Kementan Harap Ada Diversifikasi Produk Kopi Ekspor

id Kementan Harap Ada Diversifikasi Produk Kopi Ekspor

Kuta, (Antara) - Kementerian Pertanian mengharapkan adanya diversifikasi produk kopi yang diekspor guna memberikan nilai tambah kepada petani dan pelaku usaha di dalam negeri. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Dirjen PPHP) Kementan Yusni Emilia Harahap di Kuta, Bali, Minggu (19/10), mengatakan bahwa diversifikasi produk juga akan membuat nama Indonesia lebih dikenal sebagai negara penghasil kopi dan olahannya. "Kita menginginkan nilai tambah bisa dibangun di dalam negeri. Jadi, petani jangan hanya jual green beans (biji kopi yang belum diolah). Mereknya harus ada supaya nama Indonesia juga dikenal," katanya. Emilia mengatakan bahwa potensi kopi Indonesia sangatlah besar. Total produksi kopi Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebanyak 723.000 ton yang 90 persennya dihasilkan dari perkebunan rakyat. Kementan bahkan sudah memetakan wilayah-wilayah penghasil kopi serta pelaku usaha dan mendorong adanya sertifikasi perlindungan indikasi geografis. Lebih lanjut, pihaknya juga terus mendorong peningkatan kualitas kopi, mulai dari perkenalan teknik budi daya kopi yang benar, pelatihan sumber daya manusia, hingga pengawalan penyuluh di lapangan. "Yang tidak kalah penting juga pola kemitraan. Dalam hal ini mitra usaha juga sudah benar-benar ikut berkontribusi untuk peningkatan kualitas tidak hanya di hilir tetapi juga di hulu," katanya. Pelaku usaha kopi Rudy J. Pesik mengatakan bahwa cita rasa kopi Indonesia yang unik dan berkualitas tinggi sudah menjadi ciri khas tersendiri di mata konsumen. Pria yang kini sudah memiliki 4.000 gerai kopi di seluruh dunia itu sejak dahulu memang hanya memberikan sajian kopi terbaik untuk para pelanggannya. Sayangnya, meski Indonesia adalah negara penghasil kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, negara ini belum dikenal sebagai pemasok kopi dunia. "Karena dijual dalam bentuk green beans, kopi kita jadi tidak dikenal di luar negeri. Harapannya nanti para produsen bisa menjualnya dalam bentuk sudah dipanggang atau roasted. Itu akan jadi prospek yang besar jadi kita harus promosikan dengan benar," katanya. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran mengatakan bahwa upaya diversifikasi produk kopi untuk diekspor sudah lama dilakukan untuk komoditas kopi Kintamani. Diakuinya, perlu usaha ekstra keras untuk mewujudkan hal itu karena semua proses seperti peningkatan sumber daya manusia, produktivitas hingga pemasaran yang baik harus dilakukan secara serentak. "Untuk mengajarkan petani untuk bisa memetik kopi yang sudah matang dan berwarna merah saja kami butuh waktu lima tahun. Tadinya mereka jual kopi gelondongan yang masih hijau. Memang agak lama prosesnya," katanya. Meski terus digalakkan, upaya diversifikasi sudah diimplementasikan di beberapa perkebunan di mana petani mengolah sendiri biji kopi itu dan menjualnya dalam bentuk bubuk. "Sekarang sudah ada yang olah hingga bentuk bubuk, tetapi baru beberapa. Harapannya kopi-kopi ini bisa diolah dann diekspor dalam bentuk panggang atau bubuk. Saya rasa akan bertahap prosesnya. Sekarang kami masih menjualnya dalam bentuk kopi beras yang sudah lepas tanduk," ujarnya. (*/sun)