Melestarikan Pangek Pisang, Penganan Tradisional Solok Selatan

id Pangek Pisang, Makanan Tradisional, Solok Selatan

Melestarikan Pangek Pisang, Penganan Tradisional Solok Selatan

Pangek pisang, makanan tradisional dari Solok Selatan. (ANTARA SUMBAR/Joko Nugroho)

Perpaduan manisnya pisang yang alami dan gurihnya santan kelapa membuat mulut ingin berlama-lama mengunyah pangek pisang, menu tradisional dari Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, yang masih eksis hingga hari ini.

Kue tradisional berbahan dasar pisang itu akan lebih nikmat saat disantap bersama ketan hitam yang ditaburi kelapa di atasnya.

Di Solok Selatan, kabupaten yang berbatasan dengan Kerinci, Jambi, ini, pangek pisang biasanya hanya dihidangkan pada acara-acara pernikahan, serta helatan adat lainnya, seperti tradisi "turun mandi anak".

Kini, untuk bisa mencicipi gurihnya pangek pisang, tak harus lagi menunggu ada pesta pernikahan karena sudah mulai diperkenalkan ke khalayak sebagai wisata kuliner.

Seorang pemuda Solok Selatan Yondra Efendi yang berasal dari Pinti Kayu, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, nekat membuka warung dengan salah satu menu utamanya adalah pangek pisang.

Pada awalnya pria yang sempat bekerja di Jakarta ini hendak mencicipi pangek pisang, namun sulit dijumpai. Akhirnya ia punya ide untuk membuat sendiri dan menjualnya langsung di warung yang sedang dirintisnya.

"Motivasi saya adalah memperkenalkan pangek pisang sebagai wisata kuliner di Solok Selatan. Sulitnya mencari pangek pisang di sini karena harus menunggu ketika ada hajatan pernikahan. Itu pun yang mendapat pangek pisang orang-orang tertentu saja," katanya di Padang Aro, Solok Selatan.

Dengan memperkenalkan pangek pisang secara umum, akan lebih mudah untuk melestarikannya sehingga tidak tergusur oleh beragam makanan cepat saji atau lainnya, ucapnya.

Sebelum membuka warung yang berada di daerah Lundang, Kecamatan Sungai Pagu ini, selama seminggu ia melakukan percobaan untuk menemukan rasa khas sehingga berbeda dengan pangek pisang yang selama ini ada dan memiliki nilai jual.

"Bahan-bahannya masih sama yakni pisang batu atau kepok, santan kelapa dan kunyit. Yang berbeda tentunya takaran bumbu dan cara memasak serta penyajiannya karena ini untuk dijual," jelasnya.

Untuk membuat pangek, setelah dikupas pisang direbus bersama santan, gula dan kunyit selama satu jam hingga berubah warna menjadi kuning.

Setelah santan tersebut meresap ke dalam pisang, segera diangkat dan siap disajikan kepada pembeli.

Ketika Yondra membuka warung pada pertengahan Desember 2015, tidak mudah untuk memperkenalkan pangek pisang kepada pelanggan, terlebih yang berasal dari luar Solok Selatan.

"Kemarin ada mahasiswa dari Korea yang kebetulan ikut pertukaran mahasiswa di Unand. Awalnya ia agak enggan untuk mencoba pangek pisang. Mungkin karena warnanya yang kuning pekat. Tapi setelah mencicipi, pas kembali ke Padang ia minta dibungkus untuk bekal," kata pemilik Warung Adzkia ini.

Pengalaman sulit lainnya, juga ia alami saat mencoba mempromosikan kudapan itu ke seorang warga Singapura yang kebetulan sedang bertugas di Solok Selatan.

"Saya menawarkan hingga tiga kali. Pada akhirnya saya memberikan jaminan jika tidak enak tidak usah dibayar. Setelah ia mencoba, setiap datang ke sini pangek pisang yang pertama kali ditanya," katanya.

Kehadiran pangek pisang di Warung Adzkia ini, memberikan kemudahan bagi warga di Solok Selatan, khususnya di Sungai Pagu, yang hendak menggelar pernikahan.

"Sudah banyak yang pesan pangek pisang untuk cara pernikahan dan ada juga yang dikirim ke sanak keluarga yang ada di rantau," katanya.

Meskipun demikian, ia berharap pemerintah daerah turut tangan membantu promosi makanan tradisional itu agar lebih dikenal.

Seorang penggemar pangek pisang, Diki Lesmana mengatakan makanan tradisional seperti pangek pisang, perlu dipatenkan sebagai kekayaan kuliner Sumbar agar dikemudian hari tidak diklaim milik daerah lain.

Ia mengatakan, pangek pisang dengan rasanya yang manis dan gurih perlu dipertahankan kelestariannya agar tidak tersisih oleh makan cepat saji yang saat ini mulai menjadi makanan favorit kaum muda.

"Salah satu pelestariannya dengan menjual kepada umum. Dengan begini, pangek pisang akan dikenal baik kalangan muda dan daerah lain. Pangek pisang ini merupakan makanan khas," katanya.

Promosi

Kabupaten Solok Selatan yang kini berusia 12 tahun setelah dimekarkan dari Kabupaten Solok itu memiliki sejumlah makanan khas yang hingga kini masih dilestarikan melalui helatan adat, seperti prosesi pernikahan.

Menurut Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Solok Selatan Asniwati makanan tradisional itu seperti limpiang yang terbuat dari tepung ketan dan pangek pisang.

"Kedua makanan khas ini biasanya cuma dihidangkan saat adat pernikahan dan acara turun mandi anak," katanya.

Karena memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wisata kuliner, pemerintah daerah setempat berupaya memperkenalkan makanan-makanan tradisional itu pada even pariwisata, baik yang digelar di Sumatera Barat atau pun di luar provinsi.

Kini, katanya, sejumlah warga daerah itu mulai berani membuka warung-warung yang menjajakan penganan tradisional tersebut.

"Tamu-tamu pemerintah daerah atau wisatawan yang ingin mencicipi makanan khas Solok Selatan, kami arahkan ke warung-warung yang menjual penganan tradisional itu," katanya.

"Ini juga sebagai upaya masyarakat Solok Selatan untuk melestarikan dan memperkenalkan kepada generasi muda sehingga mereka tidak hanya terpikat dengan makanan cepat saji yang kini telah merebak," ujarnya.

Sementara dalam upaya melindungi penganan tersebut dari klaim-klaim daerah lain, katanya, pemerintah daerah akan mematenkannya.

"Kami akan pelajari dulu prosedurnya. Selain itu, kami juga memastikan apakah ini merupakan kewenangan Disbudparpora atau Diskoperindag," katanya.

Penjabat Bupati Solok Selatan Erizal, mengatakan pihaknya akan memperkenalkan kuliner-kuliner asli Solok Selatan pada ajang internasional Tour de Singkarak (TdS).

"Untuk kuliner, ada segmen-segmen tamu , termasuk atlet, yang diatur secara standar-standar tertentu sehingga tidak mungkin kita berikan secara bebas kuliner-kuliner versi Solok Selatan," katanya.

"Jika tidak ada aturan atau standar yang mengikat, opsi untuk memperkenalkan kuliner-kuliner asli Solok Selatan akan kami pertimbangkan," ujarnya. (*)