Sayangnya, menurut dia, semua hal baik pada peta itu hanya berhenti sebagai cita cita, beberapa kasus menunjukkan, kesempatan yang dimiliki untuk menunjukkan bahwa Polri akan menjadi lembaga yang bersih dan independen. Jadi, untuk menyegarkan ingatan, Kapolri baru terhadap kasus yang harus diusut tuntas guna menunjukkan kinerja Polri perlu dijelaskan kembali bahwa, 17 tahun yang lalu, tepatnya 16 Agustus 1996, Pukul 16.50 Wib. Seorang jurnalis pemberani dari harian BERNAS bernama Fuad Muhammad Syarifuddin (Udin) meninggal dunia di RS. Bethesda, Yogyakarta. Jurnalis itu meninggal setelah operasi otak akibat penganiayaan yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal di depan rumah kontrakannya di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13 Yogyakarta pada selasa malam pukul 23.30 Wib, 13 Agustus 1996, katanya. Menurut dia, hingga saat ini telah hilang waktu selama 17 tahun lamanya untuk menemukan pelaku penganiayaan yang mengakibatkan kematian Udin. Selama 17 tahun pun kepolisian dan pemerintah tidak serius dalam mengungkap pelaku penganiayaan Udin. Bahkan, tambahnya, dalam penanganan kasus kematian Udin ini pun sarat rekayasa dari pihak kepolisian dengan menjadikan Dwi Sumaji alias Iwik, warga kavling Panasan Triharjo Sleman sebagai tersangka pembunuhan Udin. Berdasarkan keterangan Iwik dipersidangan, ia diculik pada 21 Oktober 1996, di perempatan Beran Sleman dan dibawa ke Parang Kritis. Di Hotel Queen of The South Parangkritis, Iwik disuruh mengaku sebagai pembunuh Udin oleh orang yang mengaku bernama Franki (Serma Pol Edi Wuryanto) dengan alasan untuk melindungi kepentingan Bupati Bantul saat itu. Setelah sebelumnya dijanjikan pekerjaan, uang dan jaminan hidup keluarga. Dalam persidangan 3 November 1997 Iwik dituntut bebas oleh Jaksa Penuntut Umum yang terdiri dari Amrin Naim SH, Yusrin Nichoriawan SH, Ahmad Yuwono SH, dan Hartoko Subiantoro SH, katanya. Pertimbangannya, dalam persidangan tidak diperoleh bukti dan keterangan yang menguatkan dakwaan jaksa bahwa Iwik adalah pembunuh Udin. Pada 27 November 1997 Iwik divonis bebas, Majelis Hakim yang terdiri dari Endang Sri Murwati SH, Mikaela Warsito SH, dan Soeparno SH. Dalam pertimbangannya, katanya, menyebutkan tidak ada bukti yang menguatkan Iwik adalah pembunuh Udin. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian Udin, sudah dapat dipastikan akibat dari pemberitaan yang ia buat di Harian BERNAS, setidaknya ada beberapa tulisan dari Udin yang diduga sebagai pemicu tindakan penganiayaan tersebut, di antaranya adalah terkait dengan penyunatan dana IDT di Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, Bantul, Jawa Tengah. Ia menambahkan, yang mendapat bantahan tegas dari Bupati Bantul, Sri Roso Sudarmo dua hari setelah tulisan pertamanya turun. Tulisan lain yang berpotensi sebagai penyebab penganiayaan adalah terkait dengan pemilihan Bupati Bantul masa jabatan 1996-2001 yang menyinggung ada surat kaleng berisi masalah uang Rp1 miliar yang diberikan seorang calon kepada salah satu yayasan Besar di Jakarta milik orang nomor satu waktu Itu. Fakta-fakta terkait dengan penyebab kematian Udin tersebut malah dikesampingkan oleh Kepolisian, pihak kepolisian masih memaksakan bahwa pelaku penganiayaan Udin adalah Dwi Sumaji alias Iwik, katanya. Hal ini terlihat dari surat Polisi dengan nomor Kop B/4667/VIII/2012 tertanggal 15 Agustus 2012. Di dalam surat tersebut kepolisian menegaskan bahwa kepolisian tetap berkeyakinan pelaku pembunuhan Udin adalah Dwi Sumanji alias Dwi. Padahal pengadilan Negeri Pada 27 November 1997 telah mengeluarkan Putusan yang membebaskan Dwi Sumanji dengan alasan tidak ada bukti yang menguatkan keterlibatan Iwik, katanya. Dengan ketidakseriuasan kepolisian dalam mengusut tuntas kasus Udin, membuktikan bahwa proses hukum di Indonesia masih di bawah intervensi pemegang kekuasaan. Padahal, menurut dia, jika polisi serius maka kasus ini akan mudah untuk membongkar aktor dibalik penganiayaan yang mengakibatkan kematian Udin. (*/WIJ)