New York (ANTARA) - Harga minyak lebih tinggi pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), tetapi membukukan penurunan mingguan tertajam sejak November, karena para pedagang menilai potensi perbaikan pada prospek pasokan yang telah terganggu oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei melonjak 3,34 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi menetap di 112,67 dolar AS per barel, setelah mencapai terendah sesi di 107,13 dolar AS.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April terangkat 3,31 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi ditutup di 109,33 dolar AS per barel, setelah mencapai terendah sesi di 104,48 dolar AS.
Harga Brent yang naik lebih dari 20 persen minggu lalu, turun 4,8 persen minggu ini setelah mencapai 139,13 dolar AS pada Senin (7/3/2022). Minyak mentah AS mencatat penurunan mingguan 5,7 persen setelah menyentuh tertinggi 130,50 dolar AS pada Senin (7/3/2022). Kedua kontrak terakhir menyentuh puncak harga ini pada tahun 2008.
Harga minyak mentah telah melonjak sejak invasi, yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus". Minggu ini, patokan berjangka mencapai level tertinggi sejak 2008, kemudian mundur tajam karena beberapa negara produsen mengisyaratkan mereka dapat meningkatkan pasokan.
Pada Jumat (11/3/2022), kekhawatiran pasokan meningkat ketika pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 menghadapi ancaman keruntuhan setelah permintaan Rusia pada menit-menit terakhir memaksa kekuatan dunia untuk menghentikan negosiasi.
"Pembicaraan Iran yang tertunda adalah salah satu faktor pendukung pasar," kata Analis UBS Giovanni Staunovo, menambahkan bahwa "pelaku pasar sekarang akan melacak dengan cermat data ekspor Rusia untuk mengetahui berapa banyak (pasokan) yang terganggu."
Presiden AS Joe Biden mengatakan negara-negara industri G7 akan mencabut status perdagangan "negara paling disukai" Rusia, dan mengumumkan larangan AS terhadap makanan laut, alkohol, dan berlian Rusia. Amerika Serikat melarang minyak Rusia minggu ini.
Minggu depan, kata Staunovo, fokus akan beralih ke laporan pasar minyak dari Badan Energi Internasional (IEA) dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Keduanya telah mengindikasikan pasar akan kelebihan pasokan tahun ini.
Data rig AS dari perusahaan jasa energi Baker Hughes Co menunjukkan pengebor menambahkan 13 rig minyak dan gas alam, sehingga totalnya menjadi 663 rig, peningkatan kesembilan dalam 10 minggu.
Data tersebut merupakan indikator awal dari produksi masa depan. Pejabat pemerintah AS telah meminta produsen domestik dan global untuk meningkatkan produksi.
Pekan ini, konflik Rusia-Ukraina mendorong Amerika Serikat dan banyak perusahaan minyak Barat untuk berhenti membeli minyak Rusia. Ada pembicaraan tentang penambahan pasokan potensial dari Iran, Venezuela dan Uni Emirat Arab.
"Kami sangat memperhatikan katup tekanan yang akan menyerap guncangan pasokan," kata Kepala Ekonomi UBS Norbert Ruecker.
Dalam waktu dekat, kesenjangan pasokan tidak mungkin diisi oleh produksi tambahan dari anggota OPEC dan sekutu, bersama-sama disebut OPEC+, mengingat Rusia adalah bagian dari pengelompokan tersebut, kata Analis Commonwealth Bank, Vivek Dhar.
Beberapa produsen OPEC+, termasuk Angola dan Nigeria, telah berjuang untuk memenuhi target produksi, membatasi kemampuan kelompok itu untuk mengimbangi kehilangan pasokan dari Rusia.
Berita Terkait
Pertamina cek kualitas BBM dua SPBU di Kota Padang
Jumat, 5 April 2024 19:12 Wib
Antisipasi tumpahan minyak di perairan Dumai
Rabu, 3 April 2024 21:19 Wib
Kilang Balikpapan tingkatkan kapasitas jadi 360 ribu barel
Minggu, 31 Maret 2024 11:46 Wib
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Pemkab Agam olah limbah plastik jadi bahan bakar minyak
Kamis, 22 Februari 2024 9:05 Wib
Pabrik pengolahan minyak sawit di Aceh Tamiang terbakar
Jumat, 16 Februari 2024 5:53 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 7:56 Wib