Investasi China di ASEAN hanya dinikmati industri besar, pendapat pakar

id investasi

Investasi China di ASEAN hanya dinikmati industri besar, pendapat pakar

Ilustrasi investasi (Antara)

invetasi dalam bentuk proyek infrastruktur juga tidak memikirkan untuk menyelesaikan masalah jangka panjang, seperti mengatasi kesenjangan di tingkat masyarakat
Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Investasi China di negara-negara ASEAN termasuk di Indonesia hanya dinikmati oleh pelaku industri besar, demikian pendapat Direktur Pusat Studi ASEAN Universita Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Dafri Agus Salim.

"Misalnya infrastruktur atau proyek kereta api. Untuk jangka pendeknya masih hanya bisa dinikmati sekelompok orang, baik dari dalam negeri maupun asing," ujarnya saat ditemui dalam sebuah seminar di Jakarta, Senin.

Menurut dia, invetasi dalam bentuk proyek infrastruktur juga tidak memikirkan untuk menyelesaikan masalah jangka panjang, seperti mengatasi kesenjangan di tingkat masyarakat.

"Saya memang bukan ahli ekonomi, tapi ini dampak sosialnya sangat besar. Di masyarakat akan timbul rasa curiga, cemburu terhadap invetasi China. Termasuk masuknya tenaga kerja asing," pungkas Dafri menambahkan.

Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dan berkembang maka akan sangat berbahaya, apalagi untuk menjaga hubungan antara ASEAN dan China.

Berdasarkan pakar di bidang kajian ASEAN ini, dia pun menemukan bahwa investasi yang salah sasaran ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di sejumlah negara di kawasan.

Sejak menjalin kerja sama strategis pada Oktober 2003, nilai perdagangan kedua pihak melonjak dari Rp759 triliun menjadi sekitar Rp7.000 triliun pada tahun 2017, atau meningkat hampir 10 kali lipat dalam jangka waktu 15 tahun.

Selain itu, total nilai investasi langsung dua arah mencapai Rp2.700 triliun secara keseluruhan, belum lagi ditambah dengan jumlah kunjungan pada tahun 2017 yang mencapai 49 juta orang dan pertukaran pelajar yang mencapai 200 ribu orang.

Dafri, yang juga dosen di Departemen Hubungan Internasional Fisipol UGM ini menceritakan, dalam sebuah seminar di Beijing dua bulan lalu dia memaparkan penelitannya tersebut dan mendapat sambutan dan dukungan dari sejumlah delegasi yang hadir.

"Dari sini akhirnya yang saya lihat adalah investasi ini justru jadi alat hegemoni dari China untuk menguasai apa saja yang ada di Indonesia," tutur Dafri menambahkan.(*)