Masjid Raya Sumbar diminati peziarah

id masjid raya sumbar

Masjid Raya Sumbar diminati peziarah

Pengunjung berfoto di depan Masjid Raya Sumbar, di Jl Khatib Sulaiman, Padang, Sumatera Barat, ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Sore hari di Masjid Raya Sumatra Barat dalam suasana tidak begitu terik, pengunjung yang menghabiskan sisa liburan panjang di rumah ibadah tersebut belum juga berkurang.

Masjid Raya Sumatra Barat berada di Jalan Raya Khatib Sulaiman , dibangun sejak 2007 terlihat kokoh dan unik dengan kubahnya yang menyerupai tanduk kerbau khas bangunan Sumbar yang biasa disebut "atap bagonjong" bagi orang Minang.

Kawasannya luas dan terletak di pusat kota Padang berhias cantik dengan tatanan taman, jalanan landai jembatan dan menara dengan nuansa warna krem, coklat dan emas.

Layaknya sebuah tempat ibadah, banyak peziarah yang mengunjungi masjid tersebut untuk beribadah, tetapi juga sekaligus menikmati keindahan bangunan dan fasilitas taman di sekitarnya, seperti pemandangan sore itu.

Sebagian besar orang biasanya akan selalu terpukau pada desain masjid yang dibuat oleh Rizal Muslimin itu. Taman-taman di sekeliling masjid membuatnya terlihat semakin rimbun dan sejuk.

Fasilitas yang bisa dilihat ketika memasuki area masjid raya Sumbar adalah lapangan parkir, tempat sampah, lampu taman dan videotron guna menampilkan konten iklan. Sedangkan ruang sholat berada di lantai dua dalam masjid yang terhubung dengan teras terbuka menghadap jalan.

Pengunjung biasanya berkeliling sambil sesekali berswafoto dan menikmati pemandangan yang terbentang di sekitar masjid.

Mereka berpencar guna mencari spot foto yang bagus, ada yang ke jalan mendaki menuju masjid yang jalannya ditutupi rumput, dan ada juga yang memilih untuk berjalan di dua jalan landai menyerupai jembatan panjang.

Umumnya, orang-orang berkunjung ke mesjid raya itu bersama keluarga atau teman. Mereka terdiri atas berbagai usia bahkan ada pula yang membawa bayi-bayi, nampak antusias menghabiskan waktu di sore bersantai bersama orang-orang tersayang.

Apalagi pemerintah memberikan waktu libur cukup panjang di cuti Lebaran tahun ini. Tidak heran bila masih banyak mobil dan sepeda motor yang ditumpangi pengunjung terparkir rapi di area parkir masjid.

Kegiatan yang paling banyak terlihat adalah swafoto, dengan pose yang berbeda tentunya. Ada beberapa tempat yang sering dijadikan latar untuk berfoto, yaitu di jalan landai jembatan, jalan rumput dan di depan tulisan Masjid Raya Sumatra Barat. Bahkan, ada juga yang mengambil gambar dekat pintu masuk menuju ruang sholat.

Momen kebersamaan tersebut dinikmati sedemikian rupa oleh para pengunjung yang silih berganti berdatangan. Uniknya, pengunjung tidak datang dari penduduk lokal saja, namun ada juga yang datang dari luar kota Padang.

Salah seorang pengunjung bernama Bet yang berada di kawasan masjid itu bersama tiga saudarinya nampak tersenyum sumringah menghabiskan masa liburannya.

" kami berempat tadi sholat Ashar, lalu berkeliling sambil berfoto-foto," ujarnya.

Wanita yang sehari-hari bekerja sebagai guru pendidikan Agama Islam di sebuah SMA negeri itu mengaku senang bisa singgah dan berkeliling bersama keluarganya.

Bet juga mengatakan, ini kali pertama dia membawa dua sanak keluarganya ke Masjid Raya Sumbar, sebab mereka berdomisili di Depok dan Rawamangun, Jakarta Timur.

Mereka sekeluarga mengenakan hijab dengan warna dan motif berbeda, guratan kebahagiaan terlihat dari wajah para ibu tersebut.

"Masjid ini bagus, tapi sayang di dalam tidak ada penyejuk udara, jadi saya merasa kepanasan. Sampah-sampah juga berserakan," imbuhnya.

Memang, meski desain dan sirkulasinya kelihatan terjamin, namun para jemaah dan pengunjung masjid masih merasa kurang nyaman untuk beribadah.

Sampah di sepanjang pekarangan juga tak luput dari pandangan, umunya terdiri dari sampah plastic dan kertas.

"Semoga semakin dibenahi dengan baik oleh pengurus masjid, padahal tempatnya bagus,"tambah Bet.

Guru berbaju hijau tersebut kemudian berbalik arah bersama keluarganya untuk kembali menikmati suasana di pekarangan masjid raya yang dibuka untuk umum sejak tahun 2012 itu.

Pemandangan menarik lainnya adalah banyaknya pedagang menjajakan aneka makanan dan minuman. Mulai dari yang tradisional hingga modern, semuanya dapat dinikmati dengan harga miring.

Mereka berdagang dengan menggunakan gerobak dorong, dengan sepeda atau sepeda motor.

Banyak anak-anak berlari sambil merengek kepada orang tua mereka, meminta untuk dibelikan makanan dan minuman yang dijual oleh pedagang musiman di sekitar masjid itu. Para penjual tidak memarkir gerobaknya persis di dalam halaman masjid, hanya di trotoar pinggir jalan dekat lokasi orang-orang berfoto dan duduk santai.

Jon, seorang pedagang cendol yang masih tampak segar di usia senjanya menceritakan bisnisnya yang telah berjalan hingga 25 tahun. Topi yang menutupi kepalanya sesekali digesernya ketika dia hendak bercerita.

¿Sudah lama saya berjualan, bahkan sebelum anak saya lahir,¿ ujarnya sambil menunjuk ke arah anaknya yang membantu berjualan.

Cendol buatan Jon enak dan spesial karena durian yang ditambahkannya sebagai toping. Bahkan, ketika pewarta meminta agar cendolnya ditambahkan durian, dengan halus dia berkata, "maaf, sudah habis duriannya. Laris manis."

Dia mengaku senang menjajakan dagangan cendolnya kepada para pengunjung Masjid Raya Sumbar. Dalam sehari biasanya dimusim liburan seperti saat ini, dia bisa mengantongi satu juta rupiah.

Bapak itu memiliki selera berpakaian yang cukup nyentrik untuk ukuran seorang penjual cendol. Selain topi, Jon mengenakan jas abu-abu dan celana panjang hitam. Masker hitam melilit lehernya, mungkin untuk melindungi dirinya dari debu di jalanan.

Di atas gerobaknya ada tiga wadah plastik besar berisi cairan cendol dan buah durian kosong di sebelahnya. Dagangannya nyaris ludes, hanya wadah tengah yang nampak masih berisi sedikit banyak dibandingkan wadah lainnya.

"Susah mencari jajanan seperti ini di Ibukota, dijual dengan harga Rp10.000 pun pasti tetap banyak pembelinya kalau dijual di kota seperti Jakarta," katanya menggebu-gebu, sorot matanya memperlihatkan sikap positif dan optimistik.

Di sebelah Jon, ada pedagang buah, minuman jus dan kopi sachet, sate Padang dan batagor. Tidak ada ribut diantara mereka, semuanya nampak bekerja dengan riang hati dan melayani setiap pembeli yang datang untuk menikmati dagangan yang dijajakan.

Hingga menjelang petang, para pelancong masih nampak memenuhi area tujuan wisata tersebut. Biasanya mereka berdatangan dari sore sekitar Ashar hingga malam nanti.

Cuaca mendung tak menjadi penghambat bagi pengunjung yang memadati masjid raya kebanggaan orang Minang itu. Lampu-lampu mulai dinyalakan, tanda waktu berganti dan azan Magrib akan segera berkumandang. (*)