Padang (ANTARA) - Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menekankan pentingnya provinsi setempat menyiapkan manajemen ekonomi kebencanaan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.
"Kita harus memiliki manajemen ekonomi bencana karena ini sangat penting," kata Kepala BI Sumbar Mohamad Abdul Majid Ikram di Padang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Kepala BI Sumbar mengingat Ranah Minang masuk ke dalam kawasan cincin api (ring of fire) atau kawasan yang rawan terdampak bencana alam.
Apalagi, pada Mei 2024 dua kabupaten dan satu kota di Provinsi Sumbar dilanda banjir lahar dingin Gunung Marapi, dan banjir bandang yang berasal dari Gunung Singgalang yang menyebabkan kerusakan parah di sektor pertanian.
Oleh karena itu, sambung Majid, Pemerintah Provinsi Sumbar kabupaten dan kota perlu menyiapkan skenario manajemen ekonomi yang berbasis kebencanaan. Untuk menerapkan konsep itu, BI menyarankan agar pemangku kepentingan mencontoh Jepang yang dinilai berhasil dalam hal manajemen ekonomi kebencanaan.
Pentingnya Ranah Minang menggagas manajemen ekonomi bencana tidak hanya ditujukan untuk menyiapkan berbagai kebutuhan pokok pascabencana. Namun, langkah itu juga guna mengantisipasi kerusakan lahan pertanian akibat bencana.
Sebab pada umumnya pertanian menjadi sektor utama mata pencaharian masyarakat di Ranah Minang. Oleh karena itu, apabila lahan pertanian rusak akibat bencana maka akan berdampak langsung pada tatanan kehidupan.
Untuk diketahui, Kementerian Pertanian mengalokasikan bantuan sebesar Rp33,34 miliar untuk memulihkan sektor pertanian pascabencana banjir dan banjir bandang di Sumbar.
Rincian bantuan tersebut Rp20 miliar dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura Rp7,4 miliar dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Rp5,6 miliar. Bantuan itu berupa benih, pupuk dan alat mesin pertanian guna memulihkan lahan pertanian yang rusak parah akibat bencana.