Padang (ANTARA) - Komisi III Bidang Keuangan DPRD Sumatera Barat akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi kerugian negara akibat kerja sama perjanjian Build Operate Transfer (BOT) antara Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata sebagai pengelola Hotel Novotel di Kota Bukittinggi
Ketua Komisi III Ali Tanjung di Padang, Minggu mengatakan BPK tentu memiliki keahlian untuk menghitung keuntungan yang mereka dapatkan sesuai dengan nilai standar yang ada.
"Kita ingin semua ini terbuka dan keuntungan yang didapatkan daerah tentu harus optimal. Jangan ada yang menyelewengkan keuntungan negara tersebut dengan memberikan deviden yang kecil," kata dia.
Selain itu Komisi III DPRD Sumbar akan memanggil pengelola Hotel Novotel Bukittinggi PT Graha Mas Citrawisata rata-rata per tahun Hotel Novotel memberikan sumbangan pada kas daerah sebesar Rp 200 juta, namun baru-baru ini meningkat menjadi Rp 300 juta.
"Masa iya bangunan dan tanah seluas itu namun deviden yang diberikan hanya Rp200 juta per tahun. Sewa ruko dengan luas 10x15 meter saja setahun di sana Rp100 juta, berapa ruko yang dapat jika dibandingkan dengan luas kawasan dan bangunan hotel," kata dia.
Ia menilai bagi hasil yang diberikan pihak Hotel Novotel tidak masuk akal karena kerja sama ini akan habis di tahun 2024 setelah perjanjian BOT selama 30 tahun.
"Di awal mereka memberikan bagi hasil Rp40 juta per tahun lalu naik jadi Rp200 juta dan di zaman Gubernur Mahyeldi ada adendum naik menjadi Rp300 juta. Nilai ini menurut kami masih tidak masuk akal karena Hotel Novotel ini okupansi sangat tinggi namun mereka mengaku rugi. Meski rugi mereka juga ngotot memperpanjang kerja sama, ada apa ini," kata dia.
Selain itu untuk kerja sama nantinya, ia akan melakukan pengawasan secara seksama karena bisa saja pengelola lama ini membuat perusahaan baru dan mengajukan kerja sama BOT dengan Pemprov Sumbar selama 30 tahun ke depan.
Kontrak kerja sama Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata berdasarkan akta perjanjian Nomor 12.090/L/1990 pada tanggal 27 Agustus 1990. Disepakati perjanjian kerja sama selama 30 tahun sejak dioperasikan dengan dua tahun pertama masa pembangunan dan dua lanjutan masa promosi lalu tahun berikutnya hingga 30 tahun masa operasional.
PT Graha membayarkan imbalan kerja sama berupa fixed lease Rp40 juta per tahun dengan eskalasi 10 persen setiap lima tahun dan pembayaran di setiap akhir tahun operasi. Apabila PT Graha mengalami kerugian maka Pemprov Sumbar tetap menerima imbalan Rp40 juta per tahun dan jika kerja sama berakhir maka tanah dan bangunan akan diserahkan kepada Pemprov Sumbar dalam keadaan baik.
Lalu dilakukan adendum perjanjian akta Nomor 120-9/USB-2010 dan Nomor 025/GC/IX/2010 pada 30 September 2010 antara Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata dan disepakati keuntungan bersih setelah diaudit akuntan publik dibagi 20 persen untuk pemprov dan 80 persen untuk perusahaan atau Rp200 juta harus diterima Pemprov Sumbar apabila minimal 20 persen lebih kecil dari Rp200 juta.
Penyetoran tersebut dilakukan sejak akhir tahun 2010 hingga saat ini dan baru tahun lalu meningkat menjadi Rp300 juta.
Pada tahun 2024 kontrak pengelola yang sekarang akan habis dan pemerintah provinsi harus melelang kembali secara terbuka kepada pihak yang memberikan tawaran menarik yang bisa lebih berkontribusi pada keuangan daerah.
Komisi III DPRD Sumbar berkomitmen menambah pundi-pundi pendapatan daerah melalui potensi yang ada baik itu melalui aset maupun optimalisasi pajak.
Sementara itu Anggota Komisi III DPRD Sumbar Zarfi Deson mengatakan pihak pengelola Hotel Novotel sekarang harus dipertanyakan, kenapa masih ingin mengelola padahal rugi. Secara logika itu sangat tidak masuk, hal itu perlu diperdalam oleh komisi.
"Pada dasarnya, kontribusi yang masuk pada pos pendapatan asli daerah akan dipergunakan untuk mengoptimalkan pembangunan daerah, harusnya pihak pengelola aset Sumbar menyadari hal tersebut, " katanya.