Semen Padang Gelar Webinar Kenali Gejala Hepatitis Akut

id semen padang, sph, hepatitis

Semen Padang Gelar Webinar Kenali Gejala Hepatitis Akut

Webinar Semen Padang soal hepatitis/ (Antara/HO-Semen Padang)

Padang (ANTARA) - Menyikapi status Kejadian luar biasa PT Semen Padang menggelar webinar tentang kenali gejala hepatitis akut yang menyerang anak-anak, beserta penyebab dan langkah pencegahannya dengan menghadirkan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Sumatera Barat Dr. dr. Finny Fitry Yani, Sp.A (K) sebagai narasumber.

Webinar tersebut dibuka Direktur Keuangan & Umum PT Semen Padang Oktoweri, dan diikuti ratusan karyawan Semen Padang Grup dan keluarga melalui aplikasi Microsoft Teams.

Webinar tersebut, berlangsung antusias dan itu terlihat dari beberapa pertanyaan seputar hepatitis akut dari peserta webinar yang disampaikan kepada narasumber melalui kolom chat aplikasi Microsoft Teams.

Dalam sambutannya, Oktoweri menyampaikan webinar tentang hepatitis akut yang menyerang anak-anak ini merupakan upaya pencegahan yang digelar PT Semen Padang.

Meski hingga kini belum diketahui penyebab hepatitis akut tersebut, ia berharap webinar ini dapat menambah pengetahuan peserta terkait hepatitis akut.

“Kepada para peserta webinar, kami dari manajemen PT Semen Padang juga berharap agar ilmu atau pemahaman tentang hepatitis akut yang disampaikan narasumber bisa di-sharing kepada keluarga, lingkungan dan rekan kerja di Semen Padang yang tidak bisa hadir pada webinar ini,” kata Oktoweri.

Dokter Finny Fitry Yani dalam materi yang disampaikan mengatakan pengenalan kasus hepatitis akut ini telah terjadi sejak medio Oktober-November 2021, yaitu di Alabama, sebuah negara bagian Amerika Serikat. Di sana, ditemukan 5 kasus anak hepatitis berat + viremia adenovirus.

Namun, kasus hepatitis akut ini pertama kali dilaporkan Inggris pada 5 April 2022. Tiga hari kemudian, 3 negara lain juga melaporkan kasus serupa, sehingga WHO pada 12 April menetapkan hepatitis akut sebagai KLB. Setelah dinyatakan KLB, kasus ini terus bertambah. Bahkan 21 April, WHO menyebut lebih dari 170 kasus hepatitis akut terjadi di 12 negara.

Pada 1 Mei 2022, WHO menduga telah terjadi 228 kasus hepatitis akut yang kemungkinan terjadi di 20 negara dan dari jumlah tersebut, lebih dari 50 kasus masih dalam investigasi. Kasus paling banyak, terdapat di Inggris dengan total 163 kasus per 3 Mei 2022 dan 72 persen dari kasus yang terjadi di Inggris, ditemukan adenovirus.

Bahkan dari jumlah kasus di Inggris, ada 11 kasus yang harus transpalantasi hati, karena fungsi hatinya sudah sangat terganggu. “Di Indonesia pada 16-30 April 2022, diduga ada 3 kasus dan 1 kasus di Sumatera Barat masuk kepada pending klasifikasi, sehingga belum terbukti hepatitis akut,” kata dokter Finny.

Penyakit hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya ini banyak menyerang pada anak usia di bawah 16 tahun dengan perjalanan penyakit yang cepat memburuk dalam waktu yang singkat atau 1 minggu. Namun untuk hipotesis penyebabnya, kemungkinan oleh adenovirus biasa seperti karena jarang terpapar adenovirus waktu pandemi, pengaruh obat atau toksin.

Kemudian, juga karena adenovirus varian baru, sindrom post-infeksi SARS-CoV-2, karena patogen baru: sendiri atau ko-infeksi, dan varian baru SARS-CoV-2. “Sampai kini, kita belum bisa mengambil kesimpulan mana hipotesis yang bisa dipercaya. Namun sebagian besar kasus tersebut, ternyata ditemukan adenovirus F41. Tapi belum bisa disimpulkan penyebabnya,” ujarnya.

Untuk faktor risiko, dokter Finny menuturkan hingga kini belum jelas dan masih diselidiki, serta belum ada bukti yang kuat. Namun, memang ada 2 kasus yang dicurigai tertular. Tapi, 75 persen kasusnya terdapat pada balita dan balita tersebut belum vaksin COVID-19. Tentunya, ini menjadi salah satu yang menguatkan kalau kasus hepatitis akut ini tidak ada hubungannya dengan vaksin.

Untuk gejalanya, biasanya disertai demam, mual dan muntah, dan dua hari berikutnya mata kuning. Bahkan, 71,2 persen pasien yang mengalami hepatitis akut menderita mata kuning. “Sedangkan muntah 62,7 persen, BAB dempul 50 persen, atergi 50 persen, diare 44,9 persen, sakit perut 41,5 persen, demam 30,5 persen, dan gejala pernapasan 18,6 persen,” katanya.

Untuk itu, ia pun mengajak orangtua untuk mengadopsi dan membiasakan kembali cara prilaku/pola hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui 10 indikator, yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI, menimbang bayi dan anak sampai usia 6 tahun secara rutin setiap bulan, menggunakan air bersih, cuci tangan pakai sabun dengan benar, gunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, makan makanan yang sehat, melakukan aktifitas fisik setiap hari dan tidak merokok.

“PHBS ini tidak hanya di rumah, tapi juga di sekolah. Kemudian di samping itu, juga tetap lakukan protokol kesehatan COVID-19 dan jangan lengah. Sebab, COVID-19 belum berlalu, dan protokol kesehatan juga menjaga dari penularan penyakit lain,” katanya.