Painan, (ANTARA) - Pengelola objek wisata Pantai Batu Kodi, Nagari Painan Selatan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat mengutamakan kenyamanan wisatawan dengan tidak membebankan tarif masuk dan juga tidak mematok ongkos parkir.
"Objek wisata Pantai Batu Kodi sudah saya kelola sejak tiga tahun terakhir, dengan mengutamakan kenyamanan kian hari makin banyak wisatawan yang berkunjung," kata pengelola objek wisata Pantai Batu Kodi, One (54) di Painan, Rabu.
Ia menambahkan ide menggratiskan tarif masuk serta tidak menetapkan ongkos parkir lahir dari pengalaman pribadinya ketika berkunjung ke beberapa objek wisata.
"Memang tarif masuk ke objek wisata tidak seberapa begitu juga dengan ongkos parkir, tapi kadang-kadang hal tersebut membuat pengunjung tidak nyaman. Karena objek wisata ini milik keluarga makanya saya bisa mengatur segala sesuatunya dengan lebih leluasa sehingga tarif masuk digratiskan begitu juga dengan ongkos parkir yang tidak mengikat," jelasnya.
Namun lanjutnya hal tersebut malah membuat objek wisata tersebut semakin ramai, bahkan ada diantara pengunjung sudah berlangganan untuk mampir baik pada hari kerja, libur akhir pekan hingga libur nasional.
"Setiap sebulan sekali selalu ada rombongan satu keluarga dari Bengkulu yang datang ke sini, paling sebentar mereka menghabiskan waktu dua atau tiga jam untuk bermain pasir, mandi laut dan melakoni kegiatan lain" sebutnya.
Mereka berasal dari Pekanbaru dan bekerja di Bengkulu dan setiap bulannya pulang ke Pekanbaru, setiap melewati objek wisata tersebut mereka selalu mampir, imbuhnya.
Guna menambah kenyamanan wisatawan pihaknya juga menyediakan areal parkir yang representatif, menyediakan pondok-pondok untuk beristirahat, serta kamar mandi.
Di lokasi wisatawan bisa menikmati Teluk Painan yang tenang serta gugusan pulau cantik di sekitarnya, pohon-pohon di lokasi cukup rindang membuat siapa saja betah berlama-lama.
Ia mengungkapkan nama Pantai Batu Kodi berasal dari onggokan batu yang menyerupai lipatan kain berkodi-kodi yang ada di lokasi.
Konon sesuai cerita yang berkembang kain tersebut berasal dari sebuah kapal milik pedagang besar yang dulunya merupakan penduduk setempat.
Mendengar informasi adanya kapal yang menepi, ibu dari pemilik kapal memberanikan diri naik ke kapal karena rasa rindu yang tidak tertahan serta membawakan nasi dan lauk kesukaan anaknya.
Namun sayang setibanya di kapal, sang anak tidak mengaku bahwa yang membawakan nasi dan lauk adalah ibunya dan sang ibu terus berupaya meyakinkan.
Gagal meyakinkan anaknya, sang ibu akhirnya diusir dari kapal, semenjak turun dari kapal hingga tiba di daratan ia terus menangis.
Terakhir ketika ia sampai di sebuah bukit yang saat ini dikenal dengan Bukit Patambuan, emosinya memuncak dan secara tidak terkontrol ia mengucapkan sumpah serapah sembari menabur-naburi nasi dan lauk yang sesuai rencana diberikan ke anaknya.
Selang berapa lama terjadi badai besar dan kapal milik sang anak hancur serta berpuluh-puluh kodi kain yang ada di dalamnya terdampar ke daratan dan menjadi batu. (*)
Berita Terkait
Pariaman wacanakan tampilkan hiburan di empat objek wisata berbayar saat lebaran
Sabtu, 27 April 2024 18:28 Wib
13 desa wisata di Pariaman ikuti ADWI 2024
Jumat, 26 April 2024 14:33 Wib
Gubernur: Program kepariwisataan Sumbar tarik jutaan wisatawan
Kamis, 25 April 2024 19:41 Wib
Kunjungan wisatawan ke Pariaman selama lebaran capai 186 ribu
Kamis, 25 April 2024 11:41 Wib
Disparpora Agam prediksi Rp4,54 miliar perputaran uang selama libur Idul Fitri
Minggu, 21 April 2024 11:45 Wib
7.064 wisatawan berkunjung ke Agam selama libur Idul Fitri
Kamis, 18 April 2024 15:19 Wib
Objek wisata religi Lubuak Landua Pasaman Barat ramai pengunjung
Minggu, 14 April 2024 16:29 Wib
Kamtibmas di objek wisata Pasaman Barat hingga H+3 berjalan kondusif
Minggu, 14 April 2024 15:18 Wib