Ini rupanya penyebab kepala daerah tersangkut korupsi

id pilkada

Ini rupanya penyebab kepala daerah  tersangkut korupsi

Baliho dua kandidat yang berlaga pada pilkada 2018 sudah terpasang di ujung Jalan Hamka Kota Padang. (Dokumentasi KPU Kota Padang)

Padang, 17/3 (Antara) - Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Asrinaldi mengutarakan mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan kandidat saat pilkada turut andil memicu terjadinya perilaku korupsi di kalangan kepala daerah ketika terpilih.

"Biaya yang harus dikeluarkan seorang calon ikut pilkada terlalu mahal, logikanya partai sudah bersusah payah mendapatkan kursi ketika pemilu, tentu mereka tidak mau memberikan cuma-cuma saja kepada calon kepala daerah sebagai tiket pencalonan," kata dia di Padang, Sabtu.

Ia menilai karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan partai politik saat pemilu kemudian meminta ganti kepada calon kepala daerah telah memicu munculnya apa yang disebut dengan politik mahar.

"Salah satu upaya efektif menekan mahar politik ini adalah partai harus berani legowo memberikan kursi secara cuma-cuma kepada calon yang dianggap kompeten," katanya.

Ia melihat memang sudah ada partai yang mau memberikan kursinya secara cuma-cuma tetapi belum banyak.

Pada sisi lain perilaku korupsi juga muncul akibat para elit yang minim gagasan saat mencalonkan diri sehingga satu-satunya yang bisa ditawarkan kepada masyarakat selaku pemilih adalah uang.

"Seharusnya kan calon itu menawarkan gagasan dan program, tapi karena mampu uang akhirnya yang dibagikan," katanya.

Ia menyampaikan akibat fenomena ini kerap terjadi akhirnya masyarakat pun terbiasa dengan politik uang sehingga saat ada calon kepala daerah yang datang mereka bukan menanyakan program tapi meminta uang.

"Artinya lagi-lagi partai politik harus memperbaiki hal ini dengan tidak terus menerus membiarkan hal itu terjadi dan mendidik masyarakat menjadi pemilih yang lebih rasional," katanya.

Terkait aturan pelaksaan pilkada saat ini apakah mampu menghasilkan calon kepala daerah yang bersih ketika terpilih, ia mengatakan dalam UU no 10 tahun 2016 tentang pilkada Bawaslu sudah diberi kewenangan untuk bertindak jika menemukan indikasi politik uang.

"Tapi lagi-lagi hal ini tantangannya cukup berat karena jika Bawaslu bertindak juga akan mendapatkan perlawanan dari pendukung calon sehingga upaya yang bisa dilakukan hanya tindakan antisipasi," kata dia.