Pengamat: BMTPS Membuat Oligopoli Tata Niaga Terigu

id Pengamat: BMTPS Membuat Oligopoli Tata Niaga Terigu

Jakarta, (ANTARA) - Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) terigu impor dinilai berpotensi membuat tata niaga terigu Indonesia dikuasai beberapa pihak atau oligopoli seperti sebelum masa deregulasi. Akibat pemberian lisensi impor hanya kepada segelintir orang dan kerap terjerat dalam praktik 'rente politik' dan konsentrasi kekuasaan distribusi domestik, menyebabkan komoditas strategis pangan digenggam oleh sedikit pemain," kata pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu. Menurut dia, jika struktur pasar distribusi terkonsentrasi atau oligopoli, maka kebijakan semacam operasi pasar tidak akan efektif. Dia mengatakan pemerintah harus berani menyentuh penguasa-penguasa distribusi ini dengan mengembalikan peran Bulog dan menyebar penguasaan komoditas di antaranya melalui pembatasan penguasaan barang tiap orang/korporasi. Diterapkannya BMTPS sebesar 20 persen, lanjutnya, terdapat kemungkinan produsen lokal akan menaikkan harga terigu. Menurut dia harga dunia sangat fluktuatif dan pengalaman buruk kenaikan harga komoditas gandum akibat gagal panen di beberapa negara produsen gandum seperti kekeringan panjang di Australia dan gagal panen di Rusia. "Saat harga komoditas pangan internasional melambung seperti kasus kedelai beberapa waktu lalu, kebijakan tarif impor makin memberatkan konsumen dalam negeri, termasuk pelaku usaha kecil yang membuat produk dengan bahan baku kedelai," ujarnya. Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Bustanul Arifin mengatakan, konsumsi tepung terigu Indonesia sejumlah 21 kg per kapita, jumlah itu terbesar setelah beras. Namun demikian menurut dia pemerintah sedang berusaha menahan impor terigu dari berbagai negara dengan menerapkan BMTPS sebesar 20 persen. "Penerapan itu karena ada laporan yang menyatakan industri terigu nasional mengalami kerugian akibat impor. Dugaan kerugian industri nasional haruslah ditinjau kembali, apakah benar terjadi demikian?," ujarnya. Menurut dia, terigu impor hanya menguasai pangsa pasar sebesar 12-13 persen. Dia mengatakan melihat tren harga gandum yang semakin meningkat, tidak dapat dielakkan harga terigu lokal di pasar nasional juga akan naik, bila terigu impor dibendung. Bustanul mengatakan saat ini produsen gandum terpukul antara produksi 2012 dibandingkan 2011, seperti Australia minus 23.7 persen, Russia 30.6 persen, Argentina 16,1 persen dan terbesar Kazakhstan minus 52.4 persen. Menurut dia, penurunan produksi gandum itu diakibatkan banyak hal antara lain cuaca buruk dan gagal panen. "Akibatnya kemudian terjadi kenaikan harga gandum dunia yang semakin liar," katanya. Menurut dia, perdagangan gandum 2012 sebesar 13,5 juta ton turun 8,2 persen dari 2011, sedangkan harga gandum No. 2, HRW per Oktober 2012 senilai 373 dolar AS per ton naik 6 persen dari Juli 2012. Harga gandum di bursa berjangka CBOT menurut Bustanul senilai 318 dolar AS per ton untuk penyerahan Desember naik 38 persen dari 2011. (*/sun)