Layanan cuci darah ditanggung JKN-KIS, Nur Widawati : pelayanannya memuaskan

id cuci darah, bpjs kesehatan, jin kis

Layanan cuci darah ditanggung JKN-KIS, Nur Widawati : pelayanannya memuaskan

Nur Widayati menunjukkan KIS sebagai identitas resmi Peserta JKN-KIS. (Antara/Istimewa)

Padang, (ANTARA) - Sejak menikah, kepesertaan jaminan kesehatan Nur Widayati (44) langsung secara otomatis menjadi tanggungan suaminya yang berprofesi sebagai Hakim. Suami Nur, Nasorianto (55) mulai merasakan sakit diabetes sejak 1999.

Sejak terdiagnosis diabetes, Nasorianto rutin melakukan pengobatan dengan menggunakan jaminan kesehatan untuk Aparatur Sipil Negara dan Pejabat Negara yang diselenggarakan oleh PT Askes (Persero).

Bertransformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 membuat kepesertaan Nasorianto sekeluarga secara otomatis juga bertransformasi menjadi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

“Kami dari Jambi pindah ke Padang lima tahun yang lalu, bapak kurang bisa mengontrol diabetesnya lalu pada tahun 2017 mulai ada keluhan-keluhan kemudian kita periksa ke dokter sudah didiagnosis sakit ginjal,” ujar Nur.

Oleh seorang dokter di rumah sakit mitra BPJS Kesehatan, Nasorianto saat itu sudah diarahkan untuk segera melakukan hemodialisa: cuci darah. Tetapi karena di keluarganya masih awam tentang tindakan cuci darah, perasaan takut masih menjadi kendala Nasorianto melakukan tindakan cuci darah.

“Karena kami pikir cuci darah itu mengerikan,” sambung Nur.

Saat menghadiri kegiatan Sambung Rasa Peserta JKN-KIS Pengguna Layanan Cuci Darah di RS BMC Padang, Nur Widayati bercerita bahwa ia dan suaminya sempat mengakses beberapa rumah sakit mitra BPJS Kesehatan lain dan berharap akan ada diagnosis serta terapi lain bagi suaminya selain cuci darah.

“Baru setelah kami berobat di BMC bapak mau melakukan cuci darah, (dari) sekitar bulan Mei 2018 sampai sekarang, (cuci darahnya) seminggu dua kali,” tambahnya.

Seluruh biaya tindakan cuci darah Nasorianto, kata Nur Widayati, sepenuhnya ditanggung oleh Program JKN-KIS yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Ia dan suami tidak pernah dikenakan biaya tambahan sama sekali oleh RS BMC Padang.

“Kami dari awal cuci darah selalu dimudahkan, rutin Rabu dan Sabtu tidak pernah ada masalah. Pelayanannya di RS BMC Padang ini baik semua. Terakomodir semua kebutuhan penyakit bapak,” ujarnya.

Nur Widayati berterima kasih kepada peserta JKN-KIS lain yang disiplin membayar iuran meskipun tidak sakit. Ia pun juga berpesan kepada peserta JKN-KIS yang masih sehat untuk tidak merasa rugi jika tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan.

“Padahal kan maksud program ini (JKN-KIS) gotong royong itu yang sehat bisa membantu yang sakit begini kan,” pesannya.

Sampai saat ini Nur tak bisa membayangkan jika cuci darah suaminya tidak ditanggung Program JKN-KIS. Padahal setiap cuci darah jika tidak dijamin Program JKN-KIS, setidaknya seorang pasien harus mengeluarkan kocek senilai Rp. 1juta per sekali cuci darah, itu artinya sebulan minimal Rp. 8juta.

“Jika ndak dijamin BPJS Kesehatan, nggak ngerti tuh harus bayarnya seperti apa. Mungkin gajinya habis untuk cuci darah aja gitu,” ungkapnya.

Kalau sampai menunggak iuran, kata Nur Widayati, tentu akan ada konsekuensi yang diterima seperti kartunya non aktif dan tidak bisa mengakses layanan kesehatan. Seseorang tidak akan pernah tahu sakit itu datangnya kapan, sehingga Nur menganjurkan kepada peserta menunggak untuk segera melunasi tunggakan lalu membayar tepat waktu setiap bulannya.

“Gimana diupayakan harus membayarlah, jangan menunggak. Kalau cuma mampunya kelas tiga ya sudah, rutin untuk membayar saja karena untuk kepentingan sendiri juga kalau sakit,” ujarnya.