AAI: Penegakan Hukum Belum Seperti "Panta Rhei"

id AAI: Penegakan Hukum Belum Seperti "Panta Rhei"

Jakarta, (Antara) - Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Humphrey Djemat mercermati proses penegakan hukum sepanjang 2013 belum seperti "panta rhei", ditandai dengan penegakan hukum terkesan berorientasi pada pencapaian target. "Panta rhei berarti seperti air mengalir. Jadi, hukum itu harus seperti air mengalir agar mampu menyejukkan peradaban dan ketertiban," kata Humphrey dalam pernyataannya, yang diterima Antara di Jakarta pada Sabtu. "Pantha rhei" adalah adagium, yang dipopulerkan Heraclitus, filosof asal Yunani Kuno, yang hidup jauh sebelum Socrates. Dia mengatakan, berbagai langkah hukum pada 2013, yang dilakukan penegak hukum, patut dihargai. Yang menonjol, seperti, penindakan atas kejahatan narkotika, terorisme dan korupsi, kata dia, karena hampir setiap hari menjadi pemberitaan di media cetak serta elektronik dan menyita perhatian masyarakat. Namun, katanya, di balik gegap gempita penegakan hukum itu terlihat lembaga penegak hukum lebih berorientasi pada pencapaian target. "Mengejar kuantitas, bukan kualitas. Sehingga terkesan secara kasat mata, langkah-langkah penegakan hukum itu lebih mengutamakan untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat," kata dia.. Itu mengakibatkan terabaikannya prinsip keadilan, yang sejatinya menjadi tujuan penegakan hukum, katanya, "Menipisnya kepercayaan publik masyarakat pada hukum, membuat institusi penegak hukum menjalankan hukum dengan sistem jagal. Terkesan, siapa pun menjadi tersangka, seolah sudah bersalah. Ini terang benderang mengebiri prinsip praduga tak bersalah, sebuah azas yang begitu agung dalam sistem 'rechstaat'." "Karena terkesan sekali institusi penegak hukum menegakkan hukum, dengan mengikuti kemauan masyarakat. Ini berarti mengikuti logika awam. Bukan logika hukum," katanya. "Padahal, prinsip hukum bekerja berlandaskan norma-norma. Keadilan adalah puncak dari pencapaian hukum itu. Alhasil proses law enforcement banyak terjebak demi mengikuti logika awam tadi. Kondisi ini tentu sangat membahayakan kultur hukum," kata Humphrey. Karena jika logika awam yang dikembangkan, tentu norma-norma hukum menjadi terkebiri dan keadilan menjadi suatu yang absurd, katanya, "Keadilan menjadi berlandaskan suara orang banyak. Padahal keadilan adalah suatu titik dimana hukum menjadi kekuatan." Tidak bisa berlandaskan suara orang banyak, kata dia. Menurut dia, karena jika penegakan hukum dasarnya demi memuaskan orang banyak, maka hasilnya sama dengan main hakim sendiri. Karena prinsip keadilan menjadi terpinggirkan. Inilah yang masih tercermin dalam proses penegakan hukum di tahun 2013. Alhasil lembaga peradilan menjadi terkesan sebagai "tukang jagal". Setiap tersangka, seolah wajib dijadikan terpidana. Seolah pihak yang tersangka, sudah dinyatakan bersalah. "Inilah bukti presumption of innocent menjadi terkebiri. Jika terus dibiarkan, kondisi ini tentu akan merusak tatanan hukum. Akan merusak kultur hukum. Dan, hukum tak berjalan seperti pantha rei. Hukum menjadi tersumbat, tidak mengalir lancar," kata Ketum DPP AAI. Humphrey mengatakan sumbatan itu suatu waktu akan jebol karena terus membesar, yang kemudian menjadi "legal chaos". Pada bagian lain dia menyinggung premanisme yang berupaya diberangus di Jakarta. "Tapi berbagai kelompok anarkis di daerah dibiarkan tumbuh subur. Kondisi ini tentu tidak mencerminkan ditegakkannya keadilan," kata dia. Menurut dia di Indonesia ini yang lebih berbahaya adalah preman berdasi. Dialah bos yang mengendalikan preman-preman ini dengan dukungan aparat penegak hukum dari atas sampai bawah. "Ini benar-benar melecehkan penegakan hukum di Indonesia seperti halnya kasus pendudukan sebuah hotel di Bali oleh kalangan preman tanpa dasar apapun," kata dia. Harapan 2014 Ketum DPP AAI itu mengharapkan pada tahun 2014 KPK harus mengusut korupsi yang dilakukan korporasi. Partai politik yang jelas merupakan bentuk korporasi apabila terbukti memberikan dukungan kepada pengurus partainya seperti bendaharanya melakukan korupsi dan dinikmati partainya, maka layak diusut sebagai tindak pidana korupsi. "Dan secara politik partainya juga bisa dibubarkan," kata dia. Untuk menghadapi Pemilu 2014, aparat penegak hukum harus siap mengawal pesta demokrasi itu. Institusi penegak hukum menjadi satpam yang mengawal agar pesta itu berjalan lancar. Setiap parpol yang korupsi, harus ditindak, tanpa pandang bulu. Selain itu, tahun 2014, institusi penegak hukum harus meningkatkan orientasi kerjanya. Tidak lagi mengejar kuantitas, tapi kualitas. Keadilan harus ditegakkan. Bukan lagi kepuasan masyarakat banyak, yang cenderung berpikir bukan berlandaskan keadilan. Pengadilan harus mampu menjadi ajang untuk menegakkan kebenaran materil. Bukan terjebak pada kebenaran formil. (*/sun)