Romli: Berhentikan Sementara Pimpinan KPK Berstatus Tersangka

id Romli: Berhentikan Sementara Pimpinan KPK Berstatus Tersangka

Jakarta, (Antara) - Perancang Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi saksi ahli sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan, Romli Atmasasmita mengatakan pimpinan KPK yang berstatus tersangka wajib diberhentikan sementara oleh presiden. "Merujuk pasal 32 ayat 1 Undang-Undang KPK, pimpinan KPK yang menjadi tersangka wajib diberhentikan sementara oleh yang mengangkatnya, yaitu presiden," kata Romli dalam kesaksiannya pada sidang praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu. Romli menuturkan, dalam kasus Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri, tidak perlu lagi ada pengunduran diri. Romli mengatakan, seharusnya pimpinan KPK lainnya yang menyurati presiden bahwa ada seorang pimpinan yang menjadi tersangka. "Dalam pasal 32 ayat 1 huruf (e) itu mengundurkan diri dalam keadaan normal (bukan menjadi tersangka). Tidak perlu ada lagi pengunduran diri, cukup pimpinan KPK memberitahukan pada presiden bahwa orang ini harus diberhentikan sementara," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran tersebut. Romli menambahkan, presiden juga tidak seharusnya menunggu surat dari KPK untuk pemberhentian sementara. Presiden, kata Romli, bisa meminta surat penetapan tersangka pada instansi terkait yang menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka sebagai acuan untuk memberhentikan sementara. "Tidak ada alasan untuk presiden menunggu (surat dari KPK), tapi meminta instansi yang menetapkan sebagai 'tsk' (tersangka) untuk mengeluarkan kepres (keputusan presiden)," kata Romli. Sebelumnya Romli juga menyebutkan KPK harus dipimpin oleh lima orang pimpinan. Apabila ada kekosongan posisi pimpinan KPK, presiden harus segera mencarikan penggantinya. Persidangan praperadilan Budi Gunawan pada hari ini juga menghadirkan tiga saksi ahli lain. Ketiga saksi ahli tersebut ialah Guru Besar Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis, Guru Besar Universitas Gadjah Mada I Gede Panca Astawa, dan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chaerul Huda. (*/jno)