Solok fokuskan program Kotaku di Kelurahan Koto Panjang

id Reinier,program kotaku,berita solok,berita sumbar,sumbar terkini

Solok fokuskan program Kotaku di Kelurahan Koto Panjang

Wakil Wali Kota Solok, Reinier menyampaikan progres program Kotaku di Solok, Selasa. (Antara sumbar/ Tri Asmaini)

Solok, (ANTARA) - Pemerintah Kota Solok, Sumatera Barat, tahun ini memfokuskan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Kelurahan Koto Panjang, Kecamatan Tanjung Harapan untuk menurunkan luas permukiman kumuh di daerah setempat.

"Pada 2019 ini, kami fokuskan membenahi drainase lingkungan dan genangan air di kawasan Aie Mati di Kelurahan Koto Panjang yang masih belum tuntas," kata Wakil Wali Kota Solok, Reinier saat acara lokakarya program Kotaku 2019 di Solok, Selasa.

Ia menyebutkan pihaknya membutuhkan dana sekitar Rp9 miliar untuk pembenahan kawasan kumuh tersebut.

Menurutnya, program untuk mengurangi kawasan kumuh harus dengan kolaborasi berbagai pihak mulai dari lurah, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Perkim dan Kesehatan, Pemerintah Daerah, terutama masyarakatnya.

Untuk skala lingkungan, di Kota Solok sudah dilaksanakan pekerjaan sebesar 90 persen. Target di Kota Solok ada 168,3 hektare kawasan kumuh.

Dalam skala kawasan, ada enam kota di Sumbar yang mendapatkan prioritas utama, salah satunya Kota Solok. Kota Solok memiliki skala kawasan kumuh yang lebih dari 15 hektare.

Reinier juga berpesan kepada seluruh lurah yang ada di Solok untuk mencermati seluruh hal yang ada, termasuk penyelesaian kendala di lapangan.

Pihaknya bersyukur, selama tiga tahun pelaksanaan Kotaku di Solok berjalan lancar dan selesai tepat waktu.

"Saya harap lokakarya ini membantu peserta agar dapat mewujudkan Kota Solok bersih dan asri tanpa ada kawasan kumuh di lingkungan masing-masing," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Balai Prasarana Pemukiman Sumatera Barat, diwakili Team Leader Konsultan Manajemen, Bajang Ahmadi mengatakan ada tujuh indikator suatu daerah disebut pemukiman kumuh, seperti, Kondisi bangunan gedung, jalan lingkungan.

Kemudian drainase lingkungan, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, sistem penyediaan air minum, dan proteksi kebakaran.

Menurutnya, salah satu hal yang sulit dalam pembenahan kawasan kumuh karena sulitnya merubah perilaku masyarakat dalam mendukung kebersihan dan kesehatan daerah.

"Jika kolaborasi pemerintah pusat dan daerah sudah komitmen memberantas kawasan kumuh, tapi masyarakat masih hidup dalam budaya yang tidak bersih akan sulit jadinya," sebutnya.

Jadi, diperlukan sinergi berbagai pihak agar dapat menjaga Kota Tanpa Kumuh keberlanjutan, sehingga tidak berpotensi munculnya kawasan kumuh kembali.

Selain itu, pemateri dari biro Kerjasama, pembangunan, dan rantau Sekretariat Daerah Sumbar, Doni Rahmat Samulo. (*)