Mengolaborasikan Agribisnis-Wisata "Jeruk Dau" Melalui BUMDes

id jeruk,Jeruk Dau,Agrowisata,Pacitan

Mengolaborasikan Agribisnis-Wisata "Jeruk Dau" Melalui BUMDes

Ilustrasi jeruk - (ANTARA SUMBAR/Joko Nugroho)



Padang, (Antaranews sumbar) - Kian hari nama Desa Selorejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur semakin dikenal masyarakat luas. Daya tarik dari desa berhawa sejuk di mana kita bisa memandang Gunung Semeru, Gunung Arjuna dan Gunung Kawi itu, tidak lain adalah komoditas buah jeruknya.

Selama ini, masyarakat ada yang menyebut sebagai "jeruk Dau" dengan pertimbangan menyematkan nama kecamatan, namun yang lainnya menamakannya "jeruk Selorejo", sesuai nama desa.

Posisi desa itu berada lebih kurang 8 kilometer dari jalan utama menuju Kota Batu, atau ke arah selatan dari Taman Rekreasi Sengkaling. Lokasinya bisa diakses dari jalur utama Malang-Batu.

Desa Selorejo, Kecamatan Dau, yang berada di Kabupaten Malang berbatasan dengan Desa Gading Kulon di sebelah utara, Desa Tegalweru sebelah timur, Desa Petung Sewu bagian selatan, dan batas sebelah barat adalah kawasan hutan.

Kala memasuki gapura gerbang di desa itu terdapat tulisan "Desa Wisata Selorejo" dengan dilengkapi huruf jawa kuno.

Untuk menuju Desa Selorejo tidaklah sulit. Akses jalan cukup baik karena sudah beraspal.

Hanya saja, jika menuju ke perkebunan jeruk, ada yang masih berupa jalan setapak, sehingga pilihannya adalah berjalan kaki, atau maksimal bisa ditempuh dengan sepeda motor.

Komoditas buah jeruk di Desa Selorejo itu -- yang merupakan sentra penghasil jeruk --, kini memang sudah identik dengan wisata, karena di sepanjang kawasan, masyarakat setempat yang memiliki kebun jeruk menawarkan wisata petik jeruk.

Kepala Desa (Kades) Selorejo Bambang Soponyono menjelaskan bahwa hampir semua lahan warga memiliki tanaman jeruk.

"Total lahan Desa Selorejo seluas 285,601 hektare (ha), sebagian besar adalah kebun jeruk," katanya seperti disampaikan Antoko Ribowo dan Pranoto, pelaksana kegiatan di desa itu saat ditemui awal Januari 2018.

Pesona wisata petik jeruk itu kini sudah menjadi ikon desa. Jika sedang musim liburan panjang, lalu-lalang kendaraan dari luar Jawa Timur pun silih berganti menuju desa itu.

Dua Varietas

Sebagian besar varietas jeruk yang ditanam di desa itu adalah jeruk Baby Malang, yang dikenal sebagai jeruk yang bisa diperas, dan jeruk keprok, yang lazim dikupas. Khusus untuk varietas Baby Malang, ada juga yang mengenalnya dengan sebutan Baby Pacitan.

Tanaman jeruk tumbuh subur di desa itu karena secara topografi Selorejo adalah kawasan dataran tinggi. Kisaran ketinggian desa ini adalah 800 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl), yang memiliki tingkat curah hujan 1.300 mm/tahun.

Menurut Antoko Ribowo, tahun 2011 adalah masa awal lahirnya "Desa Wisata Jeruk", yang kemudian berkembang dengan dinamikanya hingga kini.

Dari jejak sejarah desa, perintis awal pengembangan tanaman jeruk adalah sesepuh desa, yakni Abah Dulawi dan Sulaiman kira-kira 20 tahun silam.

Melihat keberhasilan tanaman jeruk dari dua perintis itu, kemudian masyarakat desa mengikuti jejaknya sampai kemudian publik mengenal desa itu sebagai sentra jeruk sekaligus pariwisata berbasis agro.

Suwaji, salah satu pengelola wisata petik jeruk menjelaskan bahwa dalam kegiatan itu, para wisatawan tidak sekadar melancong di kebun jeruk.

Para pemandu juga akan mengajarkan kepada wisatawan mengenai tata cara memetik, dan memakan jeruk yang benar sesuai ketentuan.Di antaranya, memetik jeruk hendaknya tidak merusak tumbuhan dan lainnya.

"Kami pun juga menyediakan layanan pelatihan budi daya tanaman jeruk bagi yang ingin mengembangkan di daerahnya," katanya.

Kini, tidak kurang lebih seluas 430 hektare lahan masyarakat desa itu adalah kebun jeruk.

Diakui bahwa selama ini ada masa tertentu buah jeruk dapat dipanen secara besar-besaran, sehingga tidak bisa berlangsung sepanjang tahun.

Musim panen raya biasanya adalah sepanjang bulan Juni hingga Desember.

Di luar masa itu, buah jeruk masih tetap berproduksi, namun jumlahnya tidak sebanyak pada masa panen raya.

"Kami di sini menyebutnya sebagai panen 'apitan' antara panen raya dengan musim produksi yang terbatas itu," katanya.

Dengan kondisi semacam itu -- di mana buah jeruk tidak bisa dipanen dalam jumlah signifikan sepanjang tahun --, petani jeruk mengharapkan ada teknologi yang dapat membuat tanaman itu berproduksi sepanjang tahun.

Harapan itu, agaknya bisa diwujudkan tatkala Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian (Balitbang-Kementan) menghasilkan teknologi baru, yakni Teknologi Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun (Bujangseta).

Kepala Balitjestro Dr Ir Muhammad Taufiq Ratule, seperti dikutip dari laman http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/bujangseta-buahkan-jeruk-berjenjang-sepanjang-tahun/ mengemukakan bahwa inovasi teknologi baru Bujangseta itu diharapkan mampu mengatasi permasalahan petani akan pembuahan jeruk yang hanya terjadi sekali panen raya yang berkisar di bulan Juni, Juli, Agustus.

Ke depan diharapkan petani dapat mengadopsi teknologi ini untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Peneliti Balitjestro, yang terletak di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Batu, Jatim, Ir Arry Supriyanto, MS menambahkan konsep dari Bujangseta adalah produksi jeruk yang bisa berbuah sepanjang tahun (off season).

Teknologi itu juga menghasilkan buah bermutu premium seragam, citarasa sesuai pasar, kulit buah mulus dengan harga memadai.

Dikembangkan melalui BUMDes

Menurut Kades Selorejo Bambang Soponyono bersama pihak terkait, yakni pemerintahan desa dan juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada 2018 sudah dijadikan komitmen untuk mengelola agribisnis jeruk itu secara lebih baik dan terlembaga melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

"Sisi agribisnis jeruk ini akan bersinergi dengan sisi wisata yang sudah ada dan terus dikembangkan," katanya.

Tujuannya, tidak lain adalah, baik dari sisi ekonomi agribisnis dan kepariwisataan, akan lebih memberikan manfaat dan nilai tambah bagi petani.

Sedangkan Antoko Ribowo menambahkan bahwa di Selorejo, produksi pada masa panen "apitan" saja, berdasarkan perhitungan seorang pengepul (tengkulak) bisa mendapatkan 20 ton jeruk/hari, maka itu menunjukkan potensi ekonomi yang signifikan.

Karena itu, jika dikelola BUMDes maka secara kelembagaan akan lebih baik, sedangkan sisi pariwisatanya yang kini sudah berjalan juga tetap berjalan beriringan.

Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, adalah pedoman bagi daerah dan desa dalam pembentukan dan pengelolaan BUMDes.

Jenis usaha dalam BUMDes diklasifikasikan dalam enam bentuk, yakni pertama: jenis usaha bisnis sosial, yakni dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat, yang memberi keuntungan sosial meskipun tidak besar.

Kedua, menjalankan bisnis uang yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah ketimbang yang didapatkan masyarakat desa dari para rentenir atau bank-bank konvensional.

Ketiga, bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa.

Keempat, sebagai lembaga perantara, yang menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar. Atau BUMDes menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat.

Kelima, perdagangan, yakni BUMDesa menjalankan usaha yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas.

Sedangkan keenam, usaha bersama di mana BUMDes sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa, di mana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUMDes agar tumbuh usaha bersama.

Pengembangan pengelolaan yang mengolaborasikan potensi agribisnis jeruk dan prospek wisata berbasis pertanian di Desa Selorejo, Kecamatan Dau itu, pada akhirnya diyakini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.(*)