"Berdasarkan hasil kajian fiqih, melihat kondisi kekinian pelaksana boleh menjual kulit hewan kurban sehingga bisa dimanfaatkan oleh yang lebih membutuhkan," kata Sekretaris MUI Kota Padang, Mulyadi Muslim di Padang, Jumat.
Menurut dia 15 abad lalu dalam prosesi penyembelihan hewan kurban orang membutuhkan kulit hewan sehingga tidak ada yang mubazir.
Namun sekarang, kondisinya sudah berbeda, kulit hewan kurban tidak banyak orang yang bisa mengolahnya sehingga pilihan yang bisa diambil adalah diberikan kepada yang membutuhkan atau dijual, jelas dia.
Akan tetapi, ia mengingatkan panitia dalam menjual kulit hewan bukan untuk mencari keuntungan.
Mulyadi berpendapat jika penjualan kulit hewan kurban dilarang sementara tidak ada yang bisa mengolah jadinya akan mubazir.
Sementara terkait dengan apakah panitia mengupah tukang jagal untuk menyembelih hewan kurban ia juga berpendapat dapat dibolehkan.
"Ini juga mengacu kondisi saat ini yang tidak semua orang bisa dan terbiasa menyembelih hewan kurban," kata dia.
Apalagi dalam syariat amat dianjurkan dalam menyembelih hewan kurban sedapat mungkin tidak menyakiti dan memakai pisau tajam.
"Kalau yang menyembelih orang yang belum terlatih dikhawatirkan akan menyakiti hewan kurban," ujarnya.
Selain itu, belajar dari berbagai kejadian saat penyembelihan karena kurang terampil ada hewan yang kabur, atau petugas kewalahan menjinakkan.
"Mengantisipasi hal itu dapat dipakai jasa jagal hewan profesional sehingga pelaksanaan penyembelihan lebih efektif," tambah dia.
Ia menilai untuk upah ini dapat diambil dari iuran peserta di luar biaya pembelian sapi.